Permasalahan sampah di Bandung Raya yang tak ada ujungnya mesti segera dicari jalan keluarnya. Tak cuma oleh pemerintah, namun juga jadi tanggungjawab masyarakat.
Hal itu yang kemudian memicu sekelompok pemuda dalam wadah koperasi Healthy Harvest Indonesia, berperan untuk mengurangi timbulan sampah yang diproduksi masyarakat.
Mereka mengolah sampah domestik baik organik, anorganik, maupun sampah residu mampu diurai dan diolah. Tak tanggung-tanggung, bisa mencapai satu ton setiap harinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sampah organik maupun anorganik kita ambil dan olah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Karena memang tujuannya itu zero waste," kata Ketua Healthy Harvest Indonesia, Hendro saat ditemui di Bumi Hejo, Kota Baru Parahyangan, Jawa Barat, Sabtu (16/9/2023).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Healthy Harvest Indonesia, setiap orang bisa memproduksi sampah baik organik maupun anorganik hingga satu sampai dua kilogram per hari.
Sampah anorganik berupa plastik dan jenis lainnya yang memiliki nilai bisa dijual ke para pengelola daur ulang. Sementara sampah organiknya bisa diolah dan dicampurkan dengan sampah yang dianggap tidak bisa terurai menggunakan teknologi berupa mikro bakteri yang mereka teliti.
"Jadi sehari, setiap orang bisa memproduksi sampah sampai 2 kilogram. Dari mulai bangun tidur, mandi, masak, semua aktivitas sepertinya akan memproduksi sampah," kata Hendro.
Padahal, sampah organik yang diproduksi setiap hari oleh masing-masing rumah bisa dimanfaatkan ulang menjadi media tanam dengan pola dan teknik pengolahan yang sehat.
"Sampah-sampah domestik kita olah dengan produk utama yakni menjadi media tanam dari bahan sampah organik. Media tanam ini sebagai pengganti tanah. Sampah yang lain, seperti plastik kita serahkan kepada orang yang bisa mengelolanya," ujar Hendro.
Bahkan sampah yang dianggap tidak bisa terurai seperti sampah popok ternyata bisa melebur dalam jangka waktu yang tidak lama dengan mencampurkan mikro bakteri ke sampah-sampah tersebut.
"Bulan lalu saja, kita baru mengirim media tanam yang diproduksi dari sampah organik dan sampah-sampah residu sebanyak 20 ton untuk mereklamasi lubang bekas tambang di Sulawesi Tengah," tutur Hendro.
(dir/dir)