5 Fakta Monumen Lingga Sumedang, Ternyata Punya Sejarah Penting

Nur Azis - detikJabar
Kamis, 15 Jun 2023 09:00 WIB
Sejumlah penonton Karnaval menaiki Bangunan Cagar Budaya Monumen Lingga di Alun-alun Sumedang. (Foto: Istimewa)
Sumedang -

Monumen Lingga di Alun-alun Sumedang menjadi sorotan usai dinaiki beberapa penonton dalam sebuah acara bertajuk karnaval yang digelar pada Sabtu (10/6/2023). Monumen Lingga sendiri merupakan bangunan cagar budaya.

Berikut Fakta-fakta tentang Monumen Lingga :

1. Dibangun atas Inisiasi Yayasan Pangeran

Ide pembangunan Monunen Lingga berawal dari sebuah paguyuban yang mencintai akan sosok Pangeran Aria Suria Atmadja. Hal itu sebagaimana yang tertulis dalam surat kabar Prengerbode edisi Rabu 10 Agustus 1922.

"De vereeniging ter herdenking van de nagedachtenis van Pangeran Aria Soeria Atmadja heeft thans circulaires en inteeken-lijsten rondgezonden, teneinde vrienden en vereerders van wijlen den regent in de gelegenheid te stellen, bij te dragen tot een blijvende nagedachtenis"

Kurang lebih artinya demikian :

"Paguyuban Peringatan Pangeran Aria Soeria Atmadja telah mengedarkan surat edaran serta pendaftaran bagi rekan-rekan dan pengagum mendiang bupati agar berkontribusi atau berpartisipasi dalam membuat kenangan yang abadi"

Dari paguyuban itu terbentuklah Pangeran - Stichting atau Yayasan Pangeran. Yayasan yang tujuan pertamanya tidak lain untuk membangun sebuah monumen peringatan tersebut, mendapat naungan dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda kala itu.

Hal itu lantaran sosok Pangeran Aria Suria Atmadja sangat dihormati di seluruh Jawa atas jasa-jasa yang telah ditorehkannya. Selain itu, citra akan sosoknya pun dikenal sangat baik dimata Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Komite Yayasan Pangeran sendiri terdiri dari A. J. H. Eijken (Residen Priangan) sebagai Ketua, C.A. de Munnick (Asisten Residen Sumedang) sebagai sekretaris dan I. de Vries (pengurus Soemedarigsche Afdeelingsbank) sebagai bendahara.

Lalu ada Mas Hadji Abdulmanan (naib Tandjoengsari), H. C. H. de Bie (mantan inspektur pendidikan pertanian), A.J.N. Engelenberg (mantan residen, anggota Volksraad), Raden Kartakusuma (Wedana Tanjungsari), Raden Toemenggoeng Koesoemadilaga (Bupati Sumedang), A. E. Reijnst (Ketua Soekaboemische Landbouw - vereeniging), Raden Sadikin (guru pertanian pribumi), dr. HJ van der Screwf (dokter hewan pemerintah), Soemadiria (petani dan peternak) dan Raden Adipati Wiratanoeningrat (Bupati Tasikmalaja).

Dalam wawancara detikJabar bersama Pegiat Literasi asal Bandung Atep Kurnia pada Sabtu (15/10/2022), dikatakan bahwa Monumen Lingga dibangun atas inisiasi dari Yayasan Pangeran yang terbentuk kala itu.

Dalam pembangunannya, sambung Atep, Yayasan Pangeran mendapat sokongan dana dari para pembesar pribumi dan para pembesar Eropa yang ada di tanah Priangan.

"Itu bahkan tertulis dalam majalah Yayasan Pangeran, itu (Yayasan Pangeran) dulu bahkan ada majalahnya ," ucap Atep.

2. Diresmikan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 25 April 1922.

Bangunan yang berada di tengah Alun-alun Sumedang itu diresmikan langsung oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Dr. Dirk Fock pada 25 April 1922.

Monumen Lingga dibangun untuk mengenang Bupati Sumedang kala itu yakni Pangeran Aria Suria Atmadja atas jasa-jasanya. Pangeran Aria Suria Atmadja sendiri merupakan Bupati Sumedang terakhir yang bergelar pangeran.

Ia juga dikenal dengan sebutan Pangeran Makkah. Gelar tersebut disematkan lantaran ia meninggal dunia di Makkah pada 1 Juni 1921 seusai ia memilih pensiun dari jabatannya sebagai Bupati yang berlangsung dari 31 Januari 1883 hingga 5 Mei 1919.

Koran Preangerbode memuat artikel tentang pembangunan Monumen Lingga Sumedang Foto: Delpher.nl

Sepeninggalnya atau 10 bulan kemudian, tepatnya pada 25 April 1922, orang-orang berkumpul di Alun-alun Sumedang untuk mengingat jasa-jasanya dengan menyaksikan peresmian sebuah monumen yang belakangan dikenal dengan nama Monumen Lingga.

3. Mantan Guru di Garut Arsiteki Monumen Lingga

J.Z Van Dijck diketahui adalah orang yang merancang atau mendesain Monumen Lingga yang berada di Alun-alun Sumedang.

Hal itu sebagaimana yang tertulis dalam surat kabar Preangerbode-Culture en Handelsblad yang terbit Senin 16 Januari 1922. Di sana disebutkan bahwa arsitek atau orang yang merancang bentuk detail monumen, dipercayakan kepada J.Z van Dijck yang merupakan mantan guru di Garut.

Selain Van Dijck, orang yang terlibat dalam pembangunan monumen adalah W. H. Elsman. Ia merupakan pegawai pada suatu departemen pekerjaan daerah di Garut yang dipercaya untuk menghitung anggaran dalam pembangunan tersebut.

