Masih segar di ingatan, setahun yang lalu tepatnya pada Sabtu (25/3/2023), reklame ambruk terjadi di perempatan Kiaracondong, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung.
Reklame raksasa di median jalan tersebut, ambruk diterpa hujan dan angin kencang hingga memakan tiga korban pengguna sepeda motor. Syamsul Bachri (42), Wily Santosa (21), dan Satrio Banta (29) harus dilarikan ke rumah sakit. Bahkan kala itu, satu korban dirawat dalam keadaan koma di RS Al Islam.
Selain memakan korban luka-luka, keberadaan papan reklame berukuran 5x10 meter persegi itu ternyata ilegal alias tidak mengantongi perizinan.
Setahun kemudian, masih di bulan Maret, tepatnya Rabu (13/3/2024) kemarin, reklame ambruk kembali terjadi di Kota Bandung.
Musibah tersebut terjadi di Jalan Raya Rancabolang-Gedebage No.75, Kota Bandung pada pukul 14.30 WIB. Kala itu, angin kencang menerpa reklame berukuran 8x4x1 meter itu hingga jatuh menimpa seorang pengendara motor.
Koordinator Penyelenggaraan Perizinan A Dinas Penanaman Modal dan PTSP (DPMPTSP), Muhammad Rosyid mengaku reklame berukuran 8x4x1 meter itu merupakan reklame yang sudah berizin milik CV Proaction Indonesia. Tapi rupanya, masa berlaku izin reklamenya sudah kadaluarsa selama dua tahun.
"Berdasarkan databased di DPMPTSP bahwa titik reklame tersebut memiliki izin dengan nomor 013/IPR-HERR/XII/2020/DPMPTSP atasnama CV Proaction Indonesia dengan masa berlaku izin 28 Januari 2021 s/d 27 Januari 2022," kata Rosyid, saat dihubungi detikJabar, Kamis (14/3/2024).
Saat ditanya apakah Tim Teknis Pengawasan kecolongan dengan izin yang sudah habis masa berlaku tersebut, Rosyid menjelaskan bahwa pemilik reklame seharusnya mengajukan perpanjangan izin.
"Izin terakhir yang kita terbitkan seperti itu. Kalau izin, prinsipnya kita berdasarkan permohonan dan pengajuan," tuturnya singkat.
Soal penyebab reklame tersebut roboh, disebabkan konstruksi yang tidak kuat diterpa angin kencang. Sementara terkait pengawasan reklame, ia mengklaim bahwa pengawasan telah rutin dilakukan oleh Tim Teknis, pada momen tertentu.
"Saat menerima laporan, kami langsung menangani dan bertindak ke lapangan untuk menertibkan reklame. Selanjutnya konstruksi reklame ditangani oleh Satpol PP. Berdasarkan laporan warga setempat pada saat itu terjadi angin kencang dan konstruksi reklame tidak kuat menahan terpaan angin. Namun secara teknis untuk penyebabnya perlu diteliti lebih lanjut," ucapnya.
"Tugas pengawasan aspek perizinan baik untuk yang berizin maupun yang tidak berizin, dikoordinasikan oleh DPMPTSP. Pengawasan sudah rutin dilaksanakan pada saat perpanjangan izin, pengawasan insidental jika ada laporan masyarakat, atau saat ada informasi," lanjut Rosyid.
Sebagai langkah antisipasi agar kejadian ini tidak terulang lagi, DPMPTSP pun mengimbau penyelenggara reklame agar melakukan pengecekan secara berkala. Sementara itu, sanksi untuk pemilik reklame yakni berupa larangan membangun kembali reklame di titik tersebut selama satu tahun.
"Pemilik reklame kami beri sanksi, selama setahun tidak diberikan izin untuk membangun reklame yang roboh. Sesuai Pasal 20 Perda Nomor 2 Tahun 2017 bahwa pelanggaran dikenakan sanksi administrasi berupa tidak diperkenankan mengajukan izin penyelenggaraan reklame baru untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal pencabutan," kata dia.
(aau/dir)