Pohon dan Jejak Kelahiran Putri Belanda di Jampang Kulon

Lorong Waktu

Pohon dan Jejak Kelahiran Putri Belanda di Jampang Kulon

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Senin, 07 Apr 2025 08:30 WIB
Bangunan Belanda di Jampang Kulon
Bangunan Belanda di Jampang Kulon (Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar)
Sukabumi -

Di pusat kota Jampang Kulon, deretan pohon beringin berdiri kokoh, menaungi alun-alun yang telah menjadi denyut nadi kehidupan masyarakat sejak zaman kolonial.

Tak banyak yang tahu, pohon-pohon ini bukan sekadar pelengkap lanskap, tetapi juga bagian dari sebuah perayaan, yakni peringatan kelahiran Putri Juliana, anak tunggal Ratu Wilhelmina dari Belanda.

"Dalam biografi Profesor dr. H. Muchtar Affandi, disebutkan bahwa pohon-pohon di alun-alun Jampang Kulon ditanam pada tahun 1909. Ini dilakukan sebagai tanda peringatan kelahiran Putri Juliana yang saat itu dipersiapkan untuk menjadi penerus takhta," kata Agis Prayudi, pegiat sejarah Pajampangan kepada detikJabar belum lama ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Agis, tradisi menanam pohon sebagai peringatan bukan hal asing di masa kolonial. Pemerintah Hindia Belanda kerap menggunakan cara ini untuk menandai peristiwa penting kerajaan di negeri asalnya.

Pohon-pohon yang ditanam di Jampang Kulon seolah menjadi perpanjangan tangan kekuasaan Belanda, mengakar dalam tanah Nusantara.

ADVERTISEMENT

Namun, seiring waktu, pohon-pohon itu tak lagi hanya berfungsi sebagai simbol kolonial. Mereka menjadi bagian dari kehidupan warga Jampang Kulon.

"Alun-alun ini dulu pusat aktivitas. Anak-anak bermain di bawah pohon, pedagang berjualan di sekitarnya, dan bahkan di masa revolusi, tempat ini menjadi titik strategis pergerakan masyarakat," ujar Agis, mengutip biografi Muchtar Affandi.

Sejarah kemudian berputar. Setelah Indonesia merdeka, alun-alun dan pohon-pohonnya tetap bertahan, tetapi maknanya berubah. Dulu sebagai monumen bagi kerajaan asing, kini menjadi bagian dari identitas Jampang Kulon.

"Pohon-pohon yang ditanam untuk mengenang kelahiran seorang putri kerajaan kolonial, kini lebih dikenal sebagai peneduh warga lokal," kata Agis.

Pohon di Jampang KulonPohon di Jampang Kulon Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar

Tak jauh dari alun-alun, berdiri masjid besar yang juga menjadi simbol penting bagi masyarakat Jampang Kulon.

"Masjid ini adalah bangunan terbesar pada masanya, dengan lantai hitam mengilap dan dinding kayu yang kokoh. Ia menjadi pusat ibadah, sekaligus bukti bahwa masyarakat di sini memiliki kekuatan spiritual yang mendalam," tutur Agis.

Kini, lebih dari seabad setelah pohon-pohon itu ditanam, Jampang Kulon telah berubah. Belanda telah lama pergi, Putri Juliana pun telah wafat, tetapi pohon-pohon beringin itu tetap berdiri.

Mereka adalah saksi bisu zaman yang berganti, dari kolonialisme hingga kemerdekaan, dari peringatan seorang putri raja asing menjadi pelindung bagi anak-anak Jampang Kulon yang berlarian di bawahnya.




(sya/dir)


Hide Ads