Sanksi harus dijalani 10 orang yang diduga melakukan perundungan selama Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Bedah Saraf di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Kota Bandung. Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) memberikan hukuman bertingkat tiga kategori dari sanksi berat, sedang, hingga ringan pada para terduga pelaku.
Hal ini tak hanya membuat miris dan menyita perhatian masyarakat, tapi juga kalangan Ikatan Dokter hingga pemerintah. Berikut fakta-faktanya dirangkum oleh tim detikJabar:
1. Dua Senior Satu Dosen Kena Sanksi Berat
Pertama, pemutusan studi para pelaku perundungan atau bullying (kategori pelanggaran berat) yang diterapkan kepada dua orang residen senior Sp1. Kedua, sanksi berat pada satu orang dosen terduga pelaku bullying.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketiga, masa studi yang diperpanjang terhadap terduga pelaku bullying dengan kategori ringan hingga sedang yang diterapkan kepada tujuh orang. Selain itu, Dekan FK Unpad juga memberikan surat peringatan dan teguran pada Kepala Departemen dan Ketua Program Studi.
2. Terungkap Ngerinya Kasus Bullying Saat PPDS Bedah Saraf
Sanksi itu bermula saat terungkap dokumen kajian etik dan hukum perundungan oleh dosen atau konsulen kepada peserta didik. Perkara itu terungkap ketika ada seorang peserta didik bedah saraf Unpad pada Juni 2024 lalu.
Permohonan pengunduran diri peserta didik itu kemudian diklarifikasi dekanat, sehingga terungkaplah dugaan perundungan di lingkungan akademis itu. Pada kajian tersebut salah satunya diketahui para peserta didik diminta menyewa kamar di salah satu hotel dekat RSHS selama enam bulan.
Selain itu, mereka mengeluarkan uang setidaknya hingga Rp65 juta per orang untuk bulan-bulan tersebut buat keperluan sewa kamar hotel tersebut dan kebutuhan hingga permintaan senior. Kebutuhan senior yang didanai itu di antaranya untuk hiburan (entertainment), makan-minum, penyewaan mobil, dan kebutuhan wingman. Dalam dokumen itu terungkap pula ada dugaan kekerasan fisik, hingga pelecehan verbal dari senior terhadap para peserta didik.
3. Unpad Ngaku Sudah Berupaya Membasmi Perundungan
Dekan FK Unpad melalui Kepala Kantor Komunikasi Publik Universitas Padjadjaran, Dandi Supriadi mengatakan baik dari tingkat rektorat, dekanat fakultas, hingga pimpinan rumah sakit pendidikan tersebut telah berupaya keras untuk memimalisasi perundungan di lingkungan akademis.
"Artinya upaya telah dilakukan oleh pimpinan Rumah Sakit, Fakultas Kedokteran Unpad bahkan sampai Universitas, tapi kejadian kekerasan bullying masih saja terjadi," kata Dandi mewakili Dekan FK Unpad.
"Fakultas Kedokteran Unpad dan RS Hasan Sadikin sebagai Lembaga Pendidikan Tinggi untuk mencetak SDM yang berkualitas di bidang kesehatan dalam Upaya meningkatkan derajat Kesehatan Masyarakat di Indonesia sangat miris dan prihatin dengan fenomena bullying (perundungan) yang terjadi di lingkungan Pendidikan spesialisasi di Indonesia khususnya di Departemen Bedah Saraf," sambungnya.
Dekan FK Unpad, melalui Dandi, menyebut pihaknya terus berupaya untuk mengantisipasi tindakan bullying. Meski begitu mereka mengaku masih lengah dalam pengawasannya. "Upaya pemberantasan telah dan terus dilakukan sejak lama tapi belum membuahkan hasil yang menggembirakan, terjadi dan terjadi lagi," katanya.
4. Perundungan Terjadi Saat Program PPDS di RSHS Beberapa Waktu Lalu
Di lain sisi Dirut RSHS, Rachim Dinata Marsidi menanggapi dengan singkat hal tersebut. Ia mengakui adanya kejadian perundungan dan sudah ada tindakan yang dilakukan terhadap pelaku perundungan. Dia mengatakan peristiwa itu terjadi di lingkungan pendidikan dokter spesialis bedah saraf.
"Itu beberapa bulan yang lalu. Kejadiannya (di) spesialis bedah saraf," kata Rachim, saat dihubungi, Jumat lalu.
Rachim menuturkan ia tidak mengetahui persis bagaimana kejadian perundungan itu terjadi. Pasalnya, dia baru memegang jabatan Dirut RSHS selama dua pekan. Namun, dia memastikan akan memberantas perundungan di lingkungan tersebut dan melindungi korban.
"Yah kebijakan meneruskan yang lama. Kita memberantas perundungan. Kita sekarang memberi teguran kepada yang bersangkutan. Dikembalikan fakultas kedokteran. Jadi kita kembalikan ke sana," katanya.
