Tolak PP 51, Buruh di Bandung Padati Flyover Kusumaatmaja Bandung

Tolak PP 51, Buruh di Bandung Padati Flyover Kusumaatmaja Bandung

Wisma Putra - detikJabar
Kamis, 16 Nov 2023 13:01 WIB
Ribuan massa butuh tutup Flyover Kusumaatmadja dengan lakukan longmarch.
Ribuan massa butuh tutup Flyover Kusumaatmadja dengan lakukan longmarch. (Foto: Wisma Putra/detikJabar)
Bandung -

Aksi demonstrasi sejumlah organisasi buruh terjadi di Kota Bandung, Jawa Barat pada Kamis (16/11/2023). Ribuan pedemo menutup Flyover Kusumaatmaja dan melakukan longmarch dari Pasteur menuju ke kawasan Gedung Sate.

Pantauan detikJabar, Kamis (16/11/2023) sekitar Pukul 12.10 WIB massa buruh yang melakukan longmarch melintasi Tugu Pasopati.

Ribuan massa buruh ini dipimpin mobil komando yang melakukan orasi dalam aksi demonstrasi ini. Diikuti massa buruh yang berjalan kaki dan menggunakan sepeda motor.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Massa buruh juga membawa banyak bendera salah satunya bendera berwarna putih bertuliskan SPN atau Serikat Pekerja Nasional.

Aksi demonstrasi ini dilakukan untuk menolak Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2023 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan.

ADVERTISEMENT

Selain itu, kemacetan di jalan itu tak terelakan. Antrean kendaraan pun terjadi di Flyover Kusumaatmaja.

Diberitakan sebelumnya, Ketua umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI Roy Jinto mengatakan, PP 51 Tahun 2023 ini merugikan buruh dan ditolak kaum buruh diseluruh Indonesia.

"Karena sangat merugikan buruh dengan adanya pembatasan kenaikan upah minimum," kata Roy dalam keterangan tertulis yang diterima detikJabar, Rabu (15/11).

Dia mengungkapkan, aturan tersebut mengatur adanya batas atas dan batas bawah dan juga simbol a (Alfa) sebagaimana pasal 26 PP 51 Tahun 2023 dimana apabila Upah Minimum yang berjalan sudah diatas rata-rata konsumsi maka upah minimum tahun 2024 hanya dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi kali alfa dimana simbol Alfa menjadi faktor pengurang.

"Dua rumus formula yang tertuang dalam PP tersebut menimbulkan diskriminasi kenaikan upah minimum dimana sebagian daerah upah minimum akan menggunakan formula pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi kali alfa sedangkan bagi daerah yang upah minimum nya sudah diatas rata-rata konsumsi maka hanya menggunakan rumus formula pertumbuhan ekonomi kali alfa saja tanpa penambahan inflasi, dengan rumus tersebut maka kenaikkan upah minimum diprediksi hanya 1 s.d 3%," ungkapnya.

Roy menjelaskan, aturan itu sangat merugikan buruh. Lain dengan PNS yang upahnya naik 8% sedangkan pensiunan naik 12%. "Hal tersebut mencerminkan ketidakadilan kepada buruh, daya beli buruh pastinya akan terus merosot harga kebutuhan pokok naiknya sangat signifikan, PP 51 Tahun 2023 merupakan aturan yang pro upah murah," jelasnya.

(wip/yum)


Hide Ads