Pasar Caringin di Kota Bandung kini berubah menjadi hamparan 'gurun' sampah. Di pasar induk ini, sampah menumpuk karena tidak diangkut berbulan-bulan.
Kondisi ini menimbulkan kesan kumuh. Selain itu juga berdampak pada pedagang yang kehilangan pemasukan.
Berikut ini fakta-faktanya di balik persoalan 'gurun' sampah tersebut
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Tidak Muncul Tiba-Tiba
Tumpukan sampah yang menjelma menjadi 'gurun' di Pasar Caringin, Kota Bandung, bukan muncul tanpa sebab. 'Gurun' sampah ini muncul karena pengurangan ritase pembuangan yang dikurangi.
Irwan Candra, salah satu petugas kebersihan di Pasar Caringin menuturkan, sebelum sampah menumpuk seperti sekarang, ritase pembuangan ke TPA Sarimukti dari Pasar Caringin adalah 10 ritase per hari.
2. Terjadi Sejak TPA Sarimukti Terbakar
Namun sejak terjadi darurat sampah karena TPA Sarimukti terbakar pada 2023, ritase pembuangan sampah Pasar Caringin perlahan dikurangi dari 10 menjadi 3 ritase saja per hari.
"Dulu 10 ritase per hari, sekitar 80 ton kapasitasnya. Sekarang hanya 3 ritase per hari atau 24 ton saja," kata Irwan saat ditemui detikJabar di Pasar Caringin, Senin (16/12/2024).
3. Produksi Sampah Capai 60 Ton
Produksi sampah di Pasar Caringin, kata Irwan, mencapai 60 ton sehari. Dengan kondisi itu, Irwan mengaku pengelola pasar tidak bisa berbuat banyak karena sampah yang terus menumpuk.
"Logikanya ini ada 3 truk per hari, sementara sampah di Caringin ini 60 ton per hari. Kalau sekarang 60 ton, yang dibuang hanya 3 ritase jelas akan bertambah. Satu mobil sekitar 8-10 ton, otomatis bertumpuk," tegasnya.
"Yang dibuang dengan yang diangkut lebih banyak yang diendapkan di sini," imbuhnya.
4. Sudah 3 Bulan
Menurut Irwan, sampah yang menumpuk sudah berlangsung kurang lebih 3 bulan. Selain dari para pedagang, tumpukan sampah juga berasal dari warga yang diam-diam membuang di lokasi.
"Ada dari pasar ada yang nitip dari lingkungan sekitar. Jadi ada warga yang diam-diam juga buang sampah di sini. Jadi bukan murni dari pedagang saja," ujarnya.