Anggota Komisi 4 DPRD Jabar, Uden Dida Efendi menyoroti soal permasalahan pembangunan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Legok Nangka yang sempat jadi sorotan Kementerian Lingkungan Hidup. Diketahui, proyek ini baru bisa TPPAS tersebut kemungkinan akan beroperasi pada 2028 akhir atau 2029.
"Kami sempat membahas di DPRD. Analisis saya masalahnya ada di sinkronisasi dari dinas terkait dan pihak yang berkaitan. Jadi saya berharap dari mulai Pemda Provinsi atau Kabupaten harus betul-betul sinkronkan, perizinannya, kajiannya," ucap Uden pada detikJabar, Kamis (14/11/2024).
Menurutnya, proyek yang dibiayai oleh KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha) itu seharusnya bisa segera selesai dengan perhitungan yang matang. Mengingat proyek ini pun telah dicanangkan sejak 2017 lalu. Kini, tahapannya masih mandek karena PLN perlu memastikan masalah listrik di tahun operasional Legok Nangka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu kan sebetulnya bisa dikaji, sesuaikan saja dengan kebutuhan. Contoh listriknya, pabrikasinya berapa mega watt, kajian itu saya rasa tidak sulit. Karena itu kan bisa dihitung baik secara perhitungan konsultan atau dinas terkait yang menguasai bidang itu. Jadi ya karena itu urgent juga, penanggulangan itu bisa dipercepat, instansi itu harus segera berunding, dan sinkronisasi," kata Uden.
Sekedar diketahui, TPPAS Legok Nangka berdiri di atas tanah seluas 82,5 hektare yang berlokasi di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut. Nantinya, TPPAS Legok Nangka akan menampung dan mengolah sampah dari Bandung Raya, Sumedang dan Garut.
Legok Nangka akan dibangun dengan teknologi ramah lingkungan (waste to energy), sehingga dihasilkan listrik sebesar 40 megawatt dari kapasitas 2.000 ton sampah per hari. Listrik yang dihasilkan itu kemudian akan dijual kepada PLN.
Ia mengatakan bahwa selama ini pembahasan di DPRD pun jadi bersifat mentah karena belum ada perundingan detail yang mengarah pada kesimpulan. Di samping itu, Uden juga menyoroti bagaimana perhatian Pemprov Jabar pada 27 Kota Kabupaten yang dirasa belum merata.
"Legok Nangka itu kan untuk Bandung Raya. Padahal, permasalahan sampah itu jangankan di kota besar, masing-masing daerah juga harus jadi perhatian. Saya saat ini reses, juga banyak yang mengusulkan tentang sampah," ujar anggota Fraksi PPP dapil Kota dan Kabupaten Tasikmalaya itu.
Ia melihat bahwa di Tasikmalaya, selain dirasa pembangunan yang belum merata juga permasalahan sampah yang tak disorot. Meski Tasikmalaya bukan kawasan megapolitan, tapi Uden mewanti-wanti jangan sampai daerah lain juga mengalami permasalahan sampah yang serupa.
"Jadi di daerah itu juga harus diberi tahu penanggulangan sampahnya seperti apa. Daerah Tasik Selatan misalnya, itu juga punya masalah sampah yang sama. Buang sampah ke sungai, pantai, dan laut juga, karena ya mungkin tidak adanya fasilitas dan pengetahuan," tutur Uden.
"Jadi harus ada pemerataan juga. Memang Kota mungkin penting karena jumlah penduduk banyak. Tapi seharusnya di daerah itu juga diberlakukan sampah di tiap Kecamatan dan Desa misalnya, digerakkan agar lebih tertata," sambungnya.
Di daerah-daerah Jabar, menurut Uden, belum semua teredukasi soal pemilahan sampah. Padahal mungkin, bisa diarahkan bagaimana sampah jadi nilai ekonomi. Selain itu, juga penyelesaian sampah rumah tangga bisa dimulai juga dari daerah, sehingga perhatian tak melulu pada Bandung Raya.
"Harusnya mah sampah itu solusinya yang paling baik ya diutamakan selesai sendiri-sendiri dulu. Lalu juga kalau pengawasan di Bandung Raya itu yang harus ditertibkan pabrik, home industri, rumah sakit, puskesmas, restoran, hotel, nah itu kan limbah besar banyak dari situ. Harapannya ke depan pemerintah lebih jeli dalam memetakannya," kata Uden.
(aau/iqk)