Dilema Petani Garam Cirebon: Harga Sedang Tinggi Tapi Tak Bisa Produksi

Dilema Petani Garam Cirebon: Harga Sedang Tinggi Tapi Tak Bisa Produksi

Ony Syahroni - detikJabar
Sabtu, 19 Nov 2022 08:30 WIB
Tambak garam di Cirebon.
Tambak garam di Cirebon (Foto: Ony Syahroni/detikJabar).
Cirebon -

Siang itu suasana di tambak garam Desa Rawa Urip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon nampak sepi dari aktivitas. Padahal, dari tambak-tambak itu lah mayoritas penduduk desa setempat biasa mengais rezeki dengan cara memproduksi garam.

Namun kali ini berbeda. Tidak ada satupun petani yang terlihat. Hanya kincir angin yang nampak masih berdiri di tepi tambak sambil sesekali memutarkan baling-balingnya mengikuti hembusan arah angin.

Harga jual garam yang kini sedang mengalami kenaikan, rupanya tidak membuat para petani lekas beranjak dari rumahnya untuk menuju tambak dan memulai proses produksi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut salah seorang petani garam di Desa Rawa Urip, Sahari (48), kondisi demikian telah berlangsung selama kurang lebih satu bulan. Hampir seluruh petani di desa tersebut terpaksa menghentikan proses produksi karena terkendala faktor cuaca yang tidak menentu.

"Untuk di tahun sekarang, khususnya masyarakat Desa Rawa Urip ibaratnya itu sedang bersedih mengenai kondisi garam. Karena kondisi cuacanya hujan terus," kata Sahari saat berbincang dengan detikJabar di Desa Rawa Urip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, Jumat (18/11/2022).

ADVERTISEMENT

Menurut Sahari, bulan Juli hingga November sebenarnya adalah waktu bagi para petani garam untuk mulai melakukan proses produksi. Mulai dari menata lahan hingga memasuki musim panen raya.

Jika cuaca normal, Sahari sendiri mengaku bisa memproduksi garam hingga 1 ton setiap harinya dari satu petak lahan dengan luas 35x10 meter saat memasuki panen raya. Namun, karena faktor cuaca, Sahari bersama sejumlah petani garam lainnya terpaksa memilih untuk menghentikan aktivitas produksi.

"Petani garam itu mulai proses produksi dari bulan 7 sampai bulan 11, itu kalau cuaca normal. Bulan 7 itu kita mulai garap lahannya dulu, dan di bulan 8 akhir sampai bulan 10 akhir kita panen raya. Memasuki bulan 11 itu tinggal sisa-sisa panennya saja. Tapi untuk tahun sekarang bisa dibilang benar-benar gagal," kata Sahari.

Sahari mengatakan jika harga garam saat ini sedang mengalami kenaikan. Dari harga yang sebelumnya Rp 1.500 per Kilogram, kini naik menjadi Rp 2.000 per Kilogram. Harga tersebut merupakan harga jual dari petani ke pengepul.

Namun, karena faktor cuaca yang tidak menentu, membuat petani garam di desa Rawa Urip tidak bisa menikmati keuntungan dari adanya kenaikan harga garam tersebut.

"Harganya sekarang sedang naik. Tapi garamnya sedang susah. Di desa Rawa Urip sudah tidak ada sama sekali yang produksi, sudah sekitar satu bulan. Stok garam di gudang juga sedang kosong semua," kata dia.

Sahari, yang juga menjabat sebagai perangkat Desa Rawa Urip menyebut, jika mayoritas penduduk di wilayah itu bekerja sebagai petani garam. Hanya saja, untuk saat ini banyak masyarakat yang akhirnya terpaksa beralih profesi. Ada beralih menjadi petani bawang, padi, hingga kerja serabutan.

"Hampir 60 persen warga di Desa Rawa Urip itu petani garam. Tapi untuk sekarang banyak yang beralih profesi. Ada yang kerja serabutan, tapi bagi yang punya lahan pertanian mereka beralihnya jadi petani bawang dan petani padi," kata Sahari.

(mso/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads