Penanganan ODGJ di Sukabumi Masih Belum Ideal

Penanganan ODGJ di Sukabumi Masih Belum Ideal

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Senin, 24 Feb 2025 12:30 WIB
ilustrasi kanker rumah sakit
Ilustrasi (Foto: iStock)
Sukabumi -

Kematian Suherlan alias Samson (33) setelah diduga dikeroyok massa di Kampung Cihurang, Desa Cidadap, Kecamatan Simpenan,Kabupaten Sukabumi, memicu sorotan dari DPRD Kabupaten Sukabumi. Legislator menilai tragedi ini tak lepas dari lemahnya sistem penanganan ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah.

Menanggapi kritik tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi, Agus Sanusi, mengungkapkan bahwa keterbatasan anggaran dan fasilitas menjadi kendala utama dalam menangani pasien ODGJ seperti Samson.

Agus mengakui penanganan pasien dengan gangguan jiwa (ODGJ) di wilayahnya masih menghadapi banyak kendala. Minimnya anggaran dan keterbatasan fasilitas rehabilitasi menjadi tantangan utama. Hal ini turut berpengaruh pada kasus Samson.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Agus, Samson telah beberapa kali mendapatkan perawatan medis dan rehabilitasi. Ia pernah dirujuk ke RSJ Marzoeki Mahdi, Bogor, serta menjalani rehabilitasi di Panti Rehabilitasi Paramarta dan Panti Aura Welas Asih. Pada Januari 2025, pihak Puskesmas kembali merujuknya ke RSJ Marzoeki Mahdi, berkoordinasi dengan Polsek, TKSK Dinas Sosial, dan pemerintah desa. Namun, setelah menyelesaikan perawatan, Samson kembali ke rumah dengan pemantauan terbatas dari tenaga kesehatan.

"Setelah perawatan, tenaga Puskesmas melakukan kunjungan ke rumah pasien dan keluarganya, agar keluarga rutin mengambil obat ke Puskesmas dan membantu memantau dalam meminum obat," ujar Agus Sanusi dalam keterangannya, Senin (24/2/2025).

ADVERTISEMENT

Namun, upaya tersebut tidak berjalan mulus. Keluarganya mengaku kesulitan memastikan Samson tetap dalam pengobatan. "Pasien agak sulit minum obat secara teratur karena suka menolak dan ngamuk kalau disuruh makan obat, karena merasa sehat atau tidak sakit," kata Agus.

Tanpa pengobatan yang teratur dan pendampingan intensif, kondisi Samson kembali memburuk. Warga yang sudah lama merasa resah semakin takut. Sampai akhirnya, tragedi itu pecah.

Rp27 Juta untuk ODGJ di Seluruh Kabupaten Sukabumi

Kasus Samson bukan satu-satunya. Di Sukabumi, masih banyak pasien ODGJ yang kembali ke lingkungan tanpa rehabilitasi yang cukup. Namun, berapa anggaran yang tersedia untuk menangani mereka?

Menurut Agus Sanusi, alokasi anggaran Dinas Kesehatan untuk penanganan ODGJ di Kabupaten Sukabumi tahun 2024 hanya sebesar Rp27 juta. "Anggaran yang ada di Dinas Kesehatan untuk pasien ODGJ se-Kabupaten Sukabumi tahun 2024 sebesar Rp27 juta," jelasnya.

Dana itu digunakan untuk pengambilan obat dari tingkat provinsi, pencatatan dan pelaporan, serta kunjungan ke pasien ODGJ. "Anggaran ini diprioritaskan untuk kebutuhan dasar seperti penyediaan obat dan pemantauan pasien," tambah Agus.

Lebih dari sekadar anggaran minim, Sukabumi juga tidak memiliki fasilitas rehabilitasi yang memadai untuk pasien ODGJ setelah keluar dari RSJ. "Selanjutnya perlu juga adanya ruang inap untuk perawatan pasien ODGJ dan tempat rehabilitasi ODGJ pasca rawat," kata Agus.

Pernyataan ini mengonfirmasi tidak adanya pusat rehabilitasi khusus yang bisa menampung pasien seperti Samson untuk menjalani pemulihan yang lebih panjang. Dengan kondisi seperti ini, pasien yang sudah dirawat akhirnya kembali ke keluarga mereka. Tapi tanpa pengawasan medis yang cukup, mereka berisiko kambuh, kehilangan kendali, dan berkonflik dengan lingkungan sekitar.

Dinas Kesehatan menegaskan bahwa penanganan ODGJ tidak bisa hanya menjadi urusan pemerintah, tetapi juga harus melibatkan masyarakat dan stakeholder terkait.

"Penanganan kasus ODGJ harus dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat dan penguatan seluruh stakeholder terkait, sehingga penderita ODGJ dapat memperoleh pengobatan dan dukungan sosial," ujar Agus.

Tapi, kenyataannya di lapangan berbeda. Masyarakat yang ketakutan sering kali tak mendapat solusi konkret. Mereka tidak punya keahlian untuk menangani ODGJ dengan kondisi seperti Samson. Akhirnya, mereka memilih bertindak sendiri.

Seperti diketahui, anggota DPRD dari Fraksi PKB, Hamzah Gurnita, menilai kasus ini sebagai bentuk kelalaian pemerintah daerah, khususnya Dinas Sosial (Dinsos) dan Dinas Kesehatan (Dinkes), dalam menangani individu dengan gangguan mental dan sosial.

"Kasus Samson ini bukan sekadar kriminalitas, ini kegagalan sistem. Dinsos dan Dinkes seharusnya hadir sejak awal, ini pun sepertinya belum bergerak padahal ada korban meninggal dunia, ada korban tewas. Kalau sejak awal Samson didampingi dengan benar, mungkin dia masih hidup dan warga tidak perlu merasa terancam," tegas Hamzah dalam keterangannya kepada detikJabar, Sabtu (22/2/2025).

(sya/iqk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads