Pasar Caringin, Kota Bandung kini dihantui pemandangan suram, tumpukan sampah menjelma 'gurun' yang tak hanya mencemari estetika, tapi juga menghancurkan denyut nadi ekonomi para pedagang.
Juna Sembiring, pedagang makanan di pasar induk ini, adalah salah satu yang paling terpukul. Kios kecilnya, yang berada tepat di seberang tumpukan sampah, kini sepi pembeli.
"Semua orang mengeluh kalau gini. Sampahnya numpuk semua, aku gak mampu kalau gini," ujar Juna, suaranya sarat keluhan saat berbincang dengan detikJabar, Senin (16/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak sampah menumpuk, aroma busuk menjadi tamu tak diundang yang enggan pergi. Situasi ini memaksa pembeli menjauh.
"Keganggu lah, orang makan minum ngeluh semua, gak ada yang datang kalau kayak gini. Biasanya ramai ini di sini, sekarang Rp 100 ribu aja gak ada dapat gara-gara sampah ini," lanjutnya, menggambarkan betapa parah dampaknya bagi pendapatan hariannya.
Tak hanya Juna, beberapa pedagang lainnya memilih menutup kios mereka. Edo Pribadi, staf kebersihan Pasar Caringin, menyebut ada 4 hingga 5 pedagang yang terpaksa berhenti berjualan. "Kalau di sini sekitar 10 ruko di depan tumpukan sampah, yang buka hanya 6, yang tutup 4-5 karena bau itu," jelasnya.
Edo menyebut, tumpukan sampah sudah terjadi sejak tiga bulan terakhir. Menurutnya, sampah-sampah itu menumpuk karena adanya pengurangan ritase pembuangan dari Pasar Caringin ke TPA Sarimukti.
"Karena keberadaan TPA di Sarimukti ini dikurangi tonase pembuangan ke sana jadi Pasar Caringin terjadi penumpukan sampah," tegasnya.
Sampah dan Sistem yang Lumpuh
Tumpukan sampah di Pasar Caringin, yang sudah terjadi selama tiga bulan terakhir, bukan tanpa sebab. Pengurangan ritase pembuangan sampah ke TPA Sarimukti menjadi akar masalah.
Irwan Candra, petugas kebersihan pasar, menjelaskan bahwa sebelum kebakaran di TPA Sarimukti pada 2023, ritase pembuangan mencapai 10 kali per hari, setara dengan 80 ton sampah. Namun kini, ritase turun drastis menjadi hanya 3 kali per hari, atau 24 ton saja.
"Logikanya ini ada 3 truk per hari, sementara sampah di Caringin ini 60 ton per hari. Kalau sekarang 60 ton, yang dibuang hanya 3 ritase jelas akan bertambah. Satu mobil sekitar 8-10 ton, otomatis bertumpuk," tegasnya.
"Yang dibuang dengan yang diangkut lebih banyak yang diendapkan di sini," imbuhnya.
Ironisnya menurut Irwan, sampah yang menumpuk bukan hanya dari pedagang pasar. Ada juga warga sekitar yang diam-diam membuang sampah ke lokasi, memperparah kondisi.
"Ada dari pasar ada yang nitip dari lingkungan sekitar. Jadi ada warga yang diam-diam juga buang sampah di sini. Jadi bukan murni dari pedagang saja," ujarnya.
Solusi yang Belum Terealisasi
Pengelola Pasar Caringin sejatinya tidak tinggal diam. Pasar kini memiliki dua alat pengolah sampah, mesin pres dan pembakaran, meski kapasitasnya masih jauh dari cukup.
"Mesin itu juga baru satu bulan ada, satu mesin maksimal 5 ton kapasitasnya. Tetap gak cukup untuk mengolah semua sampah," kata Irwan.
Sementara Staf Kebersihan Pasar Caringin, Edo Pribadi menambahkan, beberapa bulan lalu sejumlah pejabat sempat mendatangi Pasar Caringin untuk melihat kondisi sampah di sana. Edo menyebut saat itu dijanjikan solusi untuk mengatasi persoalan sampah.
"Bulan kemarin ada yang ke sini dan memberi solusi tapi sampai sekarang masih proses. Solusinya katanya mau menyediakan tempat pembuangan sampah Caringin di suatu tempat, katanya lagi proses," ucap Edo.
Dia pun berharap, pemerintah bisa membantu mengatasi persoalan sampah di Pasar Caringin. "Harapan kami semoga pemerintah membantu karena sudah darurat ya," ujarnya.
"Semoga solusi yang diberikan bisa cepat dilaksanakan. Karena kita sudah maksimal dengan mesin, bahkan kami sempat menyewa tempat tapi karena sulitnya izin jadi terkendala," tutup Edo.
(sya/sud)