PVMBG Mulai Pemetaan Awal Penyebab Pergerakan Tanah di Rongga KBB

PVMBG Mulai Pemetaan Awal Penyebab Pergerakan Tanah di Rongga KBB

Whisnu Pradana - detikJabar
Senin, 04 Mar 2024 15:24 WIB
Pergerakan tanah di Bandung Barat.
Pergerakan tanah di Bandung Barat (Foto: Whisnu Pradana/detikJabar).
Bandung Barat -

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melakukan pemetaan awal di lokasi bencana pergerakan tanah, Kampung Cigombong, Desa Cibedug, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Yuhandi Kristiawan, Penyelidik Bumi PVMBG mengatakan, pemetaan tersebut dilakukan menggunakan drone untuk mengetahui seberapa luas area bahaya dan faktor penyebab bencana tersebut.

"Dari hasil sementara, didapat karakter batuannya dan diperiksa itu menemukan perselingan dari batu pasir dan batu lanau dimana sifatnya lempungan. Ketika bertemu air batuannya menjadi bergerak ditambah kemiringan lereng relatif sama dengan kemiringan batuannya," kata Yuhandi saat ditemui di lokasi kejadian, Senin (4/3/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yuhandi mengatakan, pemicu lainnya, yakni curah hujan yang terjadi beberapa hari sebelum kejadian, memperkuat terjadinya pergerakan tanah tersebut.

"Karena informasi dari warga itu kan retakan pertama terjadi 18 Februari. Awalnya hanya retakan, lalu beberapa hari kemudian berkembang menjadi seperti sekarang ini," ujar Yuhandi.

ADVERTISEMENT

Ia mengatakan, pergerakan tanah saat ini berpotensi terjadi namun hanya di sekitar area tapal kuda. Bentuk pergerakan tanah di kampung itu menyerupai huruf U atau tapal kuda dengan mahkotanya berada di SDN Babakan Talang, yang sudah ambruk.

"Cuma khawatir kalau terus longsor di bawahnya kan rumah-rumah. Areanya kemungkinan enggak meluas, tapi hanya di area tapal kuda saja. Angka luasan bahaya belum kita pastikan, karena kita baru ambil data sekarang. Mungkin setelah dikaji akan kita sampaikan area bahayanya berapa luas, berapa rumah yang direlokasi, kalau sekarang masih plus minus," ujar Yuhandi.

Sementara itu, Surveyor Pemetaan PVMBG, Sumaryono mengatakan secara mekanisme, pergerakan tanah itu juga terjadi karena interaksi banyak hal salah satunya bagian bawah atau ujung pergerakan tanah ada erosi sungai yang relatif deras.

"Artinya ketahanan lereng akan tererosi, kemudian area di atas pembukaan lahan dan aliran air mengarah ke sayap kanan longsoran," ucap Sumaryono.

"Tadi disampaikan batuannya tipikal batu lempung dan batu pasir, nah batu lempung ini kalau terpotong kena matahari kemudian kering lalu basah lagi kena hujan jadi masalah tersendiri. Kemungkinan jelas faktor infiltrasi air berlebihan," ujar Sumaryono.

Tak Layak Huni

Lokasi bencana pergerakan tanah di Kampung Cigombong, Desa Cibedug, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat (KBB) dipastikan sudah tak layak huni lagi.

Hasil itu setelah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melakukan pemetaan awal. Hasilnya didapat pergerakan tanah berpotensi terus terjadi karena karakter batuannya setelah diperiksa berupa perselingan dari batu pasir dan batu lanau dimana sifatnya lempungan.

Pergerakan tanah saat ini berpotensi terjadi namun hanya di sekitar area tapal kuda. Bentuk pergerakan tanah di kampung itu menyerupai huruf U atau tapal kuda dengan mahkotanya berada di SDN Babakan Talang, yang sudah ambruk.

"Sifatnya lokal, meluas searah tapal kuda. Kalau ada di kiri kanan retak-retak, kemudian dengan infiltrasi air bertambah ketika hujan masih ada potensi pergerakan," kata Penyelidik Bumi PVMBG, Yuhandi Kristiawan, saat ditemui di lokasi kejadian, Senin (4/3/2024).

Menurut Yuhandi, lokasi pergerakan tanah itu sudah tidak layak ditinggali lagi oleh warga sebab, pergerakan masih terus terjadi. Namun keputusannya ada pada pemerintah daerah.

"Warga di sini mesti relokasi atau nggak, sebaiknya relokasi. Karena itu bergerak terus. Sejak kejadian awal juga kan warga sudah diimbau mengungsi," kata Yuhandi.

Sementara itu, Surveyor Pemetaan PVMBG, Sumaryono opsi lainnya mengetahui kondisi lahan tersebut yakni rekayasa engineering. Namun tentu risikonya biaya yang harus dikeluarkan akan mahal.

"Kalaupun rekayasa engineering, ketidakpastiannya tinggi. Pergerakan masih mungkin terjadi, kalau lihat rekahannya 2 meter, maka bidang gelincirnya dalam karena deformasinya yang di atas 2 meter, yang turun 4 meter, agak berat juga sebetulnya kalau rekayasa engineering. Kalau kami menyarankan relokasi," kata Sumaryono.

Dari peta kebencanaan, Kampung Cigombong masuk ke kategori rawan menengah sampai tinggi. Penyebabnya beragam, termasuk cuaca ekstrem dan erosi.

"Bukan berarti tidak bisa longsor, tetap pengaruh curah hujan, perlakuan warga terkait penataan aliran air, pemotongan lereng, dan pembukaan lahan bisa meningkatkan kerawanan dari menengah jadi tinggi," ujar Sumaryono.

(mso/mso)


Hide Ads