Salah satu bangunan cagar budaya kota Bandung, Rumah Potong Hewan (RPH) Ciroyom di Jalan Arjuna terancam tergusur imbas proyek pembangunan jalan layang. Wajah bangunan bersejarah ini kemungkinan tak akan sama lagi. Rencana tersebut mendapat berbagai tanggapan dari masyarakat.
Mendengar kekhawatiran dari para pegiat sejarah, Anggota Komisi B DPRD Kota Bandung Folmer Siswanto Silalahi meninjau langsung lokasi RPH yang juga menjadi Kantor Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) ini, Rabu (13/9/2023) kemarin.
Ditemani Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Bandung David Bambang Soediono dan Ketua Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung Aji Bimarsono, mereka berjalan menengok proyek pembangunan yang letaknya hanya selisih beberapa langkah dari rel Ciroyom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terlihat ia ikut menengok hasil pengukuran yang ditandai David dengan cat. Ditunjukkan pada Folmer, bahwa jika seng ditarik garis lurus akan berdampak pada beberapa muka bangunan.
"Kami dalam menyikapi pembangunan yang sifatnya masif harus melihat berbagai regulasi. Saya mendampingi teman-teman pemerhati cagar budaya untuk melihat kondisi real di lapangan. Dari sini ada banyak masukan dan bahan yang akan ditindak lanjuti oleh DPRD melalui mungkin rapat koordinasi untuk mencari solusi terbaik demi kelancaran. Temen-temen pemerhati cagar budaya juga bisa jadi bagian untuk mengambil solusinya," ucapnya Rabu (13/9/2023) kemarin.
Folmer pun sudah mendengar cerita dari Aji dan David, bahwa proyek pembangunan ini terkesan tak transparan. Rencananya bisa berubah sewaktu-waktu. Katanya, pembangunan strategis ini dirasa tidak ada transparansi untuk warga Bandung.
Mulanya, pembangunan jalan layang diarahkan ke Jalan Garuda sebagai jalan utama. Tapi jalan malah berbelok tanpa sosialisasi dan bahkan mengancam kelestarian budaya yang penting di Kota Bandung. Padahal kata Folmer, Jalan Arjuna bukan ruas jalan utama.
"Semua harus memiliki kesesuaian dengan rencana tata ruang dan wilayah. Dalam Perda semua diatur, termasuk penempatan flyover atau jalan layang yang diperlukan sesuai skala prioritas di Kota Bandung. Titik flyover yang jadi prioritas tentu salah satunya di jalan Garuda. Ciroyom jadi catatan karena dilihat dari lokusnya, tidak ada kesesuaian dalam Perda. Nanti kita akan lakukan assessment untuk memastikan apakah sudah berjalan sesuai perencanaan sejak awal," ucap Folmer.
Ia pun sempat berkeliling melihat bangunan bersejarah yang berdiri sejak 88 tahun yang lalu itu. Hingga kini, bangunan bergaya art deco itu masih difungsikan untuk melayani pemotongan hewan setiap hari. Biasanya pemotongan dilakukan pukul 23.00-03.00 WIB.
Sejak tahun 1935, bangunan ini difungsikan untuk RPH dengan tata perencanaan bangunan yang matang. Orang Belanda zaman dahulu menetapkan RPH di Ciroyom sebab lokasinya strategis, sehingga transportasi hewan bisa melalui rel untuk langsung masuk ke kandang. Hal ini demi keamanan, kesehatan, dan kecepatan hewan sampai di RPH.
Folmer mengatakan Pemkot Bandung tentu harus mendukung proyek strategis nasional. Tapi, ia bakal berusaha menyatukan pihak-pihak yang berkaitan seperti Pemerintah Kota Bandung dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, untuk mencari solusi terbaik mempertahankan cagar budaya ini.
"Menurut informasi, flyover Ciroyom jadi salah satu yang memperlancar feeder kereta dari Stasiun Padalarang ke kota Bandung. Dalam perjalanan proyeknya terjadi perubahan, ya kota Bandung mendukung tapi juga ada kaidah yang harus dijaga, seperti bangunan cagar budaya yang iconic harus jadi perhatian," ujarnya.
"Fungsi dari DPRD tentu bisa dilakukan komunikasi ke berbagai pihak, sebagai bagian pengawasan bisa kami lakukan untuk urun rembug, even mitra kami di Provinsi. Kami yakin ada solusinya, tapi selama para pihak belum duduk bersama ya pasti masih berbeda pandangan. Semua aspek harus dipertimbangkan, jadi solusi yang akan segera kita diskusikan," tambah Folmer.
Baca juga: Menyelami Sejarah di Museum Kota Bandung |
Bangunan yang dulu dinamai Gemeentelijk Slachthuis te Bandoeng ini, termasuk dalam cagar budaya Golongan A. Artinya, bangunan bersejarah yang sangat baik nilai arsitekturnya. Bangunan tersebut tidak boleh ditambah, diubah, dibongkar, atau dibangun baru.
Folmer juga berusaha mendorong agar sebisa mungkin bangunan cagar budaya golongan A ini tidak terancam bangunannya. Jangan sampai, pembangunan bakal meniadakan nilai cagar budaya dan destinasi sejarah yang tumbuh di Kota Bandung.