Tak banyak nama tokoh atau pahlawan perempuan di Kota Tasikmalaya yang diabadikan menjadi nama jalan. Sejauh penelusuran detikJabar di wilayah Kota Tasikmalaya, hanya ada dua ruas jalan yang diberi nama tokoh perempuan.
Yang pertama adalah Jalan Dewi Sartika dan Jalan Ibu Apipah. Sosok Dewi Sartika tentu sudah tak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, apalagi masyarakat Jawa Barat. Dewi Sartika adalah pahlawan nasional sekaligus tokoh pendidikan untuk kaum perempuan.
Sementara itu terkait sosok Ibu Apipah yang namanya diabadikan menjadi nama jalan yang menghubungkan Jalan HZ Mustofa dan Jalan BKR Kota Tasikmalaya, ternyata tak terlalu banyak masyarakat yang mengetahuinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah warga yang berada di sekitar kawasan itu mayoritas geleng-geleng kepala ketika ditanya terkait sosok Ibu Apipah. Di sisi lain ruas jalan itu kini mulai menunjukkan geliat pertumbuhan usaha kuliner. Banyak rumah makan dan pedagang makanan yang mulai meramaikan jalan tersebut.
Sosok Ibu Apipah sendiri rupanya salah seorang tokoh aktivis perempuan Sunda yang berkiprah di masa awal kemerdekaan Indonesia. Tasikmalaya dan Bandung adalah dua kota yang menjadi tempat Ibu Apipah berkiprah.
Memiliki nama lengkap Apipah Nataatmadja, perempuan Sunda ini lahir di Kecamatan Cibatu Kabupaten Garut pada 19 September 1910. Dia merupakan kakak tertua dari Gubernur Jawa Barat periode 1960-1970, Letjen Mashudi.
Di masa sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia, Ibu Apipah menekuni profesinya sebagai guru taman kanak-kanak di Tasikmalaya.
"Ibu Apipah bersekolah di Garut, kemudian mendapat pendidikan khusus dari mantan gurunya di Garut, sehingga menjadi guru Taman Kanak-Kanak di Chin School Tasikmalaya dari tahun 1933 sampai tahun 1941," tulis Ratna Ayu Budhiarti, seorang penulis asal Garut dalam karyanya 'Meneladani Semangat Ibu Apipah'.
Di masa penjajahan Jepang, Ibu Apipah kemudian hijrah ke Bandung hingga masa proklamasi kemerdekaan Indonesia. Saat meletus peristiwa Bandung Lautan Api, Ibu Apipah mengungsi ke daerah Ciparay dan menjadi bagian dari pendirian dapur umum.
Setelah itu dia kemudian memutuskan untuk kembali ke Tasikmalaya. Dia kota yang dikenal dengan hasil kerajinannya ini, Ibu Apipah mencoba merintis usaha. Dia menjadi pedagang dari karya kerajinan masyarakat Tasikmalaya. Toko Patriot, demikian nama usaha kerajinan yang didirikannya.
Namun disamping menjalankan bisnis dia juga aktif berorganisasi di Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari). "Selain itu Ibu Apipah mendirikan Yayasan Harapan yang bergerak di bidang sosial, untuk menampung anak yatim korban pemberontakan DI/TII," tulis Ratna.
Setelah situasi negara stabil atau masuk ke zaman orde baru, Ibu Apipah mulai masu ke dunia politik. Dia terpilih menjadi anggota DPRD Tasikmalaya, lalu melenggang ke Senayan menjadi anggota DPR RI untuk periode 1973 hingga 1978.
"Hingga akhir hayatnya beliau tidak berhenti dengan kesibukan organisasi. Ia sendiri tidak menikah dan mencurahkan perhatiannya untuk mengurus anak-anak yatim di yayasannya. Ibu Apipah meninggal pada tanggal 23 November 1990, dan dimakamkan pada tanggal 24 November 1990 di pemakaman umum Cieunteung Tasikmalaya," tulis Ratna.
Kiprah Ibu Apipah sendiri dianggap telah banyak menginspirasi bagi perempuan Tasikmalaya sehingga tak heran sebagai bentuk penghargaan namanya diabadikan menjadi nama jalan.
"Sebagai perempuan, Apipah telah membuktikan kemandirian dan dedikasi penuh terhadap organisasi dan kegiatan sosial, juga sebagai salah satu 'ibu' anak-anak bangsa yang telah memberikan manfaat positif dari dirinya bagi orang banyak," tulis Ratna.
Pegiat sejarah Kota Tasikmalaya, Muhajir Salam juga membenarkan bahwa sosok Ibu Apipah merupakan salah seorang aktifis perempuan yang memiliki jasa bagi Tasikmalaya.
"Ibu Apipah adalah aktivis perempuan yang bergerak di bidang pendidikan. Beliau adalah seorang guru. Dia juga bagian dari organisasi Perwari, yang lembaga pendidikannya masih ada hingga kini," kata Muhajir.
(sud/sud)