Hikmah dan Fiqih Berkurban: Hukum, Dalil dan Keutamaan

Hikmah dan Fiqih Berkurban: Hukum, Dalil dan Keutamaan

Ustadz Beni Sarbeni, Lc - detikJabar
Kamis, 13 Jun 2024 09:18 WIB
Ilustrasi Anak Melihat Penyembelihan Kurban
Ilustrasi kurban (Foto: iStock)
Bandung - بسم الله الرحمن الرحيم

Hikmah Berkurban

Segala puji hanya milik Allah ﷻ , shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad, kepada keluarga dan seluruh pengikutnya sampai akhir zaman.

Allah ﷻ menciptakan kita dengan tujuan yang jelas, yakni beribadah hanya kepada-Nya, Allah ﷻ berfirman:

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ ٥٦

"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku". (Ad-Dzariyat [51]: 56)

Selanjutnya diantara Ibadah yang disyariatkan kepada kita sebagai umat Nabi Muhammad ﷺ adalah Udhiyah atau Kurban, yang di dalamnya ada menyembelih juga membagi-bagikan dagingnya kepada orang yang berhak mendapatkannya.

Berikut ini beberapa hikmah disyariatkannya Ibadah berkurban:

Pertama, Diantara wujud mentauhidkan Allah.

Berkurban adalah ibadah, dan menyembelihnya pun adalah Ibadah, yang hanya boleh dilakukan untuk Allah ﷻ :

قُلۡ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٦٢ لَا شَرِيكَ لَهُۥۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرۡتُ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ ١٦٣

"Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (Al-An'am [6]: 162-163).

Nusuk (ibadat) yang dimaksud dalam ayat ini adalah menyembelih. Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

"At-Tsauri berkata dari as-Suddi, dari Said bin Jubair bahwa, kata [ibadatku] maksudnya adalah sesembelihanku, demikian pula yang dikatakan oleh as-Sauddi dan ad-Dhahhak".1

Kedua, Syukur atas nikmat Allah ﷻ .

Berkurban merupakan salah satu bentuk ungkapan rasa syukur kita kepada Allah ﷻ atas segala nikmat yang sangat melimpah, yang seandainya kita menghitung-hitung nikmat-Nya niscaya kita tidak akan pernah kita mampu untuk melakukannya, Allah ﷻ berfirman:

وَءَاتَىٰكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلۡتُمُوهُۚ وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَظَلُومٞ كَفَّارٞ ٣٤

"Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)". (Ibrahim [14]: 34)

Ketiga, Menghidupkan ajaran Nabi Ibrahim 'alaihi salaam.

Syariat Nabi sebelum Nabi Muhammad itu disyariatkan bagi kita selama tidak ada syariat Nabi Muhammad yang menyelisihinya.
Allah ﷻ berfirman:

ثُمَّ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ أَنِ ٱتَّبِعۡ مِلَّةَ إِبۡرَٰهِيمَ حَنِيفٗاۖ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ١٢٣

"Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif" dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan". (An-Nahl [16]: 123)

Keempat, Hidup itu pengorbanan.

Allah ﷻ setiap kali mengangkat derajat hamba-Nya, Dia pun senantiasa mengujinya, bahkan tingginya derajat bisa jadi merupakan ujian.
Allah ﷻ berfirman:

أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتۡرَكُوٓاْ أَن يَقُولُوٓاْ ءَامَنَّا وَهُمۡ لَا يُفۡتَنُونَ ٢ وَلَقَدۡ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۖ فَلَيَعۡلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْ وَلَيَعۡلَمَنَّ ٱلۡكَٰذِبِينَ ٣

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta". (Al-Ankabut [29]: 2-3)

Maka ujian adalah perjalanan meningkatkan derajat seorang mukmin. Allah ﷻ menceritakan kisah Ibrahim dan putrnya Ismail:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡيَ قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٠٢ فَلَمَّآ أَسۡلَمَا وَتَلَّهُۥ لِلۡجَبِينِ ١٠٣ وَنَٰدَيۡنَٰهُ أَن يَٰٓإِبۡرَٰهِيمُ ١٠٤ قَدۡ صَدَّقۡتَ ٱلرُّءۡيَآۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجۡزِي ٱلۡمُحۡسِنِينَ ١٠٥ إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ ٱلۡبَلَٰٓؤُاْ ٱلۡمُبِينُ ١٠٦ وَفَدَيۡنَٰهُ بِذِبۡحٍ عَظِيمٖ

"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar". (Ash-Shaaffat [37]: 102-107).

