Lahan seluar 6,9 hektare yang dihuni oleh 2.000 jiwa itu digugat oleh tiga orang yang mengaku-ngaku sebagai keturunan Keluarga Muller bernama Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller berdasarkan Eigendom Verponding (Surat kepemilikan lahan yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda)
Tanggal 18 Desember 2013 tiga Muller bersaudara tersebut memohon penetapan dari Pengadilan Agama Cimahi mengenai penetapan ahli waris terhadap tanah Dago Elos.
Pada tanggal 23 Januari 2014 selanjutnya, Musyawarah Majelis Hakim melalui Pengadilan Agama Cimahi mengeluarkan penetapan Nomor 687/Pdt,P/2013 yang berisikan jika tiga bersaudara tersebut merupakan ahli waris dari Edi Eduard Muller, dan Edi Eduard Muller merupakan ahli waris dari George Hendrik Muller. Dan George Hendrik Muller merupakan ahli waris dari Geoge Hendrikus Wilhelmus Muller.
Penetapan di atas diajukan karena pemohon persidangan oleh Heri Hermawan Muller, Dodi Rustandi Muller, Pipin Sanepi Muller menyatakan jika buyut mereka yang bernama George Hnedrikus Wilhemus Muller merupakan orang yang ditugaskan oleh Ratu Wilhelmina Belanda.
Lalu, ditemukan keterangan tertulis yang berupa Arsip Nasional Kerajaan Belanda pada tahun 1904 yang menjelaskan jika Eduar Karel Gustaaf Rex memberikan kuasa kepada George Hendrikus Wilhelmus Muller untuk mengelola perusahaan Sindanwangi (Preanger)
Seperti yang tertera pada terbitan berkala pemerintahan Hindia Belanda Departemen Binnenlands Bestuur (Departemen Dalam Negeri) pada tahun 1916, GHW Muller tercatat sebagai administrator untuk persil Tegalsari 1 dan 2 lahan perkebunan di Limbangan dan CIcalengka.
Dan berdasarkan dari bukti yang ditemukan oleh tim advokasi Dago Elos, GHW Muller itu bukanlah orang yang ditugaskan di Indonesia oleh Ratu Wilhelmina Belanda tapi merupakan orang yang diperintahkan majikannya untuk mengelola perusahaan swasta.
Keterangan yang disampaikan oleh tiga Muller Bersaudara bersaudara dalam dokumen penetapan ahli waris intinya menyebutkan jika GHW Muller hanyalan orang yang mengaku ditugaskan di Indonesia oleh Ratu Belanda. Hal tersebut merupakan dugaan tindak pidana yang menempatkan keterangan palsu pada akta otentik di persidangan hukum.
Dirangkum dari berbagai sumber, Georgius Hendrikus Muller dan Virginia Elisabeth Montignij yang menikah pada 1835, George Hendrikus Wilhelmus Muller adalah anak pasangan tersebut yang lahir pada 1842 di Salatiga, Jawa Tengah. GHW Muller meninggal dunia pada usia 75 tahun pada 1917 dan dimakamkan di Dentiong, Cicalengka.
Menurut Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, surat kepemilikan Eigendom Verponding yang dikeluarkan oleh Keluarga Muller serharusnya sudah tidak berlaku sejak diterbitkannya UU Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-Tanah Partikelir.
(tya/tey)