Kota Bandung tak hanya dibayangi masalah sampah yang mencemari sungai, tapi juga perlunya menjaga lahan kritis. Akademisi Universitas Pasundan (UNPAS) dan Ketua Citarum Institute, Eki Baihaki, menyebut hasil Ekspedisi Sungai Nusantara, Ecoton, sebanyak 90,7% sungai di Indonesia sudah tercemar. Ia pun mengkritisi upaya pemerintah yang belum maksimal.
"Data BPS mengungkap hanya 8,2% sungai yang layak mutu. Kesimpulannya, komunitas pemerintah tidak serius urus sungai. Hampir semua tercemar dan saya harus berani menyampaikan apa adanya sebagai awareness untuk kita," ucap Eki dalam Workshop Komitmen Keberperanan Unsur Pentahelix untuk Keberlanjutan Citarum Harum, Rabu (13/12/2023).
Baca juga: Kejar Target Penanganan Sungai Citarum |
Dalam waktu pemaparan yang singkat, ia pun memberikan rekomendasi pada pemerintah baik pusat, provinsi, maupun daerah, agar terus melanjutkan Program Citarum Harum.
Seperti diketahui, program ini tersisa dua tahun lagi sebelum Perpres Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum, habis masa berlaku pada 2025 mendatang.
Sementara itu turut hadir Kepala BBWS Citarum, Ditjen SDA, Kementerian PUPR, Bastari. Ia mengaku ada pertumbuhan penduduk yang pesat tanpa mempertimbangkan kualitas, kuantitas, dan masalah kontinyuitas air. Bastari menjelaskan pihaknya terus melaksanakan program pembersihan, penataan sempadan sungai, dan melaksanakan permohonan bendungan anak sungai terutama pada sungai Citarum yang kerap banjir.
"Beragam cara dilakukan salah satunya penyediaan kolam retensi di wilayah Andir, pengendalian banjir Bandung Selatan, dan penguatan tanggul dan tebing. Sebesar 81% permasalahan banjir Bandung Selatan sudah selesai, sebab dulu yang banjir terjadi cukup tinggi dan beberapa hari, kini selesai dalam hitungan jam atau hari dengan tinggi puluhan meter saja," ucap Bastari.
Bastari berharap Program Citarum Harum bisa diteruskan, agar perbaikan kondisi DAS Citarum tetap terjaga dan terus ditingkatkan. Sementara pengembangan kawasan khususnya di cekungan Bandung harus berdasar perencanaan dan implementasi tata ruang yang sesuai daya dukung sumber daya air.
Bicara soal tata ruang, berkaitan dengan kirmir di Kota Bandung. Tentu masih segar di ingatan kita, kejadian ambrolnya kirmir di aliran Sungai Cipamokolan, Kecamatan Cibeunying Kidul, Kota Bandung yang menewaskan satu orang. Bastari mengaku tak mungkin seluruh kirmir dapat diawasi, mengingat panjang Sungai Citarum kurang lebih 300 kilometer. Maka, ia memastikan fungsi dari sempadan sungai harus dikembalikan. Selain untuk menghindari terjadi longsoran, juga demi keselamatan warga.
"Kita laksanakan namanya walkthrough, penelusuran sungai oleh ada 300-an petugas. Memang sungai Citarum panjang sekali kan hampir 300 km, memang mungkin nggak semua bisa terawasi. Saya kira masyarakat juga kan di sana melaporkan, kami juga monitor. Tapi kadang-kadang juga tidak kelihatan mana kirmir yang rawan," ucapnya menjelaskan.
"Tapi kita minta, geser dulu dong ini (bangunan di atas sempadan). Beberapa kasus ada juga yang tidak mau, tapi nanti kalau sudah tahu masalahnya baru mundur. Padahal kita sudah ingatkan, tidak boleh di sepanjang sungai, mereka harus ada jarak dari pinggir sungai. Apalagi sungai arus deras, ini kan membahayakan," lanjutnya.
Sebetulnya kata Bastari, regulasi kirmir ini sudah jelas dan sudah disosialisasikan. BBWS Citarum bersama dengan Pemkot Bandung terus mendorong regulasinya dan menerjunkan Satgas, memastikan agar fungsi kirmir tak diganggu gugat.
"Kirmir atau tembok penahan tanah ini bermacam-macam, tapi intinya sempadan sungai harus dikembalikan dulu. Jika ada kejadian darurat seperti kemarin, kita buatkan bronjong dengan konstruksi darurat, dengan catatan sempadan sungai harus clear," ucap Bastari.
Sempadan sungai berkaitan dengan fungsi pemeliharaan sungai dan interaksi manusia dengan sungai. Bastari mengaku masih kerap ditemukan sempadan sungai yang dipakai untuk kepentingan pribadi seperti garasi mobil, dapur, kamar, ataupun tempat pertemuan masyarakat sekitar. Hal ini tentu menyalahi sebab seharusnya sempadan sungai digunakan untuk umum.
"Orang dari mana-mana mau lihat sungai itu bisa ke sempadan, ada aturannya lebarnya itu. Nah ini kita kembalikan, kita tertibkan lagi. Jadi masyarakat yang terpaksa memanfaatkan sempadan sungai itu, kita sosialisasikan bahwa ini enggak boleh lho, sepanjang ini harus clear. Apalagi kalau itu aset dari pemerintahnya," katanya.
Bastari berharap ke depannya tak akan ada kejadian serupa. Ia pun bersama Pemkot Bandung bakal mempertegas jika ada penggunaan lahan-lahan di kirmir sungai yang melebihi batas aman.