Duh! Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Jabar Tertinggi Nasional

Duh! Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Jabar Tertinggi Nasional

Nur Khansa Ranawati - detikJabar
Jumat, 05 Des 2025 15:39 WIB
Duh! Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Jabar Tertinggi Nasional
Komisioner Komnas Perempuan, Daden Sukendar (Foto: Nur Khansa Ranawati/detikJabar).
Bandung -

Angka kekerasan terhadap perempuan di Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat pertama paling tinggi di Indonesia. Hal tersebut mengacu pada data catatan tahunan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan tahun 2024. Sepanjang 2024, tercatat ada 55.660 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Jawa Barat.

Angka tersebut setara dengan 16,8 persen dari total kasus yang terjadi di seluruh Indonesia. Adapun jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di seluruh Indonesia sepanjang 2024 tercatat sebanyak 330.097 kasus.

Komisioner Komnas Perempuan, Daden Sukendar mengatakan, jumlah keseluruhan angka kekerasan terhadap perempuan di seluruh Indonesia juga mengalami kenaikan 14,7% dibandingkan tahun sebelumnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain disebabkan oleh kasus kekerasan yang masih marak terjadi, ia menyebutkan, bahwa kenaikan jumlah kekerasan yang tercatat juga menjadi sinyal bahwa sudah lebih banyak masyarakat yang berani melaporkan tindak kekerasan yang dialami.

"Tingginya kasus itu juga bisa dipahami sebagai kesadaran masyarakat yang semakin tinggi, keberanian masyarakat untuk melapor meningkat. Tapi di sisi lain juga harus jadi motivasi bagi kami soal pentingnya kerjasama seluruh pihak untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut," ungkap Daden saat ditemui di sela acara Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan di Bandung, Jumat (5/12/2025).

ADVERTISEMENT

Terkait bentuk kekerasan terhadap perempuan yang paling marak terjadi, Daden menuturkan, kekerasan berbasis gender online (KGBO) menjadi salah satu yang mendominasi. Hal ini merupakan kasus kekerasan yang terjadi di ranah digital yang menargetkan seseorang berdasarkan gender dan seksualitasnya, seperti pelecehan, intimidasi, hingga cyber bullying, yang berujung pada gangguan psikologis korban.

"Di ranah publik itu yang paling banyak terjadi adalah KGBO atau disebut juga kekerasan seksual berbasis elektronik. Untuk di ranah privat, yang paling banyak terjadi adalah kekerasan seksual," jelasnya.

Lebih lanjut, Daden mengatakan, beberapa penyebab tingginya angka kekerasan terhadap perempuan khususnya di Jawa Barat di antaranya adalah paham patriarkis yang masih kuat dianut masyarakat. Pandangan ini cenderung menempatkan perempuan sebagai subordinat laki-laki, di mana laki-laki dipandang sebagai sosok yang lebih kuat dan dominan.

"Kalau dilihat di data tersebut, itu (penyebabnya) memang variatif ya, cuma secara umum adalah karena budaya patriarki yang masih mengakar di masyarakat," jelas Daden.

Pandangan patriarki tersebut pada akhirnya dapat memunculkan relasi kuasa yang timpang antara pelaku dan korban. Di mana sang korban perempuan, Daden mengatakan, acap kali memilih untuk menutup rapat-rapat kekerasan yang dialaminya.

"Itu juga jadi memicu budaya tutup mulut dan diam karena kasus masih dianggap tabu," ungkapnya.

Daden menuturkan, ketimpangan relasi kuasa ini juga tak hanya terjadi dalam konteks rumah tangga ataupun hubungan romantis. Di berbagai kasus di Jawa Barat, ia mengatakan, terdapat beberapa kasus yang melibatkan dosen dan mahasiswa, bahkan juga dokter dengan pasien.

"Di lembaga pendidikan yang masih banyak terjadi itu di antaranya pelakunya guru atau dosen, sementara korbannya adalah mahasiswa yang sedang bimbingan atau sejenisnya. Itu kan menunjukkan adanya relasi kuasa yang sangat tegas ya, sehingga banyak mendorong korban untuk diam karena ketakutan, juga takut dianggap menyebar aib lembaga," terangnya.

Daden menegaskan, kekerasan seksual terhadap perempuan dapat terjadi di seluruh lapisan demografi tanpa terkecuali. Dalam beberapa kasus, ia mengatakan, pelaku kekerasan seksual merupakan sosok berpendidikan dan berstatus ekonomi tinggi.

"Terjadinya kekerasan seksual itu bukan karena pendidikannya rendah, karena ada juga guru besar menjadi pelaku, dokter menjadi pelaku. Berarti dari pendidikan dan status ekonomi pun menengah ke atas. Kekerasan seksual itu bisa terjadi di mana pun oleh siapapun," paparnya.

Ia juga mengimbau masyarakat untuk tak ragu melaporkan tindak kekerasan terhadap perempuan kepada pihak berwenang, termasuk melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Pelaporan dapat dilakukan lewat hotline ataupun nomor kontak yang telah disediakan.

"Komnas Perempuan mendorong masyarakat untuk tetap berani speak up dan saling peduli dengan masyarakat sekitarnya. Pengaduan bisa dilakukan ke KemenPPPA lewat nomor 129 atau WhatsApp 08111129129," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video Amnesty: Pernyataan Menbud soal Pemerkosaan 1998 Itu Keliru yang Fatal!"
[Gambas:Video 20detik]
(mso/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads