Linimasa media sosial di Cianjur kini ramai dengan diperbincangkan. Sebuah video viral tentang tes kehamilan puluhan siswi SMA di sana tiba-tiba menjadi sorotan dan tak luput dari pro-kontra.
Jadi, dalam video yang beredar, nampak puluhan siswi SMA terlihat mengantre untuk menjalani tes urine untuk tes kehamilannya. Sembari didampingi guru perempuan, satu per satu siswi masuk ke toilet dan langsung dites menggunakan alat tes kehamilan yang sudah dipersiapkan.
Setelah tes dilakukan, alat itu kemudian dibawa pihak guru tanpa mengumumkan hasilnya kepada puluhan siswi di sana. Belakangan, setelah ditelusuri, video itu direkam di SMA Desa Padaluyu, Kecamatan Cikadu, Cianjur, Jawa Barat (Jabar).
Ternyata, tes kehamilan itu dilakukan bukan secara tiba-tiba. Pihak sekolah sudah menjalankan rutinitas ini selama 2 tahun lamanya, dengan diterapkan setelah libur semesteran dan pada tahun ajaran baru.
Alasan di baliknya sebetulnya sungguh mulia. Pihak sekolah ingin mencegah siswinya mengalami kehamilan saat masih di usia sekolah. Sebab tiga tahun yang lalu, sekolah sempat dikagetkan dengan kabar ada seorang siswi yang hamil setelah libur semesteran.
"Jadi ada orang tua siswa yang datang, memberitahukan jika anaknya hamil. Kemudian tidak melanjutkan sekolah. Makanya kita jalankan program ini untuk memastikan para siswi terhindar dari pergaulan bebas," kata Kepala SMA Desa Padaluyu, Sarman, Rabu (22/1/2025).
Selama dua tahun berjalan, Sarman mengakui rutinitas ini sebetulnya berjalan baik-baik saja. Tes kehamilannya juga dilakukan secara tertutup dan hasilnya tidak diumumkan karena hanya jadi sebatas bahan evaluasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan ia memastikan, setelah tes selesai dilakukan kepada 53 siswinya, seluruh siswi tersebut dinyatakan negatif dari kehamilan. Meskipun demikian, masih ada 30 siswi lagi yang nantinya bakal menjalani tes susulan.
"Memang tertutup, tapi mungkin kemarin ada salah satu guru yang memvideokan dan menyebarkan di media sosial," ungkapnya.
"Di kegiatan beberapa hari lalu dari total 53 siswa yang jalani tes, seluruhnya negatif atau tidak mengandung. Ada sekitar 30 siswa yang belum tes kehamilan, nanti mereka akan menyusul untuk dites," kata dia menambahkan.
Setelah video itu viral, pihaknya tak menampik rutinitas ini bakal menjadi hal yang kontroversial. Tapi menurutnya, selagi ada nilai positif di dalamnya, program tersebut akan tetap berjalan demi mencegah siswanya terjerumus dalam pergaulan bebas.
"Memang akan ada pro dan kontra. Tapi selagi positif, tetap kami lakukan apalagi dari para orangtua juga mendukung," tandasnya.
Pro-kontra setelah program ini dijalankan muncul usai Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ikut menyoroti tes kehamilan tersebut. KPAI merasa program ini diskriminatif karena menjadikan perempuan sebagai objek.
"Prihatin dengan tindakan tersebut, sebab menempatkan anak perempuan sebagai objek seksual," ujar Komisioner KPAI Ai Maryati.
Menurut pandangan Ai, jika pihak sekolah ingin mengantisipasi pergaulan bebas, seharusnya edukasi dan literasi kepada siswa menjadi perhatian utama. Sebab, upaya pencegahan jadi hal yang mendasar untuk tujuan para siswa di sana terhindar dari pergaulan bebas.
"Harusnya edukasi bagaimana mencegah, bukan melakukan tes kehamilan. Karena fokusnya malah menjadi ke perempuan, sehingga mempengaruhi psikologinya. Meskipun tujuannya baik, tetapi implementasinya menjadi lain," kata dia.
Bukan hanya itu saja. Yang dikhawatirkan dalam dampak tes kehamilan pada siswi adalah adanya objek lain dimana laki-laki juga menjadi penyebab. Sehingga, menjadi tidak tepat jika hanya perempuan yang dites.
"Tanggungjawab itu harusnya menyeluruh. Tapi kebijakan ini menempatkan sebab dan akibat pada perempuan. Sementara peran laki-laki terabaikan," kata dia.
Ai menaruh harapan supaya ada evaluasi kembali terkait kebijakan tes kehamilan ini. Itu dilakukan supaya upaya pencegahan tidak jadi salah sasaran.
"Saya juga berharap Dinas Pendidikan turun tangan agar tidak salah langkah dalam tujuan positif tersebut," tuturnya.
Aktivis Perempuan Cianjur Lidya Umar juga turut menyayangkan kebijakan sekolah untuk tes kehamilan. Sebab menurutnya, yang dilakukan seharusnya lebih kepada pembinaan siswa di sana.
"Ya sayang disayangkan, harusnya cenderung ke pembinaan bukan sampai ke arah tes. Karena itu ranah privasi yang harusnya dilindungi. Dampaknya ke psikologi anak," pungkasnya.