Throwback: Salat Tiga Waktu ala Islam Suci di Sukabumi

Throwback: Salat Tiga Waktu ala Islam Suci di Sukabumi

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Minggu, 12 Jan 2025 20:00 WIB
Muslim Friday mass prayer in Turkey
Ilustrasi. (Foto: Getty Images/iStockphoto/mustafagull)
Sukabumi -

Sebuah aliran kepercayaan yang menyimpang muncul di Kabupaten Sukabumi pada awal 2000-an dan mulai menjadi perhatian publik pada 2011. Aliran ini dikenal dengan nama Islam Suci.

Dari informasi yang dihimpun detikJabar, aliran ini berpusat di Kampung Ciburial, Desa/Kecamatan Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi. Pemimpinnya adalah Cecep alias Mama Bin Danu Wikarta. Pada puncaknya, aliran ini memiliki sekitar 80 pengikut sebelum dibubarkan otoritas dan tokoh agama.

Keanehan dalam Ajaran dan Ritual

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sukabumi menilai ajaran ini menyimpang karena sejumlah alasan:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

  • Mengingkari rukun iman dan Islam, termasuk mengubah bacaan syahadat
  • Salat hanya dilakukan tiga waktu, berbeda dari ajaran Islam yang mewajibkan lima waktu
  • Salat tidak menghadap kiblat, melainkan menghadap ke empat penjuru arah mata angin
  • Ajaran berbeda secara mutlak, yang menciptakan konflik dengan ajaran Islam arus utama

Keberadaan aliran ini memicu keresahan di masyarakat, terutama karena ritual dan ajarannya yang dianggap melenceng jauh dari syariat Islam. Warga kemudian melaporkan aktivitas aliran ini kepada MUI.

Proses Penanganan Kasus

Setelah dilakukan investigasi, MUI mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa Islam Suci adalah aliran sesat. MUI meminta agar kegiatan kelompok ini dihentikan. Pemerintah daerah dan aparat kepolisian pun diminta untuk turun tangan membubarkan aliran tersebut.

ADVERTISEMENT

Upaya lain yang dilakukan adalah memberikan edukasi kepada masyarakat, baik pengikut aliran maupun warga sekitar, untuk mencegah meluasnya pengaruh ajaran ini.

Pada tahun 2011, aliran Islam Suci resmi dihentikan. Tekanan datang dari berbagai pihak, termasuk tokoh agama, aparat keamanan, dan masyarakat. Pemimpinnya, Cecep, diperingatkan untuk tidak menyebarkan ajarannya lagi. Pengikutnya juga diminta untuk kembali pada ajaran Islam yang sesuai dengan syariat.

Sementara itu, secara umum, menurut data yang dicatat Majelis Ulama Indonesia (MUI), jumlah aliran sesat di Jabar mencapai 22, seperti Ahmadiyah, Al Qiyadah Al Islamiyah, Agama Salamullah/lia Eden, Aliran Surga Eden, Islam Jamaah, Milah Ibrahim, Hidup Dibalik Hidup (HDH), Kutub Robani, Al Qur'an Suci, Amanat Keagungan Ilahi (AKI).

Selanjutnya ada Islam Hanif, Tarekat Qodariyah Naqsabandiyah, Ajaran Khawarik Tasawuf, Ajaran Pajajaran Siliwangi Panjalu, Thoriqoh Attijaniyah, Pengajian Cecep Solihin, Aliran Sapta Darma, Agama Sunda Wiwitan, Gerakan Fajar Nusantara, Abdul Mujib, Islam Bajat dan Baity Jannaty.

Dari jumlah itu, 10 di antaranya telah dinyatakan sesat melalui fatwa MUI dan lainnya. Meski dalam catatan hanya berjumlah 22, namun kenyataannya aliran sesat di Jawa Barat mencapai ratusan jumlahnya.

"144 (totalnya), cuma itu ada yang baru ditemukan kemudian menghilang," kata Sekretaris MUI Jabar Rafani Achyar, Jumat (10/1/2025).

Rafani menjelaskan, Jawa Barat seolah menjadi ladang subur bagi kemunculan aliran-aliran menyimpang. Menurut dia, fenomena munculnya aliran sesat tak hanya bersifat temporer, tetapi juga memiliki pola unik.

"Di Jawa Barat ini kan seperti tanah subur ya, untuk terjadinya aliran sesat atau menyimpang. Jadi kadang-kadang sekarang muncul kemudian diatasi hilang, tapi tidak lama lagi nanti muncul di tempat lain," ungkapnya.

"Kadang seperti metamorfosis, muncul hari ini dengan bentuknya begini, nanti muncul lagi tempat lain namanya berbeda tapi pahamnya masih mirip-mirip, karakteristiknya seperti itu aliran sesat di Jawa Barat," tegasnya.

Dalam asumsinya, Rafani menyebut ada skenario tertentu di balik kemunculan aliran-aliran tersebut. Dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, dia menduga Jawa Barat menjadi medan perebutan ideologi oleh kelompok tertentu.

"Kami juga bertanya-tanya, seperti ada tangan tak terlihat yang mendesain secara halus memunculkan aliran-aliran ini. Mungkin karena jumlah penduduknya besar, umat Islam mayoritas, dan semua agama serta aliran ada. Jadi, daerah ini dianggap strategis," jelasnya.

(sya/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads