Komisi II DPRD Kabupaten Sukabumi menggelar audiensi antara warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat dan Nelayan Minajaya Bersatu (FMNMB) dengan pihak PT Berkah Semesta Maritim (BSM).
Pertemuan pada Kamis (14/2) kemarin berlangsung alot, dengan warga tetap bersikeras menolak rencana pembangunan tambak udang di Desa Buniwangi, Kecamatan Surade. Sementara itu, pihak perusahaan mengklaim telah menghentikan aktivitas proyek dan berkomitmen mengikuti regulasi yang ada.
Komisi II DPRD: Aktivitas Tambak Harus Dihentikan
Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Sukabumi, Hamzah Gurnita, menegaskan bahwa segala aktivitas pembangunan tambak harus dihentikan hingga seluruh perizinan selesai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tadi kami tanyakan juga, sesuai teguran kedua yang dilayangkan oleh Dinas Perizinan, mereka harus menghentikan segala kegiatannya dulu, dan itu harus dilakukan. Sesuai arahan pimpinan pun sama, sebelum semua perizinan selesai, kegiatan harus dihentikan," kata Hamzah kepada detikJabar.
Hamzah juga mengungkapkan bahwa audiensi ini dilakukan untuk mendengar langsung keluhan warga serta meninjau kesesuaian regulasi yang berlaku.
"Kami ingin mendengarkan keluh kesah masyarakat. Dampak yang akan ditimbulkan dan sebagainya perlu kami ketahui. Kami juga memanggil pihak perusahaan serta mitra kerja, termasuk DPTR, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas Perizinan, agar ada kejelasan terkait izin dan dampaknya," ujar Hamzah.
Meskipun pertemuan berlangsung alot dan sempat deadlock, Hamzah menyebut ada komunikasi antara kedua belah pihak.
"Tadi memang sempat deadlock, tapi ada sedikit komunikasi antara masyarakat dan perusahaan. Mereka akan segera mengabari hasil keputusan mereka," tambahnya.
Warga Menolak, Sikap Kades Dipertanyakan
Sementara itu warga tetap bersikeras menolak keberadaan tambak udang yang dinilai akan merusak lingkungan dan tatanan sosial. Salah satu perwakilan warga, Husna, menyoroti sikap pemerintah desa yang dinilai berubah-ubah dalam menyikapi proyek ini.
"Hari Jumat itu saya masih ingat, kepala desa langsung melihat deklarasi kami, bahkan sepakat menolak tambak. Itu ada videonya. Tapi beberapa hari kemudian, dia malah berdeklarasi lagi dengan perangkat desanya, BPD, dan Karang Taruna, seolah mendukung proyek ini," ujar Husna.
Husna menduga ada tekanan atau kepentingan tertentu yang membuat sikap pemerintah desa berubah. Padahal sebelumnya berada satu barisan dengan masyarakat.
"Ada yang sepakat, ada yang tidak. Tapi yang kami sayangkan, regulasi belum jelas, izin belum beres, tapi mereka sudah berani mengeksekusi di lapangan," katanya.
![]() |
Husna menegaskan bahwa warga datang ke audiensi bukan untuk bernegosiasi, melainkan untuk memastikan tambak tidak berdiri di wilayah Minajaya.
"Kami datang ke sini bukan untuk bernegosiasi atau mencari solusi kompromi. Kami datang untuk menolak. Itu esensi utama perjuangan kami," tegasnya.
Kata Perusahaan
Di sisi lain, perwakilan PT BSM, Mukhlis, menyebut bahwa persoalan ini muncul karena perbedaan persepsi antara warga dan perusahaan.
"Sebenernya sih itu awalnya masalah perbedaan persepsi. Karena kami menganggap bahwa land clearing itu satu kegiatan bersih-bersih. Bukannya kami tidak menaati aturan, kami taati. Faktanya hari ini, mulai kemarin juga kita sudah memberhentikan proyek," ujar Mukhlis.
Ia menegaskan bahwa perusahaan berkomitmen untuk mematuhi regulasi terkait lingkungan dan kearifan lokal.
"Sudah clear, masalah tuntutan lingkungan. Kami sangat concern terhadap peraturan. Itu sangat tidak kita langgar, tidak akan kita langgar. Kita ikuti aturan pemerintah. Masalah pencemaran, masalah kearifan lokal, dan tenaga kerja lokal, itu sudah pasti kita taati semuanya," tambahnya.
Namun, saat ditanya mengenai status Hak Guna Bangunan (HGB), Mukhlis enggan berkomentar.
"Oh itu bukan saya yang jawab ya. Saya tidak ikut campur dalam hal itu," ujarnya.
Diketahui, PT BSM menyewa kepada pemilik lahan berstatus SHGB sebagai lokasi tambak. Taopik Guntur anggota Komisi II dalam audensi sempat menyinggung status tersebut, karena pemegang HGB tersebut habis di tahun 2028.
"PT BSM kerjasama 15 tahun, sementara SHGB habis di tahun 2028. Ini bagaimana," tanya Taopik.
(sya/dir)