Praktik perdagangan daging anjing di Jawa Barat terus terjadi dari tahun ke tahun. Jawa Barat bahkan disebut sebagai pemasok utama daging anjing di Pulau Jawa. Salah, satunya di Sukabumi.
Data itu terungkap dari keterangan Ketua Animal Defender Doni Herdaru. "Jadi Jawa Barat itu pemasok utama daging anjing untuk wilayah Jawa, DKI dipasok dari daerah Subang, Sukabumi, Garut, juga memasok ke wilayah Jawa Tengah. Jateng penghasilnya hanya di Cilacap, sementara Jabar dapat memenuhi kuota yang diminta," kata Doni saat dihubungi detikJabar, Rabu (10/1) lalu.
Lalu apa respons pihak Pemerintah Kabupaten Sukabumi, soal hal ini? Melalui Dinas Peternakan, Pemkab Sukabumi meskipun terbilang masih baru, mereka sudah membuat regulasi aturan yang bersifat imbauan terkait hal itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita sudah membuat surat edaran juga, terkait pelarangan konsumsi peredaran daging anjing. hal itu dikeluarkan bulan lalu, kita sudah merespons dengan cepat. Kita bikin surat edaran ke camat ke UPTD supaya disosialisasikan ke masyarakat," kata Plt Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi, drh Asep Kurniadi, Selasa (16//2024).
Asep tidak menampik, dari hasil monitoring, masih banyak yang memperjualbelikan anjing. Namun lebih banyak untuk dijual ke Jakarta dan daerah lainnya.
"Kita monitoring kalau dulu memang terindikasi banyak yang dijual katanya untuk ke Jakarta dan daerah lainnya. Kalau sekarang pelakunya sudah tidak ada cenderung menurun, kalau hari ini paling ada penjualan anjing untuk berburu bukan untuk dikonsumsi," jelas Asep.
Lalu soal sanksi yang mengiringi setelah aturan dikeluarkan, Asep menyebut sampai saat ini pihaknya masih melakukan sosialisasi.
"Posisi pelarangan tadi apakah disertai sanksi, kita belum sampai ke sana baru tahap sosialisasi nanti ditindaklanjuti dengan instansi terkait. Kalau pelarangan lebih kepada kesejahteraan hewan atau Animal Wealther ada aturannya, karena daging anjing kan bukan termasuk daging konsumsi ya," ungkapnya.
Soal imbauan yang dimaksud pihak Dinas Peternakan tersebut bernomor 500.7.2.5/3788/Disnak/2023. Aturan itu dikeluarkan tanggal 1 Desember 2023.
1. Berdasarkan Undang Undang No. 18 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah menjadi Undang Undang No. 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahwa anjing merupakan hewan peliharaan bukan ternak sehingga tidak diperuntukan sebagai pangan. Hal ini sesuai dengan Undang Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Surat Edaran Menteri Pertanian No. 9874/SE/pk.420/F/09/2018 tentang Peningkatan Pengawasan Peredaran/Perdagangan Daging Anjing, bahwa daging anjing tidak termasuk dalam definisi pangan.
2. Melaksanakan lalu lintas perdagangan anjing dan kucing harus sesuai prosedur yang berlaku karena beresiko menularkan penyakit Rabies.
3. Membuat himbauan kepada masyarakat untuk tidak melakukan peredaran daging anjing dan melapor kepada petugas kesehatan hewan terdekat apabila menemukan adanya praktik pemotongan daging non pangan yang bukan dikonsumsi (daging anjing dan kucing).
4. Melakukan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat bahwa anjing dan kucing adalah hewan peliharaan yang harus dipelihara dengan baik dan mengutamakan kesejahteraan hewan diantaranya dengan memberikan makan dan minum yang cukup serta teratur, memberikan tempat/kandang yang layak sehingga hewan terbebas dari rasa sakit, tersiksa dan merasa nyaman, serta memiliki kebebasan dari perlakuan kasar dan pembunuhan.
(sya/yum)