Gelombang Penolakan Pembangunan Tambak Udang di Surade Sukabumi

Gelombang Penolakan Pembangunan Tambak Udang di Surade Sukabumi

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Kamis, 13 Feb 2025 11:30 WIB
Penolakan Warga Terkait Pembangunan Tambak Udang di Surade, Sukabumi
Penolakan Warga Terkait Pembangunan Tambak Udang di Surade, Sukabumi. (Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar)
Sukabumi -

Pembangunan Tambak Udang Vaname di Kampung Mekarjaya, Desa Buniwangi, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi mendapat penolakan warga. Bahkan beberapa kali warga menggelar aksi demonstrasi, potongan video aksi penolakan tersebut bahkan beredar di media sosial.

Warga juga membentuk Forum Masyarakat dan Nelayan Minajaya Bersatu, yang kemudian secara perlahan menampung suara-suara penolakan terhadap tambak udang yang rencananya akan dibangun di atas lahan seluas 108 hektare itu Penolakan ini didasarkan pada kekhawatiran terhadap dampak lingkungan, sosial, serta dugaan ketidakjelasan legalitas perusahaan yang menggarap proyek tersebut.

Denda, perwakilan dari Forum Masyarakat dan Nelayan Minajaya Bersatu, mengungkapkan bahwa forum ini dibentuk sebagai wadah untuk menampung aspirasi warga dari berbagai latar belakang, termasuk nelayan, petani, penggarap lahan, hingga pelaku UMKM yang terdampak rencana pembangunan tambak, ia menjelaskan ada 775 tandatangan penolakan dari warga.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Awalnya kami mendatangi pemerintah desa untuk mempertanyakan perizinan proyek ini. Setelah itu, kami berupaya ke tingkat kecamatan hingga audiensi dengan dinas terkait pada Januari lalu. Dari audiensi itu, Dinas Perizinan dan DPMPTSP mengeluarkan surat teguran pertama kepada perusahaan karena ditemukan belum adanya dokumen legal seperti PKKPR, UKL-UPL, dan PBG, tetapi di lapangan sudah dilakukan land clearing dengan 11 alat berat," ujar Denda, Rabu (12/2/2025).

Namun, surat teguran tersebut tidak mendapat respons. Bahkan, setelah surat teguran kedua dikeluarkan pada 30 Januari 2025, aktivitas perusahaan masih tetap berjalan tanpa tindakan tegas dari pemerintah.

ADVERTISEMENT

Menurut Denda, warga menolak pembangunan tambak udang karena khawatir terhadap dampak lingkungan dan sosial. Pengalaman buruk dari tambak udang sebelumnya yang ada di wilayah mereka semakin memperkuat penolakan ini.

"Trauma itu masih ada. Dulu ada tambak serupa yang akhirnya ditutup karena mencemari laut. Air laut sampai menghitam, warga bersama kelompok nelayan dan Pokdarwis turun ke lapangan melihat langsung kondisi limbah yang membahayakan. Dari situ, tambak akhirnya ditutup," jelasnya.

Selain itu, keberadaan tambak dianggap dapat mengancam ketahanan pangan warga. Saat ini, lahan yang rencananya akan dialihfungsikan menjadi tambak merupakan kawasan pertanian dan perkebunan, termasuk lahan penyadap gula kelapa dan sawah.

"Dulu Dinas Pertanian pernah melakukan pemetaan lahan pertanian di sini, luasnya sekitar 26 hektar. Kalau dijadikan tambak, pertanian mau dikemanakan? Nanti warga harus beli beras sendiri," tambah Denda.

Denda juga menyoroti sikap perusahaan yang dinilai tidak transparan dalam hal legalitas. Menurutnya, warga yang mempertanyakan izin perusahaan justru mendapat jawaban normatif bahwa persetujuan cukup di tingkat atas sesuai Undang-Undang Cipta Kerja.

"Mereka bilang semua sudah sesuai aturan, tapi faktanya izin-izin dasar mereka belum ada. Saat dialog dengan warga, mereka mengklaim teknologi pengolahan limbahnya canggih, bahkan bisa menghasilkan pupuk gratis. Tapi, mereka tidak pernah melampirkan portofolio perusahaan, pengalaman mereka di bidang ini bagaimana, apalagi menjelaskan teknologi yang dimaksud dengan orang yang ahli," ujar Denda.

