Angka kekerasan terhadap perempuan di Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat pertama paling tinggi di Indonesia. Hal tersebut mengacu pada data catatan tahunan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan tahun 2024. Sepanjang 2024, tercatat ada 55.660 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Jawa Barat.
Angka tersebut setara dengan 16,8 persen dari total kasus yang terjadi di seluruh Indonesia. Adapun jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di seluruh Indonesia sepanjang 2024 tercatat sebanyak 330.097 kasus.
Komisioner Komnas Perempuan, Daden Sukendar mengatakan, jumlah keseluruhan angka kekerasan terhadap perempuan di seluruh Indonesia juga mengalami kenaikan 14,7% dibandingkan tahun sebelumnya.
Selain disebabkan oleh kasus kekerasan yang masih marak terjadi, ia menyebutkan, bahwa kenaikan jumlah kekerasan yang tercatat juga menjadi sinyal bahwa sudah lebih banyak masyarakat yang berani melaporkan tindak kekerasan yang dialami.
"Tingginya kasus itu juga bisa dipahami sebagai kesadaran masyarakat yang semakin tinggi, keberanian masyarakat untuk melapor meningkat. Tapi di sisi lain juga harus jadi motivasi bagi kami soal pentingnya kerjasama seluruh pihak untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut," ungkap Daden saat ditemui di sela acara Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan di Bandung, Jumat (5/12/2025).
Terkait bentuk kekerasan terhadap perempuan yang paling marak terjadi, Daden menuturkan, kekerasan berbasis gender online (KGBO) menjadi salah satu yang mendominasi. Hal ini merupakan kasus kekerasan yang terjadi di ranah digital yang menargetkan seseorang berdasarkan gender dan seksualitasnya, seperti pelecehan, intimidasi, hingga cyber bullying, yang berujung pada gangguan psikologis korban.
"Di ranah publik itu yang paling banyak terjadi adalah KGBO atau disebut juga kekerasan seksual berbasis elektronik. Untuk di ranah privat, yang paling banyak terjadi adalah kekerasan seksual," jelasnya.
Lebih lanjut, Daden mengatakan, beberapa penyebab tingginya angka kekerasan terhadap perempuan khususnya di Jawa Barat di antaranya adalah paham patriarkis yang masih kuat dianut masyarakat. Pandangan ini cenderung menempatkan perempuan sebagai subordinat laki-laki, di mana laki-laki dipandang sebagai sosok yang lebih kuat dan dominan.
"Kalau dilihat di data tersebut, itu (penyebabnya) memang variatif ya, cuma secara umum adalah karena budaya patriarki yang masih mengakar di masyarakat," jelas Daden.
Simak Video "Video Amnesty: Pernyataan Menbud soal Pemerkosaan 1998 Itu Keliru yang Fatal!"
(mso/mso)