Pendataan ODGJ di Sukabumi Terkendala Stigma Sosial

Pendataan ODGJ di Sukabumi Terkendala Stigma Sosial

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Rabu, 06 Nov 2024 04:26 WIB
Lonely girl sitting on the floor
Ilustrasi (Foto: Getty Images/D-Keine)
Sukabumi -

Jumlah penderita gangguan jiwa atau orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Kabupaten Sukabumi mencapai 3900 orang. Angka ini tersebar di 47 kecamatan.

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kabupaten Sukabumi, Cucu Sumintardi mengatakan setiap puskesmas di Kabupaten Sukabumi memiliki tenaga khusus programer jiwa yang bekerja sama dengan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) dari Dinas Sosial.

Para petugas ini tak hanya melakukan pendampingan, tetapi juga memberikan obat dan mengajarkan keluarga cara merawat pasien ODGJ. "Jumlah ODGJ itu 3.900, tersebar di kecamatan-kecamatan Kabupaten Sukabumi dengan jumlah terbanyak di Kecamatan Cikembar, Cicurug dan Cisaat. Teman-teman di puskesmas itu tidak hanya memantau tetapi juga melakukan pendampingan, termasuk mengajarkan keluarga cara memberi obat yang benar," kata Cucu, Kamis (5/11/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, jumlah obat yang tersedia untuk ODGJ di Kabupaten Sukabumi sering kali terbatas. Menurut Cucu, kebutuhan obat untuk ODGJ tidak selalu sebanding dengan jumlah pasien yang ada. "Obat untuk ODGJ gratis dan ditanggung pemerintah. Tapi, melihat jumlah kasus ODGJ di Sukabumi, stok obat sering kali tidak mencukupi," ungkapnya.

Dinkes Sukabumi juga mencatat data ODGJ yang berada di panti-panti sosial seperti Panti Welas Asih dan Phalamartha. Namun, perawatan dan pengobatan bagi mereka yang berada di panti sepenuhnya dikelola oleh pihak yayasan.

ADVERTISEMENT

"Kalau yang di panti, perawatan kesehatan ditangani oleh tim kesehatan di sana, meski obat-obatan bisa dikoordinasikan dengan puskesmas atau dirujuk ke RS Marzoeki Mahdi," jelas Cucu.

Pendataan ODGJ di Kabupaten Sukabumi masih menemui hambatan. Banyak keluarga yang merasa malu atau takut untuk melaporkan anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa, sehingga tidak tercatat secara cepat.

Banyak kasus yang kemudian viral dan menjadi temuan baru. Salah satu contoh adik dan kakak yang di kerangkeng di wilayah Kecamatan Lengkong, kemudian kasus lain yang kemudian menjadi sorotan.

"Biasanya keluarga merasa malu jika ada anggota keluarga yang ODGJ, berbeda dengan penyakit lain yang langsung dibawa ke fasilitas kesehatan, ini menjadi persoalan juga bagi kita," ujar Cucu.

Ia juga menyebutkan bahwa dukungan dari keluarga sangat penting agar pasien ODGJ bisa mendapat pengobatan yang berkelanjutan. Jika keluarga abai, pasien rentan kambuh. "Dengan adanya peran keluarga yang kuat, pasien bisa terus terpantau. Kalau tidak teratur pengobatannya, bisa kambuh lagi dan kondisi bisa memburuk," tuturnya.

Dinkes Sukabumi mengalokasikan anggaran sekitar Rp 200 juta per tahun untuk skrining kesehatan jiwa, termasuk di sekolah-sekolah, sebagai langkah pencegahan.

Namun, anggaran ini belum mencakup semua kebutuhan ODGJ di lapangan, dan lebih banyak dialokasikan untuk kegiatan skrining dan transportasi tim yang melakukan kunjungan lapangan. "Anggarannya bukan untuk perawatan langsung, tetapi lebih ke skrining dan kegiatan monitoring," ucap Cucu.

(sya/iqk)


Hide Ads