Donor mata menjadi solusi penting bagi mereka yang mengalami kebutaan akibat kerusakan kornea. Sayangnya, jumlah calon pendonor masih sangat terbatas, salah satunya karena kesalahpahaman bahwa donor mata berarti mendonorkan seluruh bola mata. Padahal, yang didonorkan hanya bagian kornea, yaitu lapisan bening di depan bola mata.
Minimnya jumlah pendonor kornea di Indonesia membuat negara harus mengimpor kornea dari luar negeri. Jika kesadaran masyarakat untuk menjadi pendonor meningkat, maka Indonesia tidak perlu lagi bergantung pada impor kornea. Dengan menjadi pendonor, seseorang dapat membantu orang lain mendapatkan penglihatan kembali, memberikan harapan baru bagi mereka yang membutuhkan.
Bagi warga Jawa Barat yang ingin menjadi calon pendonor kornea mata, Rumah Sakit (RS) Mata Cicendo Bandung menyediakan fasilitas untuk proses tersebut. RS Mata Cicendo sudah menangani donor mata selama puluhan tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Cicendo dulu berdiri Bank Mata Cabang Bandung sekitar tahun 1980-an dan pada tahun 2010 berubah nama menjadi Bank Mata Cabang Utama Jawa Barat," kata salah satu dokter di Rumah Sakit (RS) Mata Cicendo Bandung dr. Arief A Mustaram, SpM(K) kepada detikJabar belum lama ini.
Dr. Arief memastikan bahwa proses donor kornea tidak akan merusak kondisi bola mata pendonor. Selain itu, prosedur ini sudah sesuai dengan aturan negara dan agama. "Sebetulnya kalau untuk alasan utama kembali ke pribadi masing-masing-masing, perlu ditekankan di semua agama memperbolehkan untuk donor, kebanyakan yang kita tanyakan ingin menolong dan bermanfaat bagi orang lain," ujarnya.
Proses donor kornea diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2021 tentang transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia. Dr. Arief kembali menegaskan bahwa yang didonorkan hanya bagian kornea, bukan bola mata secara utuh, dan proses donor ini hanya dapat dilakukan setelah pendonor meninggal dunia.
"Resipien untuk donor mata ini tidak seperti donor darah atau ginjal, donor mata ini bukan donor hidup artinya yang bisa mendonorkan orang yang sudah meninggal boleh diambil korneanya, karena kita ada peraturan pemerintahnya juga No 53 Tahun 2021 terkait donor organ," pungkasnya.
Aturan Donor Organ dalam Islam
Dilansir dari detikNews, hukum transplantasi organ tubuh, termasuk kornea mata, telah diatur melalui berbagai pertimbangan syar'i. Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa sejak 2019 yang menyatakan bahwa transplantasi organ diperbolehkan selama memenuhi syarat tertentu.
Beberapa fatwa lain terkait donor organ yang pernah dikeluarkan oleh MUI meliputi:
1. Fatwa MUI nomor 11 Tahun 2007 tentang Pengawetan Jenazah untuk Kepentingan Penelitian
2. Fatwa MUI Nomor 12 Tahun 2007 tentang Penggunaan Jenazah untuk Kepentingan Penelitian
3. Fatwa MUI Nomor 6 Tahun 2009 tentang Otopsi Jenazah
4. Fatwa MUI 13 Juni 1979 tentang wasiat menghibahkan kornea mata
5. Fatwa MUI nomor 30 tahun 2013 tentang Obat dan Pengobatan dan sebagainya.
Dalam fatwa MUI nomor 11 tahun 2019, demi mempertimbangkan menjaga kesehatan, maka MUI mengeluarkan fatwa tentang diperbolehkannya hukum transplantasi organ tubuh yang ditempuh melalui pertimbangan aspek syar'i.
Sebagai dasar, MUI menggunakan hadis Nabi Muhammad SAW, kaidah Fiqhiyah, dan firman Allah SWT.
Salah satunya yang terdapat dalam surat Al Baqarah ayat 207:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.
Restu MUI untuk melakukan transplantasi organ tersebut diperbolehkan dengan menimbang beberapa hal sebagai berikut:
1. Terdapat kebutuhan yang memang dibenarkan secara syar'i, baik pada tingkatan al hajah maupun ad dharurah.
Al hajah sendiri menurut MUI adalah segala kebutuhan mendesak secara umum yang tidak sampai pada batasan dharurah syar'iyah.
Sedangkan ad dharurah adalah bahaya yang amat berat pada seseorang, sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan adanya kerusakan jiwa, anggota tubuh, kehormatan, dan yang berhubungan dengannya.
Baca juga: Persib Janjikan Kejutan Transfer Pemain |
2. Tidak membahayakan diri sendiri
3. Transplantasi dilakukan oleh ahlinya
Transplantasi organ yang dilakukan ini juga tidak boleh dilakukan untuk kepentingan yang sifatnya adalah tahsiniyat. Tahsiniyat adalah kepentingan yang tidak sampai dalam batasan al hajah atau ad dharurah. MUI juga menambahkan bahwa hukum transplantasi organ tubuh ini nantinya masih dapat diubah atau diperbaiki sebagaimana mestinya.
(wip/iqk)