Di beranda rumahnya, sejumlah pemuda biasa berjaga. Mereka datang secara sukarela, khawatir akan keselamatan Abu yang terus didatangi sejumlah orang yang meminta Abu menandatangani surat persetujuan tambak. Namun, Abu bergeming. Ia dan warganya tetap menolak keberadaan tambak yang dinilai akan membawa dampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.
"Sampai mata bintitan tiap malam, kurang tidur. Anak-anak pemuda jagain saya karena banyak yang khawatir. Banyak orang yang minta saya tanda tangan persetujuan pembangunan tambak," ujar Abu, sembari mengusap wajah lelahnya, Rabu (13/2/2025).
Keputusan menolak tambak udang ini bukan tanpa alasan. Abu dan warga khawatir akan limbah yang dihasilkan. Menurutnya, tambak-tambak yang sudah ada sebeumnya menimbulkan bau menyengat dan mencemari lingkungan. Terlebih, lokasi tambak yang direncanakan ini tidak sekadar berada dekat dengan pesisir pantai seperti tambak pada umumnya, tapi juga dekat dengan permukiman.
Tangan Abu spontan menepis kotoran di kaus putih bergambar wajah Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat terpilih. "Kalau kata Kang Dedi mah lembur di urus kota ditata, saya juga belajar banyak soal lingkungan dari Kang Dedi bapa aing," tutur Abu.
"Ini bukan hanya soal lingkungan, tapi soal masa depan anak cucu kami. Bau limbah udang itu khawatirnya bakal menyengat, belum lagi kekhawatirn dampak ekologisnya. Apalagi katanya ini bakal jadi tambak udang terbesar ketiga di Asia," sambungnya, dengan nada prihatin.
Sebagai Ketua RT yang baru menjabat enam bulan, Abu merasa ini adalah ujian besar bagi kepemimpinannya. Ia mengaku sempat diintimidasi dan bahkan dicap sebagai provokator karena menolak proyek tersebut.
"Saya sampai disebut provokator. Saya takut, warga juga takut. Tapi saya tetap bertahan. Ini harga mati demi lingkungan kami. Taruhannya juga nyawa," tegasnya.
Abu juga mengungkapkan bahwa beberapa oknum datang pada malam hari, mencoba membujuknya dengan berbagai cara, termasuk membawa uang Rp100 ribu per kepala keluarga agar warga mau menandatangani persetujuan tambak. Namun, ia dan warga tetap teguh pada pendirian mereka.
"Kami tidak bisa dibeli. Kalau kami sudah menandatangani, nanti susah untuk protes. Makanya dari awal kami menolak," jelasnya.
![]() |
Dua kali aksi penolakan sudah dilakukan oleh warga, dan dalam waktu dekat, mereka berencana membawa perlawanan ini ke DPRD untuk audiensi. Meski Abu sadar bahwa perusahaan yang ingin membangun tambak memiliki pengaruh besar, ia berharap suara warga tetap didengar.
"Kalau memang ini tetap dipaksakan, apakah perusahaan siap menanggung dampaknya? Kami akan terus berjuang," tandasnya.
Perusahaan Bantah Lakukan Intimidasi
Sementara itu, Bakang Anwar As'adi, salah satu Humas dari pihak PT Berkah Semesta Maritim (BSM) membantah soal adanya intimidasi, paksaan atau tekanan terhadap masyarakat untuk menandatangani izin lingkungan.
"Terkait isu yang beredar bahwa masyarakat diintimidasi untuk menandatangani izin lingkungan, saya bantah," tegas Bakang dalam keterangannya.
Menurutnya, izin lingkungan sebenarnya bukan kewajiban berdasarkan aturan dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Namun, karena ada permintaan dari masyarakat, pihak perusahaan akhirnya mengabulkan permohonan tersebut.
"Sebenarnya izin lingkungan itu tidak menjadi keharusan menurut peraturan dalam UU Cipta Kerja. Tapi karena masyarakat mengajukan itu semua, maka pihak perusahaan mengabulkannya," jelasnya.
Bakang juga mengungkapkan keheranannya terhadap reaksi warga yang justru menolak meski permintaan mereka telah dipenuhi.
"Yang heran, ketika harapan mereka dikabulkan, malah mereka menolak. Bahkan beredar isu bahwa pihak perusahaan mengintimidasi," tambahnya.
(sya/yum)