BPJS Ketenagakerjaan diharapkan dapat menjalankan skema jaminan kehilangan pekerjaan dengan cepat dan tepat kepada mereka yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sebab jumlah PHK terhadap karyawan di Jawa Barat saat ini mendekati angka 500 ribu.
Hal itu diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy kepada wartawan usai mendengarkan aspirasi dari sejumlah pengusaha dan pekerja di PT. Kahatex, Sumedang, Rabu (16/11/2022).
"Seperti yang ada dalam pemberitaan, industri tekstil dan alas kaki (sepatu) mengalami penurunan sangat tajam karena permintaan luar negeri juga turun. Sementara pasar domestik dibanjiri oleh produk-produk luar, akibatnya banyak terjadi PHK," paparnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"PHK-nya saat ini untuk di Jawa Barat sudah mendekati 500 ribu orang, kalau ini tidak ditangani sungguh-sungguh maka PHK-nya bisa sampai 1,5 juta orang," sambung Muhadjir.
Terkait hal itu, kata Muhadjir, perlu ada antisipasi dan penanganan secara menyeluruh. Salah satunya melibatkan BPJS Ketenagakerjaan.
"Karena sekarang sudah ada skema untuk mereka yang terkena PHK, itu ada jaminan kehilangan pekerjaan. Skema jaminan kehilangan pekerjaan ini harus dilaksanakan dengan cepat dan tepat," paparnya.
Muhadjir menyebut, hal itu dilakukan agar tidak menambah tingkat angka kemiskinan di daerah. Pasalnya untuk di Jawa Barat sendiri, angka kemiskinannya sudah mencapai 9,2 persen dari total jumlah penduduknya.
"Jadi yang terkena PHK ini jangan sampai terpuruk dan menambah angka kemiskinan di daerah-daerah," ujarnya.
Selain BPJS Ketenagakerjaan, kata Muhadjir, pihaknya juga akan melibatkan Kementerian Sosial dengan program jaminan sosialnya.
"Jadi mereka (terdampak PHK) yang betul-betul berpotensi menjadi warga miskin baru agar segera didaftarkan ke dalam PPKS (Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial), jadi tidak lama saat terkena PHK itu, mereka akan menerima bantuan-bantuan, skema bantuan baik PKH, BLT maupun BLT dana desa," terangnya.
Muhadjir menambahkan, dalam menghadapi situasi saat ini serta tahun mendatang diperlukan kerja sama antar lintas sektoral. Diantaranya melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Tenagakerja, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Sosial.
"Kita betul-betul punya komitmen sebagaimana arahan Presiden bahwa kita harus punya kewaspadaan tinggi pada tahun 2023 mendatang, karena tahun itu diprediksi bukan tahun baik-baik saja tapi akan ada krisis global yang dampaknya akan terjadi ditingkat domestik termasuk di Indonesia. Salah satunya yaitu kemungkinan kenaikan angka kemiskinan, dimana itu jadi tanggung jawab saya sebagai Menko-PMK," paparnya.
(orb/orb)