Asa Sukeri, Menjaga Daratan Karawang dari Hantaman Gelombang

Asa Sukeri, Menjaga Daratan Karawang dari Hantaman Gelombang

Irvan Maulana - detikJabar
Minggu, 15 Okt 2023 10:29 WIB
Sukeri, saat merakit Apostrap di pesisir pantai Pasir Putih Karawang
Sukeri, saat merakit Apostrap di pesisir pantai Pasir Putih Karawang (Foto: Irvan Maulana/detikJabar)
Karawang -

Abrasi pantai dan pengikisan daratan atau erosi yang terjadi daerah pesisir kerap jadi masalah yang mengancam bagi masyarakat di pesisir laut, seperti halnya di Karawang.

Tokoh masyarakat Pasir Putih, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang Sukeri (50) menceritakan, sebelumnya permukiman masyarakat kerap terancam oleh hantaman abrasi.

"Dulu kita hanya melaut tak memikirkan kondisi daratan, pulang bawa ikan, tanpa disadari daratan itu makin hari makin hilang," ucap Sukeri, saat ditemui di kawasan Hutan Mangrove, Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang, Kamis (12/10/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk mencegah hilangnya daratan, kata Sukeri, pemerintah daerah kemudian menanami pesisir Pantai Pasir Putih dengan hutan mangrove.

"Kita di sini ditanami mangrove, tapi kan biasanya di belakang hutan mangrove itu kumuh, di bawahnya lumpur saja sama sampah. Artinya memang banyak lahan yang hilang tapi setelah hutan mangrove ini gak termanfaatkan," kata dia.

ADVERTISEMENT

Dilansir jurnal ilmiah perikanan yang diteliti oleh Eny Budi Sri Haryani pada tahun 2019 lalu, diketahui bahwa, sedimentasi dan abrasi telah menimbulkan kerusakan garis pantai Karawang, sepanjang kurang lebih 75 kilometer.

Mengetahui fakta tersebut, Sukeri merasa prihatin, dan kemudian tergerak untuk ikut menjaga daratannya, "Iya karena memang prihatin, di pesisir itu identik dengan abrasi, walau pemerintah memberikan anggaran sebesar apapun kalau penerima manfaatnya gak diurus ya percuma," ucap Sukeri.

Oleh sebab itu, ia bersama Kelompok Kerja Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (KKMP), binaan PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ), tergerak untuk ikut andil dalam mencegah abrasi.

"Yang bisa membantu hanya PHE, setiap tahun itu kan turun bantuan, pembinaan, jadi ya kita komitmen intinya kita modal kemauan aja (mencegah abrasi), buat anak cucu kita," imbuhnya.

Sukeri, saat merakit Apostrap di pesisir pantai Pasir Putih KarawangSukeri, saat merakit Apostrap di pesisir pantai Pasir Putih Karawang Foto: Irvan Maulana/detikJabar

Sebelumnya, kata Sukeri, dua bengkel perahu di muara Pasir Putih, menjadi saksi ganasnya hantaman gelombang Laut Jawa, belum lagi banyaknya tanah warga yang terkikis menjadi masalah sendiri bagi warga Pasir Putih.

"Ada 2 bengkel perahu jukung yang hampir hilang karena abrasi, kan lokasinya juga dekat muara, karena memang untuk memperbaiki kapal-kapal nelayan," ucap Sukeri.

"Selain itu juga tanah warga di pesisir sebelum jadi hutan mangrove hilang, kan baru 3 tahun ini ada mangrove sebelumnya tanah pesisir pantai yang di dalamnya ada beberapa rumah warga yang hancur karena abrasi," lanjutnya.

Sementara itu, Community Development Officer PHE ONWJ Iman Teguh menjelaskan, pihaknya telah berkomitmen untuk menjalankan bisnis secara berkelanjutan dengan mengedepankan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG).

Oleh karenanya, pihak Pertamina ikut andil dalam mengatasi permasalahan abrasi tersebut, dengan menciptakan alat penahan dan peredam ombak sedimentasi trap (Apostrap).

"Apostrap ini hanya rangkaian ban bekas yang dibentuk persegi 4, yang dulunya adalah rumpon yang digunakan untuk mengumpulkan ikan di wilayah panturan. Namun semenjak ada pelarangan rumpon ini tidak digunakan, kemudian kita coba terapkan rumpon ini menjadi penahan atau peredam gelombang," ujar Iman.

Iman lalu memberdayakan Kelompok Kerja Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (KKMP) di sepanjang pesisir pantai utara Karawang, untuk membuat rangkaian aprostrap, dan memasangnya di sepanjang bibir pantai.

"Kita pasang di sepanjang pantai (Karawang) ini, dan ternyata itu berhasil bukan hanya sebatas peredam dan penahan gelombang, tapi juga membawa sedimentasi yang kemudian menjadi semakin banyak (lumpur) yang tersangkut di Apostrap," kata dia.

Sukeri, saat merakit Apostrap di pesisir pantai Pasir Putih KarawangSukeri, saat merakit Apostrap di pesisir pantai Pasir Putih Karawang Foto: Irvan Maulana/detikJabar

Alat tersebut, berupa rangkaian empat buah ban bekas yang diikat menjadi segi empat, kemudian dipasang di pinggir pantai. Cara kerjanya sederhana, alat itu berfungsi untuk meredam gelombang dan menangkap sedimentasi lumpur yang dibawa gelombang dan terperangkap dalam Apostrap.

"Seperti yang tadi dilihat rangkaian itu berupa ban dibentuk kotak, itu meredam gelombang dan menyisakan sedimentasi, dan kita coba inovasi dipasang lagi dengan bentuk segitiga, dan hasilnya berhasil sehingga membentuk sedimentasi yang cukup banyak, yang kemudian menjadi daratan," paparnya.

Berkat inovasi itu, kata Iman, hantaman gemlobang tidak lagi mengancam hilangnya daratan, dalam kurun waktu hanpir satu bulan, mampu menghasilkan daratan dengan ketinggian 5-10 centimeter.

"Kalau di sini kita pasang Apostrap sekitar 600 meter, yang di Ciparage jaya hampir 1 kilometer. Secara penelitian, kita lihat yang di Balongan itu dalam kurun waktu kurang dari sebulan mampu menghasilkan sedimentasi lumpur dan pasir yang terjebak dalam Apostrap setinggi 5-10 centimeter, tergantung kontur tanah dan jenis sedimentasi," pungkasnya.

(yum/yum)


Hide Ads