Sanksi Berat untuk Senior-Dosen Pelaku Bullying

Round-up

Sanksi Berat untuk Senior-Dosen Pelaku Bullying

Tim detikJabar - detikJabar
Selasa, 20 Agu 2024 09:00 WIB
Ilustrasi perundungan dokter
Ilustrasi Perundungan Dokter. Foto: Edi Wahyono
Bandung -

Masalah perundungan di lingkungan PPDS menjadi kejadian 'menahun' dan sudah terjadi berulang kali. Bahkan, dalam skrining kesehatan mental para peserta PPDS oleh Kementerian Kesehatan, banyak ditemukan keinginan untuk mengakhiri hidup. Dalam survei yang dilakukan pada 12.121 peserta PPDS di rumah sakit vertikal saat itu, pihak Kementerian Kesehatan menemukan ada sekitar 2.716 peserta PPDS yang mengalami depresi.

Dari keseluruhan jumlah tersebut, 1.977 mengalami depresi ringan, 486 depresi sedang, 178 mengeluhkan depresi sedang sampai berat, dan 75 orang mengalami depresi berat. Sekitar 3,3 persen peserta PPDS yang mengikuti survei teridentifikasi ingin mengakhiri hidup atau melukai diri.

Dari kejadian tersebut, terdapat 10 orang yang diduga juga melakukan perundungan selama Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Bedah Saraf di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Kota Bandung. Akibatnya, mereka disanksi oleh Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dikutip detikJabar dari CNN Indonesia dalam siaran pers yang diterima dari Kantor Komunikasi Publik Unpad, hukuman yang diberikan kepada 10 terduga pelaku itu bertingkat tiga kategori dari sanksi berat, sedang, hingga ringan.

Pertama, pemutusan studi para pelaku perundungan atau bullying (kategori pelanggaran berat) yang diterapkan kepada dua orang residen senior Sp1. Kedua, sanksi berat pada satu orang dosen terduga pelaku bullying.

ADVERTISEMENT

Ketiga, masa studi yang diperpanjang terhadap terduga pelaku bullying dengan kategori ringan hingga sedang yang diterapkan kepada tujuh orang. Selain itu, Dekan FK Unpad juga memberikan surat peringatan dan teguran pada Kepala Departemen dan Ketua Program Studi.

Sanksi itu bermula saat terungkap dokumen kajian etik dan hukum perundungan oleh dosen atau konsulen kepada peserta didik. Perkara itu terungkap ketika ada seorang peserta didik bedah saraf Unpad pada Juni 2024 lalu.

Permohonan pengunduran diri peserta didik itu kemudian diklarifikasi dekanat, sehingga terungkaplah dugaan perundungan di lingkungan akademis itu. Pada kajian tersebut salah satunya diketahui para peserta didik diminta menyewa kamar di salah satu hotel dekat RSHS selama enam bulan.

Selain itu, mereka mengeluarkan uang setidaknya hingga Rp65 juta per orang untuk bulan-bulan tersebut buat keperluan sewa kamar hotel tersebut dan kebutuhan hingga permintaan senior. Kebutuhan senior yang didanai itu di antaranya untuk hiburan (entertainment), makan-minum, penyewaan mobil, dan kebutuhan wingman.

Selain itu dalam dokumen itu terungkap pula ada dugaan kekerasan fisik, hingga pelecehan verbal dari senior terhadap para peserta didik. Dekan FK Unpad melalui Kepala Kantor Komunikasi Publik Universitas Padjadjaran, Dandi Supriadi mengatakan baik dari tingkat rektorat, dekanat fakultas, hingga pimpinan rumah sakit pendidikan tersebut telah berupaya keras untuk memimalisasi perundungan di lingkungan akademis.

"Artinya upaya telah dilakukan oleh pimpinan Rumah Sakit, Fakultas Kedokteran Unpad bahkan sampai Universitas, tapi kejadian kekerasan bullying masih saja terjadi," kata Dandi mewakili Dekan FK Unpad.

"Fakultas Kedokteran Unpad dan RS Hasan Sadikin sebagai Lembaga Pendidikan Tinggi untuk mencetak SDM yang berkualitas di bidang kesehatan dalam Upaya meningkatkan derajat Kesehatan Masyarakat di Indonesia sangat miris dan prihatin dengan fenomena bullying (perundungan) yang terjadi di lingkungan Pendidikan spesialisasi di Indonesia khususnya di Departemen Bedah Saraf," sambungnya.

Dekan FK Unpad, melalui Dandi, menyebut pihaknya terus berupaya untuk mengantisipasi tindakan bullying. Meski begitu mereka mengaku masih lengah dalam pengawasannya. "Upaya pemberantasan telah dan terus dilakukan sejak lama tapi belum membuahkan hasil yang menggembirakan, terjadi dan terjadi lagi," katanya.

Di lain sisi Dirut RSHS, Rachim Dinata Marsidi menanggapi dengan singkat hal tersebut. Ia mengakui adanya kejadian perundungan dan sudah ada tindakan yang dilakukan terhadap pelaku perundungan. Dia mengatakan peristiwa itu terjadi di lingkungan pendidikan dokter spesialis bedah saraf.

"Itu beberapa bulan yang lalu. Kejadiannya (di) spesialis bedah saraf," kata Rachim, saat dihubungi, Jumat lalu.

Rachim menuturkan ia tidak mengetahui persis bagaimana kejadian perundungan itu terjadi. Pasalnya, dia baru memegang jabatan Dirut RSHS selama dua pekan. Namun, dia memastikan akan memberantas perundungan di lingkungan tersebut dan melindungi korban.

"Yah kebijakan meneruskan yang lama. Kita memberantas perundungan. Kita sekarang memberi teguran kepada yang bersangkutan. Dikembalikan fakultas kedokteran. Jadi kita kembalikan ke sana," katanya.

Tiga orang yang terdiri dari dua senior dan satu orang dosen, kini diganjar sanksi berat dari FK Unpad. Dekan Fakultas Kedokteran Unpad, Prof Yudi Mulyana Hidayat dalam keterangannya menyampaikan dari 10 orang yang terlibat, tiga di antaranya masuk pada kategori pelanggaran berat. Tiga pelanggaran berat itu, dilakukan dua orang yang merupakan dokter residen senior dan seorang dosen.

"Pemutusan studi para pelaku bullying dengan katagori pelanggaran berat 2 orang residen senior Sp1," kata Yudi dalam keterangan tertulis Humas Unpad kepada detikJabar, Senin (19/8/2024).

"Proses pemberian sanksi berat pada dosen pelaku bullying 1 orang," kata Yudi menambahkan.

Yudi mengaku prihatin dengan kejadian ini. Apalagi Fakultas Kedokteran Unpad dan RS Hasan Sadikin sebagai Lembaga Pendidikan Tinggi untuk mencetak SDM yang berkualitas di bidang kesehatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia.

"Sangat miris dan prihatin dengan fenomena bullying atau perundungan yang terjadi di lingkungan pendidikan spesialisasi di Indonesia khususnya di Departemen Bedah Saraf," ucapnya

Yudi juga menyebut, hal itu sudah terjadi sejak lama. Pihaknya terus melakukan beragam cara agar kejadian serupa tidak terulang namun malah terulang lagi.

Buntut dari kasus ini, pihaknya membentuk Komisi Etika Disiplin. Hal itu dilakukan agar kejadian tersebut tak terulang kembali.

"Upaya preventif dan treatment sudah dilakukan berulang kali. Membentuk Komisi Disiplin, Etika dan Anti Kekerasan Fakultas Kedokteran-RS Hasan Sadikin," kata Yudi.

Tak hanya itu, baik mahasiswa, dokter residen, dosen hingga pihak yang terlibat lainnya juga diberi buku pedoman sanksi kekerasan dan bullying. Unpad juga membuat pakta integritas anti kekerasan dan bullying setiap peserta didik saat mereka masuk atau dalam orientasi awal pendidikan.

Sementara itu Penjabat Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin pun mengaku sudah berkoordinasi hingga ke Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin soal kasus ini. Bey bahkan mengatakan Budi sudah tahu permasalahan ini dan sedang berupaya menyelesaikannya.

"Sebetulnya Pak Menkes (Budi) sudah tahu. Kami juga terus berkoordinasi dengan Pak Menkes agar melakukan koordinasi dengan pihak-pihak berkaitan soal perundungan ini," kata Bey usai Rapat Paripurna di Gedung DPRD, Senin (19/8/2024).

Ia menyayangkan sebab kerap kali penekanan pencegahan bullying dilakukan di skala sekolah. Namun, malah tingkat pendidikan dan institusi pelayanan yang lebih tinggi tak mengindahkan hal ini.

"Kita jangan bicara perundungan di sekolah tidak boleh, tapi ternyata ada di institusi yang harusnya memberikan pelayanan justru terjadi perundungan. Jadi bagaimana kita bisa memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, kalau di dalam sini ada perundungan?," ucap Bey.

Menurutnya, jika perundungan dibiarkan maka akan terjadi secara berulang. Bey menegaskan bahwa masalah ini harus ditangani dengan serius dan ditekan agar tak terjadi kejadian serupa.

"Itu (perundungan) kan pada akhirnya akan terus seperti itu. Makanya kami terus berkoordinasi dengan Pak Menkes, juga dengan Dirut Rumah Sakit (RSHS) yang baru. Kami berupaya agar apa hal bisa kami lakukan, pendekatan apa kepada siapa," tutur Bey.

"Kami akan bekerjasama untuk menekan atau menghilangkan perundungan. Harusnya kan di institusi itu tidak ada lagi perundungan," sambungnya.

Sementara itu tim detikJabar telah berupaya melakukan konfirmasi pada pihak Humas dan Dirut RSHS, namun sampai berita ini tayang belum ada tanggapan.

(aau/sud)


Hide Ads