Lalu ada H. Buijs selaku koordinator pelaksana dalam pembangunan monumen. Ia merupakan insinyur konstruksi di Bandung atau mantan pelaksana pekerjaan konstruksi Bandoengsche T. H.

4. Sosok lain Van Dijck yang Ternyata Salah Satu Pioner Pemanfaatan Energi Panas Bumi di Tanah Air

Dari penelusuran detikJabar, sosok Van Dijck ternyata bukanlah hanya sebatas guru sekolah semata. Ia juga dikenal sebagai penjelajah yang dibuktikan melalui sebuah karya tulisnya yang berjudul Garoet en Omstreken: Zwerftochten door de Preanger (Garut dan Sekitarnya: Berkelana Melalui Preanger).

Namun yang lebih mencengangkannya lagi, ia adalah salah satu pioner dengan gagasannya berupa pengembangan atau pemanfaatan energi panas bumi di Hindia Belanda kala itu atau tepatnya di kawah Kamojang, Garut.

Dilansir dari majalah Geomagz edisi Maret 2014 disebutkan bahwa orang yang mula-mula mengusulkan gagasan soal pemanfaatan energi panas bumi di tanah air pada masa Hindia Belanda adalah J.Z. van Dijk.

Van Dijck dalam majalah bulanan Koloniale Studiën (1918) menulis "Krachtbronnen in Italie (sumber daya di Italia)". Di sana ia menitik beratkan perhatiannya pada potensi panas bumi dari gunung api dengan acuan pengalaman yang telah dilakukan di Italia atau negara pengembang energi panas bumi pertama di dunia.

Saat wawancara detikJabar bersama Atep Kurnia selaku pegiat literasi di Bandung yang juga salah satu penulis dalam majalah Geomagz pada Sabtu (15/10/2022) membenarkan bahwa sosok Van Dijck yang merancang Monumen Lingga adalah sosok Van Dijck yang juga sebagai penggagas pemanfaatan energi panas bumi di tanah air pada masa Pemerintahan Hindia Belanda.

Atep sendiri mengaku cukup kesulitan menemukan biografi tentang Van Dijck ini.

Tulisan pertama yang memuat akan sosok Van Dijck, kata Atep, adalah "De Exploitatie van de Energiebronnen van den Kawah Kamodjan (Eksploitasi Sumber Daya Energi Kawah Kamodjang) karya S. A. Reitsma. Tulisan tersebut dimuat dalam bulanan Tropisch Nederland edisi 17 Juni 1929.

"Reitsma menyebut van Dijk sebagai Bandoengsche HBS-leeraar atau guru yang mengajar di HBS Bandung," ungkap Atep.

Peresmian Tugu oleh Gubernur Jenderal D. Fock di Sumedang, untuk Bupati Sumedang yang wafat tahun 1921 Foto: KITLV (http://hdl.handle.net/1887.1/item:738143)

Atep melanjutkan, tulisan kedua yang mengungkap tentang sosok Van Dijk adalah buku berjudul Garoet en omstreken: Zwerftochten door de Preanger.

Buku tersebut diterbitkan oleh penerbit G. Kolff (Batavia) pada 1922 yang menceritakan pengalaman Van Dijk meliput potensi wisata yang ada di daerah Garut dan sekitarnya.

"Di sana Van Dijck menulis perihal Cipanas, Situ Cangkuang, Situ Bagendit, Kawah Manuk, Kawah Kamojang, Kawah Papandayan, Hotel Villa Paulina di Cisurupan, kerajinan di Indihiang Tasikmalaya dan Situ Panjalu," paparnya.

Menurut Atep, Van Dijck adalah sosok guru setingkat SMA dengan keilmuan yang melampaui pada zamannya.

"Menurut saya Van Dijk ini sosok guru setingkat SMA yang sangat pinter di zaman yang masih belum canggih secara teknologi namun betapa luas pengetahuannya, ilmu kebumiannya pasti mumpuni, begitu pula wawasan pariwisatanya, sehingga karya tulisnya sering dikutip orang dari dulu hingga kini," ujarnya.

5. Jumlah Anggaran Pembangunan Monumen Lingga

H.Buijs yang ditunjuk sebagai koordinator pelaksana, J.Z van Dijck selaku arsitek dan W. H.Elsman selaku penanggung jawab anggaran, mengajukan anggaran sebesar f7.000 (7.000 gulden) untuk pembangunan monumen.

Sementara untuk pembangunan padang rumput model kota, Dr. C. Kunst yang dipercaya untuk mendesainnya, mengajukan anggaran sebesar f5.000.

Keterangan di atas sebagaimana yang dimuat dalam surat kabar Preangerbode - Culture en Handelsblad yang terbit Senin 16 Januari 1922.

Yayasan Pangeran sendiri sukses mengumpulkan uang sumbangan sebesar f31.000 demi terlaksananya proyek tersebut. Dari jumlah itu, uang yang tersisa sebesar f19.000 setelah dipotong f7.000 untuk bangunan monumen dan f5000 untuk membangun padang rumput.

Sisa anggaran tersebut disimpan dalam bentuk rekening giro di Sumedangsche Afdeelingsbank (atau bank daerah Sumedang). Dari sisa anggaran itu, f18.000 diantaranya diinvestasikan dalam bentuk deposito di bank yang sama dengan tujuan agar mendapatkan keuntungan dari bunga yang dihasilkannya.

Secara garis besar, sisa anggaran tersebut digunakan untuk kepentingan peternakan baik besar dan kecil di Priangan kala itu.




(yum/yum)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork