Polres Sukabumi menggandeng pihak BMKG untuk menyosialisasikan potensi terjadinya gempa megathrust terrutama di wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi. Meskipun begitu, potensi Megathrust tersebut diharapkan tidak memicu kekhawatiran dan ketakutan di masyarakat terutama yang biasa beraktivitas di pesisir.
"Kabupaten Sukabumi ini merupakan daerah pariwisata yang pantainya memiliki bentangan lebih dari 117 kilometer juga terdampak akibat adanya informasi yang simpang siur soal gempa megathrust. Hal ini berdampak penurunan pengunjung dan sebagainya karena kekhawatiran yang terjadinya gempa tersebut," kata Kapolres Sukabumi AKBP Samian di Mapolres Sukabumi pada Jumat (6/9/2024).
"Tugas kepolisian adalah menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, melindungi dan mengayomi masyarakat. Kami mencoba memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat, yang tentunya disampaikan oleh ahlinya seperti BMKG dan BPBD," sambung Samian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada kesempatan itu, BMKG dihadirkan untuk menjelaskan mengenai megathrust yang telah memicu kekhawatiran masyarakat pesisir. Kepala Stasiun Geofisika Kelas III BMKG Sukabumi, Agung Saptaji mengatakan peneliti ahli kegempaan sudah memperkirakan potensi gempa megathrust di Selat Sunda dan wilayah lainnya.
"Kami dari BMKG ingin menyampaikan terkait megathrust. Peneliti ahli kegempaan sudah memperkirakan potensi gempa megathrust di Selat Sunda dan wilayah lainnya," ujar Agung.
BMKG menjelaskan bahwa meskipun megathrust memiliki periode ulang yang lama, potensi gempa besar dan tsunami tetap ada. Namun, masyarakat diminta tetap melakukan aktivitas seperti biasa.
"Kami hanya ingin menginformasikan bahwa ada potensi kegempaan di sekitar wilayah kita. Tetapi, jangan kita takuti, jangan kita was-was. Nelayan tetap melaut, pekerja di sekitar pantai, perhotelan, dan pedagang tetap melakukan aktivitasnya," tambahnya.
Meski begitu, BMKG menegaskan pentingnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan. Masyarakat diharapkan tahu cara evakuasi dan penyelamatan diri jika terjadi gempa besar dan peringatan dini tsunami.
"Prediksi tsunami bisa kita lakukan dari gelombang gempa yang kecepatannya lebih cepat. Dalam waktu 5 menit setelah gempa terjadi, BMKG akan memberikan informasi kepada masyarakat dan stakeholder terkait potensi tsunami. Namun, masyarakat juga diharapkan bisa melakukan evakuasi mandiri jika merasakan gempa dengan kekuatan besar dan durasi yang lama," jelas Agung.
Potensi Megathrust di Sukabumi
Untuk wilayah Sukabumi, BMKG mengungkapkan bahwa terdapat dua segmen megathrust di selatan Sukabumi, yaitu megathrust Selat Sunda dan Central West Java. Megathrust Selat Sunda memiliki periode ulang sekitar 297 tahun tanpa kejadian gempa merusak yang mengakibatkan tsunami.
"Ini penting untuk diketahui masyarakat. Meskipun ada potensi gempa besar, warga tetap bisa melakukan aktivitas seperti biasa," ujar Agung Saptaji.
BMKG juga menjelaskan bahwa setiap daerah memiliki karakteristik gempa dan tsunami yang berbeda-beda. Tingkat kerusakan dan jarak masuknya tsunami ke daratan bergantung pada karakteristik pesisir pantai dan jarak dari pusat gempa.
"Setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda. Semakin dekat dengan pusat gempa, semakin besar tingkat kerusakannya. Tsunami juga memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung pada pesisir pantainya. Pantai yang landai biasanya akan membuat tsunami masuk lebih jauh ke daratan, sedangkan pantai yang curam akan membatasi jarak masuknya tsunami," papar Agung.
BMKG berencana melakukan kajian paleotsunami di pesisir Sukabumi untuk mengetahui sejarah kejadian tsunami di wilayah tersebut. Kajian ini melibatkan penggalian sedimen dan lapisan tanah untuk mencari bukti tsunami di masa lampau.
"Kami mencoba melakukan kajian ini dengan beberapa institusi. Kami akan menggali wilayah pantai untuk mencari deposit sedimen dan lapisan tanah yang menunjukkan tanda-tanda tsunami di masa lalu. Ini akan membantu kita mengetahui periode ulang tsunami di wilayah Sukabumi," jelas Agung Saptaji.
BMKG menjelaskan bahwa megathrust biasanya terjadi di wilayah pertemuan lempeng, seperti pertemuan lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Zona megathrust berada di daerah subduksi dengan kedalaman sekitar 20 derajat.
"Tempat pertemuan lempeng biasanya menjadi lokasi terjadinya megathrust. Pertemuan lempeng Indo-Australia dan Eurasia adalah salah satu contohnya. Di sana, penunjaman subduksi terjadi pada kedalaman sekitar 20 derajat," ungkap Agung.
Gempa bumi yang terjadi berturut-turut di wilayah Indonesia ada yang masuk dalam zona megathrust, namun sebagian tidak.
"Sebagian gempa yang terjadi masuk dalam zona megathrust, tetapi sebagian lainnya tidak. Kami terus memantau dan memberikan informasi terbaru kepada masyarakat mengenai potensi gempa dan tsunami," tambah Agung.
(sud/sud)