Menurutnya, jika perusahaan memang memiliki teknologi canggih dalam pengelolaan limbah, seharusnya ada perwakilan ahli yang turun langsung ke masyarakat untuk menjelaskan secara transparan.

Tanggapan Perusahaan

Penolakan Warga Terkait Pembangunan Tambak Udang di Surade, SukabumiPenolakan Warga Terkait Pembangunan Tambak Udang di Surade, Sukabumi Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar

Hendra Permana perwakilan PT Berkah Semesta Maritim menanggapi penolakan tersebut. "Ada empat poin yang kami perjuangkan, yang pertama soal perizinan. Kami melihat ada alih kepemilikan dari perusahaan lama ke perusahaan baru, dan perizinannya sudah dilaksanakan. Kedua, terkait isu lingkungan, perusahaan ini menggunakan teknologi baru yang pertama kali diterapkan di Indonesia, dengan sistem IPAL mumpuni untuk mengolah limbah," ujar Hendra.

Menurutnya, kekhawatiran masyarakat terhadap pencemaran laut akibat limbah tambak bisa ditepis dengan teknologi tersebut. Selain itu, perusahaan juga disebut telah memenuhi tuntutan terkait pemisahan lahan hijau (green belt) agar tidak mengganggu pariwisata.

"Kami bersyarat betul bahwa jika tambak ini ada, lahan hijau harus tetap ada dan dipisahkan. Alhamdulillah, itu sudah dipatok bersama unsur Forkopimcam hingga pemerintahan desa," katanya.

Selain itu, perusahaan juga berkomitmen untuk mengutamakan tenaga kerja lokal dan memberikan kompensasi kepada masyarakat yang terdampak. Hendra menyebut bahwa mayoritas pekerja tambak akan berasal dari Desa Buniwangi dan sekitarnya.

"Perusahaan juga sudah mulai memberikan bantuan, meski jumlahnya masih relatif kecil. Tapi ini menunjukkan ada perhatian terhadap masyarakat sekitar," tambahnya.

Tak hanya itu, Hendra menegaskan bahwa perusahaan rekam jejak positif dalam program Corporate Social Responsibility (CSR), tidak hanya di Sukabumi tetapi juga di wilayah lain.

Perusahaan Belum Lengkapi Persizinan

Penolakan Warga Terkait Pembangunan Tambak Udang di Surade, SukabumiPenolakan Warga Terkait Pembangunan Tambak Udang di Surade, Sukabumi Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar

Sementara itu Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Sukabumi telah mengeluarkan dua teguran tertulis kepada PT Berkah Semesta Maritim yang mengembangkan tambak udang di Pantai Minajaya, Desa Buniwangi, Kecamatan Surade.

Teguran pertama diberikan pada 23 Januari 2025, dengan alasan belum dipenuhinya sejumlah dokumen perizinan, seperti Kajian Pengelolaan Risiko (KPR), Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), serta Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). DPMPTSP menegaskan bahwa seluruh persyaratan administratif harus dilengkapi sebelum proyek dapat berjalan sesuai aturan yang berlaku.

Kemudian, teguran kedua dikeluarkan pada 30 Januari 2025, yang menegaskan agar perusahaan menghentikan sementara aktivitas pra-konstruksi, seperti pembersihan lahan, hingga semua dokumen yang dibutuhkan rampung.

"Pertama berkenaan dengan persyaratan dasar, kesesuaian ruang, apakah di situ diperbolehkan tambak udangnya memang sesuai dengan kesesuaian ruang kita, yang kedua berkaitan dengan kegiatan lingkungan, UKL UPL, ini yang kemudian yang sedang kita dorong untuk dilakukan percepatan," kata Ali Iskandar, Kepala DPMPTSP kepada awak media.

Terkait adanya aktivitas di lapangan menurut informasi warga, Ali mengatakan bahwa pihak perusahaan tengah melakukan land clearing.

"Kegiatan beralasannya sedang melakukan land clearing, (upaya pemberhentian) harus berjenjang DPMPTSP nanti melimpahkannya ke Satpol PP harus berjenjang, kemudian harus sesuai prosedur, kita saat ini masih menghimbau saja, kemudian dilakukan penundaan sementara," jelas Ali.

(sya/iqk)


Hide Ads