Proyek pembangunan flyover Ciroyom untuk Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) sempat menjadi pro kontra. Pasalnya, pembangunan sempat mengancam cagar budaya Rumah Potong Hewan (RPH) Ciroyom di Jalan Arjuna, Bandung.
Namun, RPH yang juga menjadi Kantor Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) itu, kini sudah ditetapkan tak bakal dipugar. Hal ini disampaikan oleh Kepala DKPP Kota Bandung, Gin Gin Ginanjar.
"Jadi ini kan bangunan heritage, ada syarat pemugaran harus atas izin Tim Ahli Cagar Budaya (TACB). Jadi akan diberi rekomendasi mana bagian yang cagar budaya dan mana yang bukan. Ini sudah ada dalam Perda nomor 7 tahun 2018 jadi ini sudah tidak boleh karena bagian pos ini satu kesatuan, menjaga keaslian. Jadi memang ini nanti nggak akan dibongkar," kata Gin Gin, Rabu (20/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagian gapura dan pos penjaga RPH, sebelumnya sempat terancam digusur. Kini, dipastikan wajah Kantor DKPP itu masih akan tetap sama.
Tapi, Gin Gin mengatakan ada beberapa dampak kurang menguntungkan bagi kantornya. Sebab, pembangunan yang mengharuskan pembongkaran beberapa bagian gedung dan lahan terbuka, membuat Kantor DKPP kebanjiran dan kehilangan sejumlah tempat kerja.
"Kami kan selama ini mengikuti saja bagaimana arahannya. Tapi lama-lama ternyata ada dampak lain. Pertama, nanti saat jalan terbangun itu posisi agak menempel (bangunan dan jalan). Akses besar rumah potong hewan jadi terhambat. Solusinya harus buat gerbang tambahan 6-7 meter, jadi ada gerbang baru. Secara estetika kan jadi lucu sebetulnya," cerita Gin Gin.
"Kemudian dampak lain, jadi ini mulai terasa setiap hujan jadi banjir sampai dalam. Karena kan pembangunan ini memakan ruang-ruang yang sudah ditata. Ruang pembibitan kita juga dihilangkan, existing pohon indukan yang usianya sudah 20-30 juga habis. Jadi saya sampaikan akhirnya ke Pimpinan juga (Pj Walkot) minta agar dampak ke kita juga diperhatikan," lanjutnya.
Ia pun berharap ada rancangan atau solusi dari proyek strategis nasional (PSN) ini, sebab jika dibiarkan terus menerus selain akan mematikan fungsi bangunan juga akan menghambat kinerja DKPP.
"Akhirnya kita cari sendiri space-space yang bisa digunakan untuk ruang pembibitan baru. Kemudian juga kalau jalan itu tetap mepet dengan gedung, kan malah nanti pos penjagaan itu hanya seperti monumen. Jadi ya saya harap ini bisa dipikirkan," ucapnya.
Tim Ahli Sayangkan Tidak Adanya Kajian Sebelum Pembangunan
Sementara itu, Pihak dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Bandung David Bambang Soediono menyayangkan tidak adanya kajian sebelum pembangunan berlangsung. Sebab, pembangunan flyover ini dirasa tak mempertimbangkan bangunan cagar budaya maupun lingkungan yang terdampak.
"Rencana flyover itu tidak mempertimbangkan cagar budaya yang dilewati jalurnya. Sebelumnya disarankan gerbang akan dipugar kemudian dibangun yang baru, jadi dimundurkan. Ini cara lihatnya bukan begitu, keaslian itu tidak pernah membaru. Jadi masalahnya tidak ada heritage impact assestment analysis. Analisa dampak cagar budayanya tidak dibuat, kalau analisa dampak lingkungan nggak tau dibuat atau tidak. Kalau pembangunan itu harga mati, ya heritage ini juga harga mati," ucap David.
Kemudian ia pun menyoroti soal tata ruang. Bahwa jika menengok sejarah, RPH ini diciptakan pengiriman ternak melalui rel kereta api Ciroyom. Tapi berbeda dengan saat ini yang pengangkutan serba menggunakan mobil.
Sayangnya, pembangunan ini tak tertata dengan rapi sebab perbedaan kepemilikan lahan menjadi masalah yang cukup rumit.
"Jadi ada sebagian tanah milik sini (Pemkot Bandung), kemudian ada tanah milik KAI yang kemudian sudah dikuasai masyarakat. Nah itu kan persoalan. Seandainya itu bisa (clear), persoalan yang ada hari ini itu tidak akan terjadi. Jadi ya sudah kami hanya bisa memberikan rekomendasi, kalau akan tetap membongkar bangunan maka TACB menolak," ujarnya.
Sekedar diketahui, bangunan cagar budaya terbagi menjadi tiga golongan yakni A, B, C, dan D. Dalam laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, hal ini ditentukan dari segi sejarah dan arsitekturnya.
RPH Ciroyom termasuk dalam cagar budaya golongan A, yakni bangunan bersejarah yang sangat baik nilai arsitekturnya. Bangunan tersebut tidak boleh ditambah, diubah, dibongkar, atau dibangun baru.
Hal ini dijelaskan dalam Undang-undang nomor 11 tahun 2010 dan Regulasi Cagar Budaya tertuang dalam Perda nomor 7 tahun 2018 tentang pengelolaan cagar budaya.
Dalam paragraf kesimpulan, dijelaskan bagian bangunan yang tidak boleh diubah adalah badan utama, struktur utama, atau tampak mukanya. Perubahan susunan ruang dalam, perubahan bagian belakang dan penggantian elemen- elemen yang rusak diperkenankan, asal tidak melanggar peraturan pembangunan dan tidak merusak keserasian lingkungan.
(aau/dir)