5. Dekan FK Unpad Bentuk Komisi Etika Disiplin
Dekan Fakultas Kedokteran Unpad, Prof Yudi Mulyana Hidayat mengaku prihatin dengan kejadian ini. Apalagi Fakultas Kedokteran Unpad dan RS Hasan Sadikin sebagai Lembaga Pendidikan Tinggi untuk mencetak SDM yang berkualitas di bidang kesehatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia.
Yudi juga menyebut, hal itu sudah terjadi sejak lama. Buntut dari kasus ini, pihaknya membentuk Komisi Etika Disiplin. Hal itu dilakukan agar kejadian tersebut tak terulang kembali.
"Upaya preventif dan treatment sudah dilakukan berulang kali. Membentuk Komisi Disiplin, Etika dan Anti Kekerasan Fakultas Kedokteran-RS Hasan Sadikin," kata Yudi.
Tak hanya itu, baik mahasiswa, dokter residen, dosen hingga pihak yang terlibat lainnya juga diberi buku pedoman sanksi kekerasan dan bullying. Unpad juga membuat pakta integritas anti kekerasan dan bullying setiap peserta didik saat mereka masuk atau dalam orientasi awal pendidikan.
6. Pj Gubernur Jabar dan Kemenkes Bergerak Tangani Kasus
Sementara itu Penjabat Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin pun mengaku sudah berkoordinasi hingga ke Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin soal kasus ini. Bey bahkan mengatakan Budi sudah tahu permasalahan ini dan sedang berupaya menyelesaikannya.
"Sebetulnya Pak Menkes (Budi) sudah tahu. Kami juga terus berkoordinasi dengan Pak Menkes agar melakukan koordinasi dengan pihak-pihak berkaitan soal perundungan ini," kata Bey usai Rapat Paripurna di Gedung DPRD, Senin (19/8/2024).
Ia menyayangkan sebab kerap kali penekanan pencegahan bullying dilakukan di skala sekolah. Namun, malah tingkat pendidikan dan institusi pelayanan yang lebih tinggi tak mengindahkan hal ini.
"Kita jangan bicara perundungan di sekolah tidak boleh, tapi ternyata ada di institusi yang harusnya memberikan pelayanan justru terjadi perundungan. Jadi bagaimana kita bisa memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, kalau di dalam sini ada perundungan?," ucap Bey.
Menurutnya, jika perundungan dibiarkan maka akan terjadi secara berulang. Bey menegaskan bahwa masalah ini harus ditangani dengan serius dan ditekan agar tak terjadi kejadian serupa.
"Itu (perundungan) kan pada akhirnya akan terus seperti itu. Makanya kami terus berkoordinasi dengan Pak Menkes, juga dengan Dirut Rumah Sakit (RSHS) yang baru. Kami berupaya agar apa hal bisa kami lakukan, pendekatan apa kepada siapa," tutur Bey.
"Kami akan bekerjasama untuk menekan atau menghilangkan perundungan. Harusnya kan di institusi itu tidak ada lagi perundungan," sambungnya.
Sementara itu tim detikJabar telah berupaya melakukan konfirmasi pada pihak Humas dan Dirut RSHS, namun sampai berita ini tayang belum ada tanggapan.
7. IDI Benarkan dan Prihatin Terjadi Perundungan Tidak Manusiawi
Perundungan yang dilakukan senior terhadap junior dilakukan secara tidak manusiawi, ada senior yang memanggil juniornya 'lonte', bagi-bagi pasien dari senior, hingga senior minta junior untuk dibukakan kamar hotel di sekitar RSHS.
Hal tersebut dibenarkan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Melalui Ketua Dewan Pertimbangan IDI Jabar dr Eka Mulyana. "Sudah (informasi bentuk perundungan) betul sekali," kata Eka dihubungi detikJabar via sambungan telepon, Senin (19/8/2024).
"Beberapa waktu ini jadi perbincangan hangat di internal kami, bahkan kami dengan teman-teman Undip (tak hanya Unpad) dan lain kita bahas untuk perbaikan bersama," tambahnya.
Baca juga: Langkah Unpad Cegah Kasus Bullying Terulang |
IDI Jabar mengaku prihatin dengan kejadian ini, Eka berharap kejadian ini tidak terulang kembali. "Dari IDI sebagai organisasi profesi dokter, kami menentang bentuk perundungan atau bullying yang sama sekali tidak ada kaitan dengan profesi," tegas Eka.
Dia mencontohkan, misal dokter apesialis, karena kita pendidikan berbasis pelayanan kepada pasien kita harus betul-betul menjaga etika dan perilakunya. Dokter menurut Eka, terikat dengan kode etik kedokteran, jika berseberangan apa yang tertera dalam kode etik, itulah yang harus di lurus dan jika terbukti bersebrangan dengan pendidikan itu harus di sanksi.
(aau/mso)