Di tengah tuntutan hakim di sejumlah wilayah di Indonesia soal kenaikan gaji dan tunjangan, ada nasib guru honorer yang juga butuh perhatian. Belum lama ini sorotan publik mengarah pada guru honorer yang punya pekerjaan sambilan.
Di Sukabumi salah satunya, ada Alvi Noviardi (56) yang telah 36 tahun menjadi guru honorer. Di tengah kesibukannya mengajar, Alvi juga mencari nafkah menjadi pengepul barang bekas.
Ditanya soal kesejahteraan guru honorer, Sekretaris Daerah Jawa Barat Herman Suryatman mengatakan bahwa Pemprov Jabar menaruh perhatian khusus pada para guru honorer. Hanya saja, Pemprov Jabar harus tetap mengikuti kebijakan pemerintah pusat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya percaya kebijakan terkait hal ini sudah dirancang oleh Kementerian PAN-RB, dan kami di daerah harus mematuhi ketentuan tersebut. Saya pernah lama bekerja di Kementerian PAN-RB, di mana terdapat dua kategori honorer. Seharusnya, honorer yang diangkat selesai pada tahun 2009, dengan kategori satu yang diangkat langsung, sementara kategori dua mengikuti seleksi. Namun, faktanya jumlah honorer terus bertambah seiring dinamika politik," kata Herman di Gedung DPRD Jabar, Kamis (10/10/2024).
Herman menjelaskan bahwa Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, telah menerapkan kebijakan tidak ada penambahan honorer. Maka saat ini yang bisa Pemprov lakukan ialah mengingatkan perangkat daerah agar tidak menambah honorer baru.
"Fokus kami adalah memperhatikan honorer yang sudah ada, dengan catatan bahwa mereka harus terdaftar di database BKN. Proses pengangkatan honorer ini akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan fiskal," sambungnya.
Pada saat formasi honorer dibuka, para honorer akan bergabung menjadi peserta P3K. Jika pendaftar berusia di bawah 36 tahun, maka masih punya kesempatan untuk menjadi PNS.
Namun sebagian besar honorer, kata Herman, berada di atas usia 36 tahun. Maka peluang mereka lebih besar untuk menjadi P3K. Pemprov Jabar menurut Herman, harus menjaga anggaran fiskal agar belanja publik di Jawa Barat tetap optimal.
"Konsekuensinya, mereka akan mendapatkan gaji dan insentif, yang tentu saja berdampak pada anggaran fiskal. Kami memahami dan menghargai keberadaan honorer, dan honorer yang terdaftar sesuai ketentuan di database BKN harus diangkat, tetapi prosesnya harus dilakukan secara bertahap," tutur Herman.
"Kami juga harus menjaga agar tidak ada dampak negatif terhadap belanja publik. Masyarakat berhak mendapatkan layanan terbaik dari Pemerintah Daerah. Kita masih memiliki pekerjaan rumah dalam mengatasi pengangguran, kemiskinan, dan stunting, serta perbaikan infrastruktur. Jadi, dalam konteks ini, honorer harus diperhatikan, tetapi proses pengangkatan honorer menjadi ASN harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan kewajiban fiskal yang ada," lanjutnya.
Sementara untuk kasus nasib guru honorer di Sukabumi yakni Alvi, Herman mengaku sudah mendengar kabarnya. Ia mengatakan bahwa Alvi adalah guru yang sudah bersertifikasi, sehingga memiliki pendapatan yang relatif baik.
Selain itu, Herman melihat bahwa keinginan Alvi untuk menjadi pengepul barang bekas adalah hal yang memang disenangi. Menurutnya, kisah Alvi mencerminkan semangat ketulusan seorang guru yang patut diteladani. Kata Herman, hal ini menunjukkan bahwa ada nilai ekonomi dari sampah yang pada umumnya dianggap tidak berguna.
"Banyak pihak juga telah memberikan perhatian terhadap beliau, yang mengajar di MTS, tetapi juga kekurangan jam pelajaran jadi ngajar di MA, yang merupakan domain Kementerian Agama. Meskipun demikian, ilmu yang beliau ajarkan sangat berharga bagi warga Jawa Barat, sehingga kami merasa bertanggung jawab," kata Herman.
"Disampaikan bahwa beliau kini bekerja sebagai pemulung. Mungkin beliau merasa nyaman dengan pekerjaannya itu, karena sudah dijalani cukup lama. Kami memiliki rasa simpati dan empati terhadap guru honorer yang mengabdi, dan kami memahami bahwa penghasilan tambahan sebagai pemulung, dengan memilah dan memilih sampah, dapat menjadi solusi," imbuhnya.
Herman mencontohkan bagaimana sampah makanan dapat dikelola menjadi kompos atau magot. Magot yang dihasilkan dari sampah, katanya memiliki kandungan gizi yang sangat baik untuk ternak.
Ia pun sedikit menyinggung soal kondisi TPA Sarimukti. Menurutnya, semangat Alvi mengubah sampah jadi pundi-pundi rupiah adalah hal yang bisa ditiru supaya warga menjaga lingkungan dan tak lagi membuang sampah ke TPA Sarimukti.
"Saya juga melihat di Sarimukti, para pemulung dapat menghasilkan pendapatan yang relatif baik, dengan rata-rata penghasilan harian mencapai Rp100 ribu rupiah, tergantung situasi dan kondisi. Dalam sebulan, penghasilan ini bisa mencapai 3 juta rupiah. Meskipun tampak kotor, ternyata memilah sampah bisa menguntungkan. Kita perlu menyadari potensi dari sampah," pesan Herman.
(aau/yum)