Kelima, Ibadah kurban mengajarkan kepedulian.

Sebenarnya bukan sekedar daging yang kita berikan, akan tetapi kepedulian yang mesti terus ditumbuhkan. Ialah ketakwaan yang diantara bentuknya adalah semangat untuk memberi manfaat kepada orang lain, Allah ﷻ berfirman:

لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقۡوَىٰ مِنكُمۡۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمۡ لِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ٣٧

"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik". (Al-Hajj [22]: 37)

Line art garis pembatas

Fiqih Kurban

Definisi Kurban (Udhiyah):

مَا يُذْبَحُ مِنَ الإِبِلِ أَوِ الْبَقَرِ أَوِ الْغَنَمِ أَوِ الْمَعِزِ تَقَرُّباً إِلى اللهِ تَعَالى يَوْمَ الْعِيدِ.

"Unta, sapi, domba atau kambing yang disembelih di hari raya karena ibadah kepada Allah."2

Dasar hukum disyariatkannya Udhiyah adalah al-Qur'an, Sunnah dan Ijma.

Allah ﷻ berfirman:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ ٢

"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah". (Al-Kautsar [108]: 2).

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, beliau berkata:

ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا يُسَمِّي وَيُكَبِّرُ فَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ

"Nabi ﷺ berkurban dengan dua ekor domba yang berwarna putih bercampur hitam lagi bertanduk, beliau meletakkan kakinya di lehernya, membaca basmalah, bertakbir lalu menyembelih dengan tangannya".3 Dalam redaksi lainnya, "Keduanya bertanduk".

Hukum Udhiyah:

Dalam hal ini ada dua pendapat ulama4:

Pertama: Mereka yang mengatakan bahwa, kurban hukumnya wajib bagi yang mampu, inilah pendapat Rabiah, al-Auzai, Abu Hanifah, al-Laits, sebagian Malikiyah dan satu riwayat dari Imam Ahmad.

Kedua: Mereka yang mengatakan bahwa, kurban hukumnya sunnah, ini adalah pendapat jumhur ulama, Malik, asy-Syafii, Ahmad dan yang lainnya.

Dalil mereka yang mewajibkan:

Allah ﷻ berfirman:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ ٢

"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah". (Al-Kautsar [108]: 2).

Yang dimaksud dengan berkorbanlah adalah udhiyah, dalam ayat ini berkurban diungkapkan dalam bentuk perintah dan diungkapkan setelah perintah untuk shalat, maka kesimpulannya kurban itu wajib hukumnya.

Nabi ﷺ bersabda:

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

"Barang siapa memiliki kelapangan rezeki sementara dia tidak berkurban, maka janganlah dia mendekati tempat shalat kami".5

Ketika Nabi ﷺ melarang orang yang memiliki kelapangan rezeki untuk mendekati masjid ketika dia tidak berkurban, maka hal itu menunjukkan dia telah meninggalkan kewajiban.6

Dalil mereka yang menyatakan tidak wajib:

Mesti difahami bahwa, udhiyah itu sepakat disyariatkan. Hanya saja perbedaan itu terletak pada hukumnya dan untuk menyatakan wajib membutuhkan dalil yang kuat.

Berikut ini alasan para ulama yang menyatakan tidak wajib:

Pertama: Para sahabat memahami bahwa, udhiyah itu hukumnya tidak wajib, bahkan Imam al-Mawardi berkata:

Diriwayatkan dari para sahabat, yang dengannya bisa ditetapkan Ijma bahwa, Udhiyah itu tidak wajib7. Diantaranya:

Diriwayatkan dari Abu Suraihah, beliau berkata: "Aku melihat Abu Bakar dan Umar, mereka berdua tidak berkurban".8

Diriwayatkan dari Abu Mas'ud al-Anshari radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Aku tidak menunaikan kurban padahal aku mampu, karena khawatir tetanggaku menduga bahwa ia adalah kewajiban bagiku".

Kedua: lalu bagaimana dengan dalil-dalil yang dibawakan oleh mereka yang menyatakan wajib ?

