Pada tiga bulan pertama tahun 2024, Kota Bandung mencatat 1.741 kasus DBD. Kenaikan tersebut juga dirasakan di sejumlah Rumah Sakit salah satunya RSUD Bandung Kiwari.
Direktur RSUD Bandung Kiwari, dr Yorisa Sativa menyampaikan data perbandingan selama enam bulan terakhir, puncak kenaikan kasus terjadi pada Januari-Maret 2024. Diperkirakan, angka ini masih terus naik sampai bulan Maret berakhir.
"Sejak September 2023 itu kasus DBD masih landai, ada 18 kasus. Angka paling hanya 20-23 kasus dan sampai bulan Desember masih di 17 kasus. Januari 2024 itu mulai terasa ada peningkatan, kasus DBD mencapai 38, kemudian Februari naik menjadi 60 jadi meningkat dua kalinya. Kemudian sampai 15 Maret tercatat 40 kasus. Mungkin bisa sampai lebih dari 60 kasus DBD sampai akhir bulan Maret nanti," ucapnya saat dihubungi detikJabar, Senin (25/3/2024).
Yorisa menyebut, pelayanan RSUD sempat merasa kewalahan dan banyak tenaga kesehatan (nakes) yang kelelahan. Ia mengaku IGD RSUD Bandung Kiwari pun sempat penuh, meskipun sejauh ini kondisinya mulai terurai dengan menambah nakes dan 10-15 kasur.
"Kalau dibilang kasus menurun belum, tapi adanya isu masuk RS penuh membludak itu sempat terjadi. Ini iramanya sama di 42 RS lainnya pun begitu. Sebab pasien yang datang ke kami, tidak hanya menerima yang gawat darurat dari rumah, rujukan puskesmas atau klinik, tapi juga dari RS lain karena mereka sudah penuh. Memang baru musim yang tidak menentu juga, jadi nyamuk seneng," tuturnya.
"Di awal Januari masih tertangani, Februari sudah mulai atur strategi. Karena IGD kami itu kalau full (dari beragam kasus) sehari bisa 100 pasien, dan salah sekiannya pasien kasus DBD ikut berkontribusi. Sejauh ini sudah tertangani, mulai terurai tumpukannya, kami lakukan penambahan SDM dan termasuk bednya," lanjut Yorisa.
Sementara itu, Yorisa mengungkap mayoritas pasien DBD memang dari usia anak-anak. Selain itu, kerap ditemui kasus DBD dalam fase yang sudah lanjut karena tidak kunjung periksa setelah ada beberapa gejala.
Ia menuturkan, saat ini ciri utama DBD yang tidak boleh disepelekan ialah demam hingga lebih dari dua hari. Sebab pada salah satu ciri khusus DBD yakni timbul bintik merah, sudah sangat jarang terlihat.
"Mayoritas catatan ada 71 penderita itu rata-rata umur 5-14 tahun. Nah ini kan usia produktif, jadi lokasi penggigitan nyamuk mungkin di rumah atau sekolah. Jadi dua lokasi itu perlu diintervensi. Kemudian sisanya, 58 orang berusia 25-44 tahun," ucapnya.
"Kadang pasien datang itu sudah fase DBD lanjut. Kalau sudah demam 1-2 hari maka jangan dianggap biasa, harus langsung ke faskes bisa klinik atau Puskesmas. Karena mayoritas datang ke kita sudah demam 4-5 hari. Terlebih ada komorbid ya, untuk catatan pasien meninggal itu kan ada faktor lain seperti penyakit sehingga DBD tadi memberatkan," lanjutnya.
Ia pun berharap, agar pencegahan DBD dari hulu bisa optimal. Warga pun perlu mengganti kewaspadaan dengan segera periksa ke dokter saat demam mulai terasa.
"Hulunya harus dicegah karena pola DBD saat ini beda dengan dulu. Cirinya nggak khas. Bisa dianggap pilek biasa, sembuh terus panas lagi, jadi kewaspadaannya harus diganti. Semoga April bisa ada penurunan kasus," harap Yorisa.