Kisah Wasim, Ada Kebahagiaan Ibunda dalam Setiap Kayuhan Becaknya

Serba-serbi Warga

Kisah Wasim, Ada Kebahagiaan Ibunda dalam Setiap Kayuhan Becaknya

Irsyad Naballah - detikJabar
Rabu, 29 Mei 2024 10:00 WIB
Wasim, Tukang Becak Jalan Ahmad Yani Bandung
Wasim, Tukang Becak Jalan Ahmad Yani Bandung. Foto: Irsyad Nabalah/detikJabar
Bandung - Siang yang terik di Jalan Ahmad Yani Kota Bandung tak mematahkan semangat Wasim. Ia melawan panasnya siang di Bandung demi kebahagian ibunda. Wasim duduk di becaknya sembari berharap penumpang mampir dan menggunakan jasanya.

Pria berumur 47 tahun yang telah menawarkan jasa naik becak semenjak tahun 1997. Wasim memilih menjadi tukang becak karena senang berinteraksi dengan orang lainnya. Selain itu, ia juga ingin mengajak orang-orang berkeliling Kota Bandung dengan becaknya. Selama 27 tahun, Wasim tetap menekuni dan mencintai pekerjaannya.

"Tahun 1997 pas lagi zamannya Presiden Soeharto itu inget banget saya pertama kali narik becak, pas banget sehabis saya selesai sekolah. Pertama kali saya mangkal tuh dulu di Cicadas ada pangakalannya sendiri sama tukang-tukang becak yang lainnya," ucap Wasim.

Jalan yang ditempuh selama Wasim menjadi tukang becak pun tidak mudah, Ia merupakan seorang perantau dari Kota Subang yang sengaja datang ke Kota Bandung untuk mencari kemujuran.

"Saya awalnya sengaja ngerantau ke Bandung buat cari kerja, soalnya banyak ladang kerja katanya di sini, cuma saya susah dapetin kerja di sini. Terus saya ditawarin jadi tukang becak sama salah satu rekan saya buat nyambil awalnya, tapi pas dijalanin menyenangkan juga jadi saya terusin," cerita Wasim.

"Dulu mah lumayan jadi tukang becak teh, karena dulu juga ongkos mah masih murah ya sekali jalan bisa dapet sekitar Rp 200 hingga Rp 300. Yaa buat pendapatan sehari mah bisa lah dapat sampai Rp 15.000 mah," tambah Wasim.

Namun kejayaan dan kepopuleran becak sebagai transportasi tidaklah berumur panjang. Pasalnya kini becak sudah jarang sekali diminati oleh orang-orang, bahkan pelancong sekalipun tidak menjadi becak sebagai transportasi utamanya.

"Sekarang mah udah susah dapet pelanggan, paling cuma bisa dapet sehari 1-2 pelanggan aja udah bagus banget. Soalnya biasa bahkan sehari ga dapet satupun pelanggan," keluh Wasim.

Dampak dari sepinya peminat yang menggunakan jasa becak dapat dimengerti dikarenakan tarif naiknya yang tidak murah, dan waktu sampai tujuan yang memakan waktu jika dibandingkan dengan transportasi lain, seperti ojek online dan lainnya. Namun hal itu juga dapat dipahami bahwasannya kalau becak menggunakan murni tenaga kayuh dari pengendara berbeda dengan transportasi lain yang dibantu oleh tenaga mesin.

"Biasanya orang naik dari sini tuh buat masuk ke Jalan Bengawan, itu tuh biasa ditarif Rp 10.000 sekali naik. Ya kalau lebih jauh lagi dari Jalan Ahmad Yani sini ke Jalan Kiaracondong bisa sampai Rp 25.000 soalnya jaraknya juga kan jauh," ucap Wasim tentang tarif naik becak pada saat ini.

"Karena sepi yang naik juga makanya ini saya jadi susah nyetor ke bos saya, soalnya kan ini becak kita tuh kaya dipinjemin nanti setor ke bos sehari Rp 15.000 setorannya. Karena susah jadinya saya sering nunggak juga buat setorannya, biasa sampai 3 hari baru bisa nyetor. Kalau dulu mah masih enak karena masih ramai udah gitu juga cuma nyetor seharinya Rp 1.500 aja," ujar Wasim.

Semua hasil kerja kerasnya sampai kini tentunya Wasim memiliki tujuan yaitu untuk menghidupi keluarganya yang berada di tempat asalnya yaitu Kota Subang. "Ya saya kerja juga selain buat makan dan setoran becak sebisa mungkin dikumpulin uangnya buat ngasih uang ke ibu saya di Subang," tutur Wasim tentang tujuannya.

"Awalnya buat keluarga saya yang di sini, dulu saya punya istri cuma sudah wafat dan saya juga ga punya anak. Jadi yang saya punya sekarang tinggal ibu saya seorang aja, makanya mumpung masih ada di dunia saya mau bahagiain dia aja di sisa hidupnya," ucap Wasim. (sud/sud)



Hide Ads