Ironi! Bahan Baku Obat Masih Impor Padahal Berasal dari Indonesia

Ironi! Bahan Baku Obat Masih Impor Padahal Berasal dari Indonesia

Siti Fatimah - detikJabar
Rabu, 12 Okt 2022 03:23 WIB
Close-up red and black Medicine Capsules in Blister Packs
ilustrasi obat (Foto: Getty Images/iStockphoto/Supersmario)
Bandung -

Deputi Bidang Fasilitas Riset dan Inovasi BRIN Agus Haryono mengungkapkan, bahan baku obat-obatan yang diproduksi Indonesia ternyata masih impor dari luar negeri. Akan tetapi, bahan-bahan tersebut berasal dari Indonesia yang kemudian diekspor.

"Sekarang obat kita itu 70 persen diproduksi dalam negeri, hanya bahannya diimpor dari luar, dan ironisnya bahan itu sebenarnya dari Indonesia dikirim keluar, diproses, dan kita beli lagi. Nah ini yang sekarang coba kami perbaiki agar kita bisa memproses sendiri," kata Agus dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Selasa (11/10/2022).

Lebih lanjut, dia mencontohkan pada produk garam farmasi yang bahan bakunya justru bersumber dari Indonesia. Namun hingga kini, kata dia, Indonesia belum memiliki kemampuan untuk memproses garam tersebut menjadi garam farmasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita kan punya banyak garam, tapi kita belum punya kemampuan untuk memproses garam itu menjadi level garam farmasi, nah sekarang peneliti BRIN bekerjasama dengan Kimia Farma menghasilkan garam farmasi," ujarnya.

"Demikian juga dengan obat tradisional yang bisa membantu mengurangi ketergantungan dari obat dari luar. Termasuk jejamuan," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Dia menuturkan, pengembangan obat-obatan menjadi salah satu fokus utama dalam sekma riset Indonesia Maju. Sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo terdapat tiga program yang menjadi fokus utama yaitu kesehatan, pangan dan energi.

Green Pharmacy yang saat ini tengah dikembangan oleh Kementerian Kesehatan bersama lembaga riset ITB juga menjadi salah satu inovasi dalam dunia kesehatan.

"Jadi tiga itu yang difokuskan, kalau kesehatan (termasuk green pharmacy) terkait obat juga," ucapnya.

Tak tanggung-tanggung, Agus menyebutkan, tahun ini BRIN berencana mengirimkan para ilmuwannya untuk melakukan riset di luar negeri soal biodiversitas yang bisa menyukseskan pada konsep green pharmacy.

"Salah satu strategi kami di penguatan SDM setahun ini sampai lima tahun yang akan datang, kami akan mengirim 250 orang ke luar negeri di bidang biodiversitas. Karena kami mengharapkan biodiversitas kita bisa dimanfaatkan, termasuk untuk kesehatan," kata dia.

Pengembangan Teknologi Farmasi

Kementerian Kesehatan tengah mengembangkan konsep green pharmacy untuk transisi penggunaan bahan kimia menjadi herbal dalam memproduksi obat-obatan.

Dirjen Farmasi dan Alat Kesehatan Kemenkes Lucia Rizka Andalusia mengatakan, pengembangan konsep green pharmacy itu sudah diterapkan di negara-negara maju di dunia. Menurutnya, teknologi tersebut dapat mempercepat pengembangan obat.

"Di dunia, perkembangan teknologi kefarmasian itu sekarang sudah bergeser dari produk kimia ke arah bilogic atau biofarmasi karena memberikan kecepatan dalam drug development (pengembangan obat)," ucap Lucia.

Tak hanya mempercepat pengembangan obat, konsep ini juga bisa mengurangi pencemaran lingkungan dalam produksi obat-obatan.

"Kalau kimia kan kita tahu sendiri dari mulai bahan baku kimianya saja sangat sulit, terlebih untuk mendapatkan reduksi cemarannya, kemudian mendapatkan kemurniannya juga sulit. Nah sekarang di seluruh dunia itu sudah bergeser ke arah biofarmasi produk," ujarnya.

Selanjutnya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB) diikutsertakan dalam pengembangan konsep green pharmacy ini. Nantinya, kata dia, ketergantungan Indonesia akan bahan baku obat impor dapat diminimalisir.

"Di teman-teman universitas, di institusi riset itu melakukan penelitian dasar. Manakala sudah menjadi penelitian terapan ke pasien, itu baru tugas kami karena melibatkan rumah sakit yang ada di bawah kemenkes," sambungnya.

Dekan Sekolah Farmasi ITB I Ketut Adnyana menambahkan, ITB secara umum siap mendukung konsep green pharmacy untuk perubahan dalam bidang farmasi. Menurutnya, konsep tersebut menjadi pintu awal dalam riset, praktek dan industri farmasi yang lebih ramah lingkungan.

Dekan Sekolah Farmasi ITB I Ketut AdyanaDekan Sekolah Farmasi ITB I Ketut Adyana Foto: Istimewa

Sekolah farmasi ITB memiliki 5 kelompok Keilmuan (KK) di antaranya Farmakokimia, Biologi farmasi, Farmakologi-Farmasi Klinik, Farmasetika, dan Ilmu Keolahragaan, yang masing-masing bisa berkaitan dengan green pharmacy.

"Kami berusaha menilik permasalahan tersebut (bahan obat, kosmetik dan lain-lain) dengan harapan mencari solusinya ditinjau dari aspek kefarmasian," ujar Ketut.




(dir/dir)


Hide Ads