Adapun untuk ayat dalam surat al-Kautsar, maka para ulama sendiri berbeda pendapat tentang makna ayat, pendapat yang lebih kuat artinya adalah "Shalatlah kalian karena Allah dan menyembelihlah kalian karena Allah", jadi yang wajibnya adalah karena Allah, karena shalat yang dimaksud pun adalah shalat ied10.

Adapun tentang hadits, maka para Imam menyatakan hadits tersebut mauquf, apalagi Abu Hurairah yang meriwayatkan hadits pada waktu itu sebagai penguasa di Madinah, sepertinya beliau berpendapat wajibnya udhiyah sehingga menetapkan hal itu sebagai hukuman atau ta'zir11.

Al-Hasil, pendapat yang lebih kuat bahwa Udhiyah hukumnya Sunnah Muakkadah, wallahu a'lam.

Apa saja binatang yang boleh dikurbankan ?

Kurban itu berupa binatang ternak, yakni unta, sapi dan domba atau kambing. Dalilnya adalah firman Allah ﷻ :

وَلِكُلِّ أُمَّةٖ جَعَلۡنَا مَنسَكٗا لِّيَذۡكُرُواْ ٱسۡمَ ٱللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلۡأَنۡعَٰمِۗ

"Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka". (Al-Hajj : 54)

Yang dimaksud dengan Bahimatul An'am (binatang ternak) adalah unta, sapi dan domba atau kambing, hal itu sebagaimana dikatakan oleh al-Hasan dan Qatadah12.

Unta dan Sapi, kurban untuk berapa orang ?

Satu ekor unta cukup untuk sepuluh orang, seekor sapi cukup untuk tujuh orang, dan seekor domba cukup untuk satu orang. Hal itu berdasarkan dalil berikut ini:

عَنِ ابْنِ عَبَّاٍس قَالَ: كُنَّا مَعَ رَسُوْلِ الله - صلى الله عليه وسلم - فيِ سَفَرٍ فَحَضَرَ الأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا في الْجَزُوْرِ عَنْ عَشْرَةٍ وَالْبَقَرَةِ عَنْ سَبْعَةٍ

"Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Pernah kami bersama Rasulullah ﷺ dalam sebuah perjalanan, tibalah waktu Iedul Adha, lalu kami berserikat dalam seekor unta untuk sepuluh orang, dan seekor sapi untuk tujuh orang".13

Seekor domba cukup untuk satu orang beserta keluarganya.

عَنْ عَطَاء بْنِ يَسَارٍ قال: سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوْبٍ الأَنْصَارِىِّ : كَيْفَ كَانَتِ الضَّحَايَا فِيْكُمْ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ - صلى الله عليه وسلم -؟ قَالَ: كَانَ الرَّجُلُ فيِ عَهْدِ النَّبِيِّ - صلى الله عليه وسلم - يُضَحِّى بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ فَيَأْكُلُوْنَ وَيُطْعِمُوْنَ، ثُمَّ تَبَاهَى النَّاسُ فَصَارَ كَمَا تَرَى

"Diriwayatkan dari Atha bin Yasar, beliau berkata: aku bertanya kepada Abu Ayyub al-Anshary, "Bagaimanakah kurban kalian di masa Rasulullah ﷺ ?" jawabnya:

"Seseorang di masa Rasulullah ﷺ berkurban dengan seekor domba untuknya dan keluarganya, mereka makan dan memberikan makan, kemudian manusia bermegah-megahan, sehingga seperti yang kalian lihat".14

Usia hewan kurban:

Dasar hukum dalam masalah ini adalah hadits Nabi ﷺ :

لاَ تَذْبَحُوا إِلاَّ مُسِنَّةً إِلاَّ أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْن

"Janganlah kalian berkurban kecuali Musinnah, kecuali jika kalian dalam keadaan sulit maka kalian boleh menyembelih Jadz'ah (domba yang berusia enam bulan lebih)".15

Rinciannya adalah sebagai berikut:

  • Unta yang Musinnah harus berusia lima tahun lebih.
  • Sapi yang Musinnah harus berusia dua tahun lebih.
  • Kambing yang Musinnah harus berusia satu tahun lebih.
  • Domba yang Musinnah harus berusia satu tahun, hanya saja secara khusus domba bisa yang Jadz'ah, yakni yang berusia enam bulan.

