Jawa Barat beberapa kali digegerkan dengan aliran sesat yang membuat was-was masyarakat. Meskipun logika kelompok ini tak bisa diterima secara akal sehat, tapi kenyataannya, banyak warga yang kemudian terjebak dan ikut berbaiat kepada kelompok tersebut.
Dari sekian banyak aliran sesat yang bermunculan, ada satu sosok fenomenal yang kemudian membuat namanya terkenal. Dia adalah Sensen Komara, pria yang pernah mengaku sebagai Presiden Negara Islam Indonesia (NII) di Garut, salah satu kelompok radikal besutan seorang tokoh ternama, Sekarmadji Maridjan (SM) Kartosoewirjo.
Sebelum lebih jauh membahas tentang kiprah Sensen Komara dan kelompok fananya yang berbasis di Garut, sosoknya pun menarik untuk dibahas lebih lanjut. Bagaimana tidak, bersama kelompoknya, dia pernah mendeklarasikan diri sebagai nabi akhir zaman, kemudian menyuruh pengikutnya untuk salat menghadap ke timur, hingga mengklaim sebagai Presiden Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nah, sebelum namanya kala itu tenar, Sensen Komara ternyata sudah terlebih dahulu divonis PN Garut bersalah dalam kasus makar dan penodaan agama pada 2012. Dia saat itu terseret kasus karena mengibarkan bendera NII di lapangan sepakbola Sentra Bakti, Kampung Babakan Cipari, Desa Sukarasa, Kecamatan Pangatikan, Garut, serta mengubah kiblat ke arah timur.
Pengadilan lalu memvonisnya dengan hukuman 4 tahun. Tapi, Sensen Komara tidak dijebloskan ke tahanan, melainkan kurungan di rumah sakit jiwa.
![]() |
Setelah lama tak terdengar, Sensen Komara dan kelompoknya kembali membuat onar. Tepat pada 2017 silam, seseorang bernama Wawan Setiawan yang mengaku sebagai jenderal dan panglima angkatan darat NII pimpinan Sensen Komara membuat gempar karena mengirim surat berisi permintaan salat lima waktu dan salat Jumat menghadap ke timur.
Dalam suratnya kala itu Wawan Setiawan bersama 10 pengikut setianya ingin melaksanakan salat di Masjid Situ Bodol, Desa Tegalgede, Kecamatan Pakenjeng, Garut. Setelah aparat daerah turun tangan, kasus itu pun akhirnya bisa ditangani dan 'si jenderal' ini kemudian diberi pemahaman.
Alhasil, Wawan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di waktu itu dengan hukuman tahanan. PN Garut kemudian memvonisnya selama 10 tahun penjara pada 13 November 2017, usai dinyatakan bersalah melakukan percobaan makar dan penodaan agama.
Sensasi yang kembali hadir. Simak di halaman selanjutnya.
Belum selesai kasus ini menjadi perbincangan, Sensen Komara ternyata kembali membuat onar. Tepat setahun kemudian, tepatnya pada 4 Desember 2018, ada sepucuk surat yang beredar dengan klaim dia merupakan 'nabi akhir zaman'.
Surat itu beredar setelah disampaikan salah satu kelurga di Kecamatan Caringin, Garut. Surat yang ditandatangani seseorang bernama Hamdani ini menyebutkan bahwa Sensen Komara sebagai 'Rasul Allah'.
Tak hanya itu saja. Dalam suratnya, Hamdani pada waktu itu juga merubah dua kalimat syahadat dengan menambahkan nama Sensen Komara. Sontak, kemunculan surat itu membuat was-was masyarakat dan kemudian dinyatakan oleh MUI sebagai aliran sesat.
Alhasil, Hamdani pada waktu itu harus berurusan dengan polisi. Sedangkan Sensen Komara, sempat buka suara kepada awak media saat ditemui di rumahnya, Kampung Bayudbud, Desa Sindangpalay, Kecamatan Karangpawitan, Garut.
Sensen memiliki perawakan yang kurus. Sepintas tidak ada yang aneh dari sosoknya. Dia terlihat seperti masyarakat pada umumnya dan kerap berbincang dengan para tetangga di sekitar rumahnya.
Tapi, dia irit bicara saat diwawancara sejumlah pewarta waktu itu. Ia mengakui masih menjalankan aliran yang dipercayainya bersama para pengikut. "Masih, masih (melakukan salat menghadap timur)," ucap Sensen singkat saat ditanya soal masih atau tidak melakoni alirannya, Rabu (5/12/2018).
