Bisnis Tambang Emas Ilegal Kembali Bergeliat di Sukabumi

Round-Up

Bisnis Tambang Emas Ilegal Kembali Bergeliat di Sukabumi

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Sabtu, 15 Jun 2024 09:00 WIB
Petugas menemukan lubang bekas galian gurandil di Sukabumi
Petugas menemukan lubang bekas galian gurandil di Sukabumi. (Foto: Istimewa)
Sukabumi -

Para gurandil kembali berulah, aktivitas perambahan mereka mulai membuat resah Perhutani Sukabumi. Lubang-lubang galian berada di kawasan produksi perusahaan pelat merah tersebut, patroli kerap dilakukan namun para gurandil tak kalah cerdik kucing-kucingan dengan petugas.

"Lokasinya di wilayah Kecamatan Lengkong, kawasan Hutan Cibitung. Ada puluhan lubang dengan kedalaman 15 meter, 30 meter bahkan ada yang sampai 60 meter. Itu dilakukan secara tradisional oleh para gurandil," kata A, salah seorang warga kepada detikJabar, Jumat (14/6/2024).

A menyebut, lokasi lubang berada sekitar 700 meter dari perkampungan terdekat. Ia juga membenarkan kawasan hutan yang dirambah gurandil merupakan lahan Perhutani.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ia itu kawasan hutan pinus, masih produktif dan disadap Perhutani. Ke perkampungan itu sekitar 700 meter. Yang kami khawatirkan, jarak antara lubang itu hanya 1 meter sampai 2 meter," tutur A.

Penegakan hukum kerap dilakukan, namun hanya sebatas menyentuh para gurandil hingga para bos lubang emas yang membiayai pergerakan para gurandil. Investigasi pernah dilakukan detikJabar beberapa waktu lalu saat pertambangan ilegal di wilayah Cibuluh, Ciemas menunjukkan alur penjualan hasil emas ilegal juga melibatkan para penadah.

ADVERTISEMENT

"Bos-bosnya ini banyak, tidak akan ada gurandil kalau tidak ada bos yang memberikan modal dan menerima hasil galian bebatuan dan yang sudah diproses menjadi emas," kata A yang juga mantan penambang emas ilegal.

A membenarkan, penanganan hukum kepada para pelaku biasanya hanya terhenti di para gurandil, tidak jarang para pemungut bebatuan atau disebut dengan istilah 'Ngonek' juga ikut tertangkap.

"Mungkin ada kepala lubang tambang yang diamankan, tapi bukan big boss nya. Dari beberapa mereka yang diamankan hanya sebatas penambang dan tukang ngonek, kalau memang mau penanganan harusnya secara menyeluruh," ujarnya.

Keresahan dirasakan Nanang Hermansyah, Asper BKPH Lengkong yang membawahi kawasan tersebut. Ia mengatakan upaya-upaya penertiban sudah kerap kali dilakukan. Namun hal itu tidak membuat para Gurandil kapok.

"Sudah beberapa kali kami tertibkan, sudah tidak terhitung karena seringnya. Mau di Kawasan RPH Hanjuang Barat, RPH Hanjuang Tengah sering patroli dan penertiban," kata Nanang.

"Bahkan beberapa waktu kemarin ada yang langsung dengan Polres sudah ditahan tapi yang namanya itu tidak selesai-selesai, tidak berhenti. Contoh di Gunung Hanjuang dengan Polres Sukabumi, itu langsung yang 11 orang ditahan ditangani sama polres. Sekitar akhir tahun 2023 kemarin yang ada Koperasi di ciemas, dengan Divre kantor KPA," bebernya.

Nanang menyebut aktivitas gurandil sudah berjalan selama puluhan tahun, dua tahun menjabat di kawasan Lengkong, Nanang mengaku sudah dibuat pusing dengan aktivitas ilegal tersebut.

"Bukan melapor lagi, sudah 2 tahun di Lengkong, bikin pusing. Yang namanya gurandil sudah (ibarat aktivitas) kebutuhan mengisi perut, yang dapatnya yang masuk lubang, pengusaha besarnya tidak dapat," tutur Nanang saat ditanya detikJabar soal apakah pihaknya sudah melapor ke polisi kaitan aktivitas ilegal tersebut.

Nanang menjelaskan kawasan Perhutani yang dirambah oleh para gurandil berada di wilayah hutan produksi dan aktif. Karena aktivitas perambahan tidak sedikit kawasan yang rusak dan tidak bisa diproduksi, tidak hanya itu kerusakan lingkungan juga terjadi.

"Itu Pohon Pinus, Rica, Tanaman jenis Bio Massa, banyak jenis tegakan hampir semua aktivitas ilegal itu dilakukan bukan di tanah kosong tapi di lokasi yang ada tegakannya. Di Hanjuang Barat ada di dekat tegakan Pinus daerah sadapan. Mereka ada di lahan produktif," keluh Nanang.

Kondisi kawasan itu kini disebut Nanang sangat memprihatinkan, perusakan secara masif terjadi dan membahayakan lingkungan sekitar. "Namanya di tempat itu hal tidak mungkin ada yang tidak tertebang, perusakan tegakan, alam dan ekologi, banyak kerugiannya," tutur dia.

(sya/iqk)


Hide Ads