Jalan Terjal Penanganan Masalah Kekerasan Pada Perempuan dan Anak

Kota Bandung

Jalan Terjal Penanganan Masalah Kekerasan Pada Perempuan dan Anak

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Senin, 27 Nov 2023 19:40 WIB
Ilustrasi Kekerasan ibu dan anak
Ilustrasi kekerasan ibu dan anak (Foto: Shutterstock).
Bandung - Kasus kekerasan pada perempuan dan anak, hingga saat ini masih jadi masalah yang diibaratkan gunung es. Pada kenyataannya, kasus kekerasan yang terlihat hanyalah sebagian kecil.

Hal ini diakui oleh Kepala Unit PPA Polrestabes Bandung AKP Tuti Purnati dalam Diskusi Panel di Auditorium Balai Kota Bandung, Senin (27/11/2023). Ia menilai, ada banyak faktor kesulitan oleh penyidik dalam memproses kasus kekerasan pada perempuan dan anak.

"Kasus TPKS jadi salah satu yang tidak mudah penyidikannya. Karena kami kan juga mengacu ke KUHP, jadi adanya saksi pun diperlukan. Hambatan kami sering UU TPKS ini dimanfaatkan untuk hal-hal yang cenderung ke pemerasan. Konseling juga sering tidak dihadiri," kata Tuti.

"Kadang ada juga yang nggak mau diproses setelah melapor. Padahal kan kami perlu tahu sedalam-dalamnya. Saksi tetap diperlukan, tapi sulit. Banyak yang nggak mau. Ada juga kasus yang saat dilaporkan itu perlu visum, tapi baru lapornya saat sudah tidak ada bukti dan minim saksi," lanjutnya.

Sulitnya mendapat temuan kasus kekerasan dibuktikan dalam data Polrestabes Bandung. Tercatat angka Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang dilaporkan ke Polrestabes Bandung sampai Oktober 2023 baru ada 14 kasus. Sementara kekerasan perempuan sebanyak 66 kasus. Pelaku didominasi oleh kekasih atau pacar sebanyak 35% dan 26% oleh keluarga baik ayah kandung atau tiri.

Kata Tuti, kendala paling banyak, yakni saat menghadirkan saksi terkait kasus kekerasan seksual. Kebanyakan orang tidak mau jika harus berhubungan dengan polisi. Belum lagi bukti-bukti yang sulit dikumpulkan.

Tak hanya itu, kadang juga polisi terhambat hasil visum yang terlalu lama dari sejak kejadian. Tuti mengakui, sampai saat ini untuk visum masih dikenakan biaya, apalagi di RS swasta, bisa mencapai Rp450 ribu.

"Saksi banyak yang tidak mau atau tidak hadir. Belum lagi visum ini kami masih berbayar, ada RS Polri yang tidak bayar tapi waktu buka hanya sampai jam 12 siang. Laporan kan bisa 24 jam, itu cepat ke RS swasta dan harus bayar Rp400-500 ribu," ujar Tuti.

Tapi dari sisi korban, ternyata juga ada banyak faktor yang menghambat dalam mengungkap kasus kekerasan. Diungkapkan oleh Ira Imelda, Direktur WCC Pasundan Durebang, regulasi lah yang membuat korban memilih untuk tidak melapor.

"Seperti dalam TPKS ada Undang-undang berbasis elektronik dan ada hak penghapusan konten. Tapi salah satu persoalannya, konteks ini tidak jadi pertimbangan. Jadi kadang hanya sebagai alat bukti, padahal ini juga perlu dipertimbangkan. Prosedur pelaporan juga belum sederhana," kata Ira.

"Ada juga aturan penghapusan konten yang korbannya tidak melaporkan perkara ke proses hukum. Ini sebetulnya perlu diperhatikan karana tidak semua korban itu mau melaporkan. Banyak persoalan di lapangan yang korban dibayangi ancaman UU pornografi dan ITE," lanjutnya.

Maka dari itu ada banyak catatan yang dinilai oleh Ira perlu jadi pertimbangan oleh pemerintah maupun penegak hukum di daerah setempat. Seperti menyediakan sarana prasarana yang kerap kali dilupakan, sebagai salah satu langkah pencegahan kekerasan pada anak dan perempuan.

"Seperti adanya perlindungan untuk pendamping korban agar tidak diintimidasi, kemudian kami juga sudah ajukan ke Kementerian agar mempertimbangkan asesmen korban itu dengan non ahli seperti keluarga untuk mencegah adanya bahasa yang mungkin sulit dipahami," ucap Ira.

"Kami punya pengalaman banyak kendala, yang penting juga pemerintah untuk membangun fasilitas yang accesible. Data memperlihatkan penemuan korban masih sulit apalagi korban disabilitas. Sediakan ruangan prasarana yang layak, ini juga perlu dapat perhatian karena pencegahan itu bukan cuma sosialisasi dan soal pribadi, tapi juga keseriusan tingkat kedinasan untuk mobilitas dan prasarananya," tambahnya. (aau/mso)



Hide Ads