Dalam hadits Uqbah bin amir radhiyallahu anhu, beliau berkata: "Pernah aku berkurban bersama Nabi ﷺ dengan seekor domba yang Jad'ah, yakni berumur 6 bulan16.

Cacat yang dengannya tidak bisa dikurbankan:

Diriwayatkan dari Ubaid bin Fairuz, beliau berkata, aku bertanya kepada al-Barra bin Azib radhiyallahu 'anhu, ceritakanlah kepadaku udhiyah yang dibenci atau dilarang oleh baginda Nabi ﷺ !" jawab beliau, Rasulullah ﷺ bersabda seraya memberikan isyarat dengan tangannya - dan tanganku lebih pendek dari tangan beliau -:

أَرْبَعٌ لاَ تُجْزِئُ فِي الأَضَاحِى: العَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوْرُها، وَاْلمَرِيْضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا، وَاْلعَرْجَاء الْبَيِّنُ ظَلْعُهَا، وَالْكَسِيْرَةُ الَّتِي لاَ تُنْقِى".

"Ada empat (binatang) yang tidak sah dalam berkurban, yang pecak dan jelas pecaknya, yang sakit lagi jelas sakitnya, yang pincang jelas pincangnya, dan yang kurus tidak memiliki sumsum".17

Beliau (al-Barra bin Azib) berkata: "Aku membenci binatang yang cacat pada telinganya", beliau pun berkata: "Apa yang aku benci tinggalkanlah, tapi jangan mengharamkannya kepada seorang pun".18

Artinya cacat di telinga bukan aib yang menjadikan tidak sah, hanya saja meninggalkannya sebagai keutamaan. wallahu a'lam

Line art garis pembatas

**Faidah Ilmiyah dari Ustadz Beni Sarbeni, Lc hafizhahullah

**Kandidat Doktor Pendidikan Agama Islam (PAI) Universitas Islam Nusantara (UNINUS) Kota Bandung

Daftar Pustaka :

1. Tafsir Al-Qur'anil Azhim oleh al-Hafiz Ibnu Katsir (Darus Salaam, Riyadh, cet. 1998) Jilid. 2, hal. 266

2. Al-Fiqhul Muyassar 'ala Dauil Kitab was Sunnah, kompilasi para ulama (Dar A'lamis Sunnah, Riyad, cet. 2009), hal. 190

3. Shahih, riwayat Bukhari (553) dan Muslim (1966).

4. Lihat kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid (1/ 314), Shahih Fiqhis Sunnah (2/ 367), as-Syarhul Mumti (3/ 368).

5. Hasan diriwayatkan oleh Ibnu Majah (2123), walaupun para Imam menyatakan haditsnya Mauquf hanya sampai Abu Hurairah.

6. Al-Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitabil Aziz oleh Abdul azhim al-Badawi (Dar Ibnu Rajab, cet. 2001), hal. 405

7. Lihat Shahih Fiqhis Sunnah (3/368) dinukil dari al-Hawi (19/ 85), demikian pula dari al-Muhalla (7/ 358).

8. Sanadnya shahih, diriwayatkan oleh Abdur Razzaq dan al-Baihaqi.

9. Sanadnya shahih, diriwayatkan oleh Abdur Razzaq dan al-Baihaqi.

10. Shahih Fiqhis Sunnah oleh Abu Malik (Al-Maktabah at-Taufiqiyyah, Kairo, cet. 2003) jilid. 2, hal. 367

11. Fathu Dzil Jalali wal Ikram oleh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin ( Al-Maktabah al-Islamiyah, KSA, cet. 2006) Jilid. 6, hal. 76

12. Umdatul Qari Syarah Shahih al-Bukhari oleh Badruddin al-Aini (Dar Ihya at-Turats, Beirut, cet. 1431 H) Jilid. 9, hal. 129

13. Shahih, riwayat Ibnu Majah (no. 3131), at-Tirmidzi (905) dan yang lainnya.

14. Shahih, riwayat Ibnu Majah (3147) dan at-Tirmidzi (1505).

15. Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (1963)

16. Shahih, diriwayatkan oleh an-Nasai (219), lihat al-Fiqhul Muyassar, hal. 193

17. Yang tidak memiliki sumsum, kalimat ini menunjukkan sangat kurus sampai tidak bisa berdiri.

18. Shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Majah (3144), Shahih Ibni Khuzaiman (2912) dan yang lainnya.
(yum/yum)



Hide Ads