Tita merupakan warga terdampak bencana pergerakan tanah di Kampung Cigombong, Desa Cibedug, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Kini, kampung halamannya bak kampung mati.
Baca juga: Eks Menpora Imam Nahrawi Bebas Bersyarat! |
Bencana pergerakan tanah itu terjadi sejak 19 Februari lalu. Hingga 1 Maret, dampak yang ditimbulkan justru kian masif. Setidaknya ada delapan rumah, satu sekolah dasar, serta satu posyandu rusak parah. Belum lagi 47 rumah lainnya terancam.
"Awalnya itu 19 Februari jam 3 pagi, kerasanya seperti gempa bumi. Ternyata besoknya dilihat ada rumah tetangga yang rusak, dindingnya rengat (retak). Alhamdulillah kalau yang saya nggak," kata Tita saat berbincang dengan detikJabar, Jumat (1/3/2024).
Ia saat itu tak langsung mengungsi seperti tetangganya yang terdampak. Tita masih bertahan di rumahnya, berharap tak ada kejadian susulan. Namun tebakannya meleset, sebab setiap jam pergerakan tanah terus terjadi.
"Jadi setiap malam kalau mau tidur itu saya ngerasanya horor banget, ada suara barang berjatuhan, terus terasa seperti gempa. Makanya nggak pernah bisa tidur nyenyak," kata Tita.
Akhirnya beberapa hari kemudian ia mengungsi ke rumah kerabatnya. Dan kini Tita sudah dua hari tinggal di pengungsian yang dipusatkan di Islamic Center Masjid Agung Cibedug.
"Ya sekarang memilih di sini saja, soalnya kan kalau di rumah nggak aman. Malah stress jadinya, khawatir tiba-tiba bergerak sampai rumah saya rusak. Anak cucu nanti bagaimana," kata Tita.
Hal serupa dialami Febriani Fujianti (25). Ia merasakan getaran dengan sangat jelas berujung rusaknya rumah yang ia tinggali. Awalnya masih kerusakan ringan, lama kelamaan rusaknya semakin parah.
"Ya sama, saya juga merasakan ada getaran gitu. Nggak sekali, tapi beberapa kali. Terus rumah sejak awal memang langsung rusak, tapi akhirnya ambruk itu tiga hari yang lalu jadi nggak sekaligus," kata Febriani.
Febriani belum tahu sampai kapan ia harus tinggal di pengungsian. Namun itu lebih baik ketimbang ia memaksakan pulang ke rumahnya namun dibayang-bayangi bahaya.
"Ya sekarang mau pulang ke rumah juga sudah nggak ada, ambruk. Jadi mending di sini saja, lebih aman. Cuma memang kasihan anak, kepanasan. Terus saya sama orangtua nggak bisa aktivitas (jualan)," kata Febriani.
Pemerintah Daerah KBB sendiri sedang mengkaji opsi relokasi. Hal itu lantaran Kampung Cigombong, sudah tak layak huni. Opsi itu dianggap Febriani sebagai solusi yang realistis.
"Nggak masalah, asal memang dipindahkan ke tempat yang lebih aman. Selama 26 tahun orangtua beli rumah di situ, ini kejadian pertama kali dan separah ini dampaknya," ucap Febriani. (mso/mso)