Sebelum kasus ini diselidiki, Sensen Komara dan anak buahnya Kembali membuat onar lagi. Hamdani kali ini menulis surat yang menyatakan bahwa Sensen Komara adalah Presiden RI Pusat. Akhirnya, Hamdani kena getahnya. Dia ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan polisi pada 18 Juni 2019.
Setelah kasusnya ramai menjadi perbincangan, ada fakta baru saat itu yang dibeberkan MUI Garut. Ketua MUI Garut waktu itu, KH Sirojul Munir membeberkan bahwa Sensen Komara belum pernah direhabilitasi setelah divonis pengadilan.
"Sensen belum direhabilitasi. Sampai sekarang kan tidak ada hasil kondisi kejiwaan Sensen," ujar Munir kepada wartawan di kantornya, Jalan Otista, Tarogong Kidul, Kamis (20/6/2019).
Pada waktu itu, Munir menegaskan Sensen tidak direhabilitasi lantaran Pemkab Garut enggan mengeluarkan biaya. Munir pun menaruh harapan supaya Sensen dan para pengikutnya direhabilitasi supaya tidak leluasa menyebar ajaran sesatnya.
Apalagi, dia menyebut pada Waktu itu jumlah pengikut Sensen Komara tidak bisa dipandang sebelah mata. Berdasarkan data yang berhasil didapat pihak MUI, pada 2019 ada ribuan pengikut Sensen yang aktif. "Terakhir jumlahnya ada 9 ribu orang," katanya.
Hingga kemudian, sekte bawaannya ini perlahan eksistensinya mulai pudar. Itu terjadi setelah Sensen Komara meninggal dunia sekitar akhir tahun 2019.
Sementara itu, secara umum, menurut data yang dicatat Majelis Ulama Indonesia (MUI), jumlah aliran sesat di Jabar mencapai 22, seperti Ahmadiyah, Al Qiyadah Al Islamiyah, Agama Salamullah/lia Eden, Aliran Surga Eden, Islam Jamaah, Milah Ibrahim, Hidup Dibalik Hidup (HDH), Kutub Robani, Al Qur'an Suci, Amanat Keagungan Ilahi (AKI).
Selanjutnya ada Islam Hanif, Tarekat Qodariyah Naqsabandiyah, Ajaran Khawarik Tasawuf, Ajaran Pajajaran Siliwangi Panjalu, Thoriqoh Attijaniyah, Pengajian Cecep Solihin, Aliran Sapta Darma, Agama Sunda Wiwitan, Gerakan Fajar Nusantara, Abdul Mujib, Islam Bajat dan Baity Jannaty.
Dari jumlah itu, 10 di antaranya telah dinyatakan sesat melalui fatwa MUI dan lainnya. Meski dalam catatan hanya berjumlah 22, namun kenyataannya aliran sesat di Jawa Barat mencapai ratusan jumlahnya.
"144 (totalnya), cuma itu ada yang baru ditemukan kemudian menghilang," kata Sekretaris MUI Jabar Rafani Achyar, Jumat (10/1/2025).
Rafani menjelaskan, Jawa Barat seolah menjadi ladang subur bagi kemunculan aliran-aliran menyimpang. Menurut dia, fenomena munculnya aliran sesat tak hanya bersifat temporer, tetapi juga memiliki pola unik.
"Di Jawa Barat ini kan seperti tanah subur ya, untuk terjadinya aliran sesat atau menyimpang. Jadi kadang-kadang sekarang muncul kemudian diatasi hilang, tapi tidak lama lagi nanti muncul di tempat lain," ungkapnya.
"Kadang seperti metamorfosis, muncul hari ini dengan bentuknya begini, nanti muncul lagi tempat lain namanya berbeda tapi pahamnya masih mirip-mirip, karakteristiknya seperti itu aliran sesat di Jawa Barat," tegasnya.
Dalam asumsinya, Rafani menyebut ada skenario tertentu di balik kemunculan aliran-aliran tersebut. Dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, dia menduga Jawa Barat menjadi medan perebutan ideologi oleh kelompok tertentu.
"Kami juga bertanya-tanya, seperti ada tangan tak terlihat yang mendesain secara halus memunculkan aliran-aliran ini. Mungkin karena jumlah penduduknya besar, umat Islam mayoritas, dan semua agama serta aliran ada. Jadi, daerah ini dianggap strategis," jelasnya.