Fraksi PPP DPRD Jabar Minta Video Perundungan Tak Disebar di Medsos

Fraksi PPP DPRD Jabar Minta Video Perundungan Tak Disebar di Medsos

Bima Bagaskara - detikJabar
Rabu, 18 Des 2024 11:57 WIB
TOKYO, JAPAN - JULY 16:  A man uses his smartphone on July 16, 2014 in Tokyo, Japan. Only 53.5% of Japanese owned smartphones in March, according to a white paper released by the Ministry of Communications on July 15, 2014. The survey of a thousand participants each from Japan, the U.S., Britain, France, South Korea and Singapore, demonstrated that Japan had the fewest rate of the six; Singapore had the highest at 93.1%, followed by South Korea at 88.7%, UK at 80%, and France at 71.6%, and U.S. at 69.6% in the U.S. On the other hand, Japan had the highest percentage of regular mobile phone owners with 28.7%.  (Photo by Atsushi Tomura/Getty Images)
Ilustrasi (Foto: Atsushi Tomura/Getty Images)
Bandung -

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPRD Jawa Barat menyerukan agar masyarakat tidak menyebarkan video perundungan di media sosial. Langkah ini diambil untuk melindungi korban dari tekanan psikologis yang lebih berat dan mencegah dampak negatif bagi publik.

Hal tersebut disampaikan Anggota Fraksi PPP DPRD Jabar, Aten Munajat. Aten turut menyoroti kasus perundungan terhadap anak down syndrome yang diminta memakan daging hewan liar di Kabupaten Bandung.

Menurut Aten yang juga Anggota Komisi V DPRD Jabar ini, penyebaran video perundungan di sosial media dapat memberikan pengaruh negatif untuk korban maupun masyarakat secara umum.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Video viral yang menunjukkan perundungan dapat memberikan dampak buruk terhadap masyarakat, dengan menginspirasi perilaku serupa dari orang-orang yang menyaksikan atau mengakses video tersebut," kata Aten, Rabu (18/12/2024).

"Jika tidak ditangani dengan tepat, perundungan bisa menjadi fenomena yang semakin merajalela," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Terkait tindakan perundungan tersebut, Aten menegaskan apa yang dilakukan pelaku kepada korban merupakan tindakan tidak manusiawi. Apalagi, perundungan tersebut dilakukan kepada anak berkebutuhan khusus.

"Sangat tidak manusiawi dan merusak mental serta emosional anak tersebut. Hal ini memperburuk persepsi sosial tentang bagaimana anak-anak dengan kebutuhan khusus sering kali diperlakukan dengan diskriminasi dan kekerasan," tegasnya.

Aten menuturkan, adanya perundungan terhadap anak down syndrome di Bandung itu disebabkan salah satunya karena faktor kurangnya pengawasan dan perhatian kepada anak-anak berkebutuhan khusus.

Karena itu, dia mengharapkan peristiwa itu bisa jadi pelajaran semua pihak untuk lebih peduli terhadap kondisi yang dialami anak berkebutuhan khusus.

"Kejadian ini menunjukkan adanya kekurangan dalam pengawasan dan perhatian terhadap anak-anak dengan kebutuhan khusus. Banyak kasus perundungan terjadi di lingkungan yang tidak mendukung atau tidak cukup waspada terhadap potensi bahaya bagi anak-anak, terutama yang rentan," tuturnya.

"Secara keseluruhan, kejadian ini memperlihatkan pentingnya kesadaran sosial terhadap hak-hak anak berkebutuhan khusus dan kebutuhan untuk menanggulangi perundungan," tutup Aten.

(bba/iqk)


Hide Ads