Rencana pembangunan tambak udang di kawasan Minajaya, Desa Buniwangi, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi, menuai kritik dari berbagai pihak. Minajaya yang merupakan bagian dari kawasan wisata Bumi Geopark Ciletuh dikhawatirkan akan terdampak secara ekologis dan ekonomi akibat keberadaan tambak tersebut.
Kekhawatiran ini muncul karena tambak udang Vaname direncanakan mencakup area seluas 108 hektare, berbatasan langsung dengan permukiman warga dan laut lepas di pesisir Minajaya. Salah satu kritik keras datang dari Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, yang merespons penolakan warga melalui akun Instagramnya.
"Menanggapi pernyataan nelayan yang menolak tambak udang di wilayah pesisir Ujung Kulon atau yang saya sebut sebagai Ujung Genteng, saya sampaikan bahwa berdasarkan surat yang saya lihat dari Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), telah diberikan teguran kedua kepada PT Berkah Semesta Maritim karena melakukan kegiatan tanpa izin. Sebelum saya dilantik pada 20 Februari 2025, saya mengajak saudara untuk mematuhi hukum yang berlaku," ujar Dedi dalam unggahan Instagramnya, yang dikutip detikJabar pada Sabtu (15/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam video tersebut, Dedi juga menampilkan rekaman aksi protes warga yang viral, di mana mereka berunjuk rasa di depan alat berat yang beroperasi di lokasi tambak.
"Apabila izin belum dikeluarkan, maka tidak boleh ada kegiatan apa pun, apalagi jika kegiatan tersebut merugikan masyarakat. Saya meminta perusahaan untuk menghentikan aktivitas pra kontruksi. Jika tetap berlanjut, setelah saya menjabat, saya akan mengambil tindakan sesuai peraturan yang berlaku. Mari bersama-sama menjaga lingkungan agar tidak ada kerugian bagi masyarakat, bangsa, dan negara," tambahnya.
Kritik dari DPR dan Masyarakat
Selain Dedi, kritik juga datang dari Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS, drh Slamet. Dalam rapat kerja dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 20 November 2024, ia mempertanyakan kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) tambak udang tersebut.
"Terakhir, ini titipan dari daerah pemilihan saya, Pak Menteri. Ada pembukaan tambak baru. Kami punya pengalaman buruk dengan Amdal yang tidak sesuai, terutama terkait pembuangan limbah yang merugikan masyarakat. Saya berharap sebelum izin dikeluarkan, pemerintah memastikan bahwa proyek ini tidak mengganggu sektor pariwisata yang menjadi sumber penghidupan warga sekitar. Selain itu, tenaga kerja lokal juga harus diprioritaskan," ujar Slamet dalam rapat tersebut, video itu terlihat baru diunggah pada Jumat (14/2/2025).
Di tingkat lokal, gelombang penolakan dari warga semakin menguat setelah mereka membentuk Forum Masyarakat dan Nelayan Minajaya Bersatu (FMNMB). Dalam rapat dengan Komisi II DPRD Kabupaten Sukabumi dan perwakilan PT Berkah Semesta Maritim (BSM) pada Kamis (13/2/2025), warga menegaskan bahwa mereka belum pernah mendapat konfirmasi resmi terkait proyek tambak ini.
"Dari dulu kami hanya mendengar kabar soal tambak ini, tapi hingga hari ini tidak ada konfirmasi langsung dari pihak perusahaan, terutama kepada warga Kampung Pasir Ipis," kata Supriatin, tokoh masyarakat yang akrab disapa Aom.
Menurutnya, meskipun tambak belum beroperasi, dampak lingkungan sudah mulai terasa. Ia menilai perubahan suhu yang lebih panas mungkin berkaitan dengan proyek tersebut.
"Sebelumnya, kami tidak mengalami panas seperti ini. Bahkan menurut BMKG, masih ada hujan, tapi kenapa sekarang tidak ada? Banyak petani mengeluhkan sawah yang kering dan gagal panen," ujarnya.
Aom juga mengingatkan dampak negatif dari proyek peternakan ayam di daerahnya beberapa tahun lalu. Saat itu, penyebaran lalat menyebabkan gangguan kesehatan seperti gatal-gatal dan sakit perut. Ia khawatir kejadian serupa akan terulang dengan adanya tambak udang.
"Dulu proyek peternakan ayam saja membuat kampung kami dipenuhi lalat, apalagi tambak udang yang bau danlimbahnya lebih berbahaya," tambahnya.
Respons PT BSM
Di tengah polemik ini, perwakilan PT BSM Mukhlis menyatakan, bahwa persoalan ini terjadi akibat perbedaan persepsi antara warga dan perusahaan.
"Sebetulnya ini hanya masalah perbedaan persepsi. Kami menganggap bahwa pembersihan lahan (land clearing) adalah bagian dari kegiatan bersih-bersih, bukan pelanggaran aturan. Namun, kami tetap patuh terhadap regulasi dan faktanya, sejak kemarin kami sudah menghentikan proyek," kata Mukhlis saat rapat dengan Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi.
Ia juga menegaskan bahwa perusahaan berkomitmen untuk mematuhi semua peraturan lingkungan dan menghormati kearifan lokal.
"Kami sangat peduli dengan peraturan dan tidak akan melanggarnya. Kami akan mengikuti aturan pemerintah terkait pencemaran lingkungan, kearifan lokal, serta perekrutan tenaga kerja lokal," ujarnya.
Meski demikian, hingga kini belum ada kejelasan mengenai kelanjutan proyek tambak ini. Warga Minajaya tetap bersikeras menolak, sementara pemerintah dan pihak terkait masih mengevaluasi dampak lingkungan serta perizinan yang diperlukan.
Dengan status Minajaya sebagai bagian dari Bumi Geopark Ciletuh, keputusan mengenai tambak udang ini dianggap akan berpotensi menjadi preseden bagi proyek-proyek lain di kawasan konservasi dan pariwisata.
Simak Video "Video Gelombang Penolakan Pembangunan Tambak Udang di Sukabumi"
[Gambas:Video 20detik]
(sya/mso)