Kasus kematian Suherlan alias Elan alias Samson (33) yang diduga akibat dikeroyok massa di Kampung Cihurang, Desa Cidadap, Kecamatan Simpenan, Sukabumi, mendapat sorotan tajam dari DPRD Kabupaten Sukabumi.
Anggota DPRD dari Fraksi PKB, Hamzah Gurnita, menilai kasus ini sebagai bentuk kelalaian pemerintah daerah, khususnya Dinas Sosial (Dinsos) dan Dinas Kesehatan (Dinkes), dalam menangani individu dengan gangguan mental dan sosial.
"Kasus Samson ini bukan sekadar kriminalitas, ini kegagalan sistem. Dinsos dan Dinkes seharusnya hadir sejak awal, ini pun sepertinya belum bergerak padahal ada korban meninggal dunia, ada korban tewas. Kalau sejak awal Samson didampingi dengan benar, mungkin dia masih hidup dan warga tidak perlu merasa terancam," tegas Hamzah dalam keterangannya kepada detikJabar, Sabtu (22/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, pemerintah daerah selama ini hanya bersikap reaktif dalam menangani masalah sosial yang sudah mencapai titik didih. Padahal, Samson bukan tokoh baru di Kampung Cihurang. Ia sudah lama menunjukkan tanda-tanda gangguan kejiwaan, tetapi tidak ada tindakan nyata dari pemerintah setempat untuk mengatasi permasalahan ini.
Menurut Hamzah, Samson pernah dirawat di RSJ Marzoeki Mahdi, Bogor, karena memiliki riwayat gangguan kejiwaan. Namun, setelah keluar dari rumah sakit jiwa, ia justru dibiarkan begitu saja tanpa mekanisme pengawasan dan rehabilitasi.
"Setelah keluar dari RSJ, siapa yang bertanggung jawab? Tidak ada, dia dibiarkan kembali ke masyarakat tanpa pendampingan, tanpa pemantauan. Seharusnya ada program yang menjamin pasien seperti Samson tetap dalam pengawasan, apakah dia rutin minum obat, apakah ada yang memastikan kondisinya stabil. Ini bukan tanggung jawab warga, ini tugas pemerintah!" cetus Hamzah.
Ia menegaskan bahwa penanganan ODGJ (Orang dengan Gangguan Jiwa) tidak bisa diserahkan begitu saja kepada masyarakat.
"Lihat bagaimana akhirnya? Warga merasa ketakutan, marah, dan akhirnya peristiwa kekerasan itu terjadi. Ini yang saya katakan, pemerintah absen dalam masalah ini. Bagaimana bisa seorang mantan pasien RSJ dilepas begitu saja tanpa rencana jangka panjang?" ujarnya.
Hamzah juga melontarkan kritik pedas terhadap Dinsos dan Dinkes yang dinilainya gagal berperan dalam kasus ini.
"Dinsos ini kerja apa? Harusnya mereka yang turun memastikan orang-orang seperti Samson tidak dibiarkan terlantar. Jangan sampai mereka baru sibuk setelah ada insiden," katanya.
Ia juga mempertanyakan peran Dinkes dalam memastikan pasien gangguan jiwa mendapatkan pengobatan berkelanjutan.
"Apa gunanya Dinkes kalau mereka tidak bisa memastikan pasien seperti Samson mendapatkan pengobatan dan terapi yang layak? Jangan hanya rajin mengadakan seminar kesehatan mental kalau di lapangan orang-orang seperti Samson malah dibiarkan terlantar," kritiknya.
Hamzah mendesak evaluasi menyeluruh terhadap sistem penanganan ODGJ di Kabupaten Sukabumi. Menurutnya, kasus ini bukan yang pertama dan tidak boleh dibiarkan terulang.
"Jangan sampai kasus ini dianggap selesai setelah pemakaman Samson. Ini adalah puncak dari masalah yang sudah lama diabaikan. Pemerintah harus serius, buat sistem yang jelas! Jika tidak, kita akan melihat lebih banyak 'Samson' lain yang terlantar dan akhirnya berujung tragis," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menekankan perlunya koordinasi antara Dinsos, Dinkes, dan aparat keamanan untuk menangani individu dengan gangguan mental yang berpotensi mengganggu ketertiban.
"Masalah sosial seperti ini harus dianggap penting. Kasus Samson harus jadi alarm keras bagi semua pihak. Jangan biarkan kejadian ini terulang dengan korban yang berbeda," pungkasnya.
(sya/yum)