Eks Wali Kota Sukabumi Mohamad Muraz angkat suara soal utang pemerintah sebesar Rp1 miliar ke PT Indonesia Super Holiday (HSI). Dia mengaku tak tahu menahu soal utang tersebut dan tak pernah menandatangani persetujuan anggaran menggunakan vendor untuk perjalanan dinas.
Diketahui, HSI merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perjalanan dinas dan penyelenggara event. Dalam hal ini, pihaknya bekerjasama dalam penyelenggaraan kegiatan dengan Pemkot Sukabumi, khususnya di Bagian Komunikasi dan Dokumentasi Pimpinan atau yang dulu dikenal sebagai Bagian Humas dan Protokol pada periode November 2016 sampai Maret 2017 bertepatan saat Muraz memimpin Kota Sukabumi.
"Saya kira sudah jelasin itu. Saya tidak tahu ada utang karena utang itu ada di dinas atau perangkat SKPD atau di Bagian Umum. Itu nggak boleh (utang), dinas itu nggak boleh berutang," kata Muraz kepada detikJabar di PN Sukabumi, Senin (3/4/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, dinas itu bertugas untuk melaksanakan anggaran sesuai dengan anggaran yang sudah tersedia. Anggaran itu pun akan dibatasi pengeluarannya. Bahkan, ia heran mengapa perjalanan dinas menggunakan vendor.
"Apalagi namanya SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas) kenapa harus pakai vendor. Kalau saya bukan janggal lagi, jelas-jelas ini sudah pelanggaran aturan," tegasnya.
Dia mengatakan, perihal anggaran perjalanan dinas maka uang tersebut akan diberikan secara cash and carry atau bahkan ditransfer. "Artinya orang tugasin ke dinas langsung, uangnya dikasih, ongkos bisnya atau bensinnya mungkin pakai mobil dinas uang sakunya, jika di hotel, uangnya langsung diserahkan," sambungnya.
Selain itu, Muraz juga mengungkapkan, pemerintah yang diperbolehkan untuk berhutang hanyalah Wali Kota. Dia juga menuturkan tak pernah menandatangani perjanjian dengan PT HSI.
"Utang itu Pemda yang boleh hanya Wali Kota, Wali Kota pun se-izin DPRD. Saya neken nggak bahwa pada zaman saya itu mereka (vendor SPPD). Lalu yang meriksa itu (SPPD) Inspektorat, Inspektorat pun nggak ada temuan punya utang," ungkapnya.
Menurutnya, pemerintah daerah saat ini yang dijabat oleh Achmad Fahmi harus menelusuri utang tersebut. Dia menilai, sangat tak wajar jika perjalanan dinas menggunakan vendor.
"Karena itu kan jelas tadi, masa perjalanan dinas pakai vendor. Yang dilelangkan itu kan misalnya proyek, kalau dilelang pun langsung dibayar, kalau nggak dibayar berarti SKPD-nya yang nggak benar," ucap dia.
Anggota DPRD Kota Sukabumi Henry Slamet menambahkan, utang piutang Pemkot itu harus melalui Badan Anggaran. Pihaknya pun merasa tak ada catatan terkait utang tersebut.
"Dulu tidak ada utang itu. Kita kan Banggar (Badan Anggaran) dengan pemerintah daerah akan membahas seperti itu, untuk apa (utang) harus jelas setiap kegiatan itu ada anggarannya dulu baru ada kegiatan," kata Henry.
"Nanti kita tanyakan di pansus, LKPJ (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban) ini kan jelas kita salah satu itu akan kita tanyakan. Pansus hari ini penyampaian mungkin minggu ini atau minggu depan paling lambat itu sudah dibentuk pansusnya dan saya akan jadi anggota pansus," tutupnya.
Sekedar informasi, Pemerintah Kota Sukabumi disomasi oleh PT Indonesia Super Holiday (HSI) gegara utang yang tak kunjung dibayar. Pemkot Sukabumi memiliki utang ke perusahaan tersebut sebesar Rp 1 miliar.
Pengacara PT HSI, Hasiando Sinaga mengatakan, masalah utang piutang ini masuk dalam perjanjian kerja periode November 2016 sampai Maret 2017. Sepanjang periode tersebut ada 28 kegiatan dengan total nilai kontrak Rp 1.751.506.600.
"Kegiatan yang telah dikerjakan terkait perjalanan dinas pegawai dan pimpinan hingga mempersiapkan kebutuhan pelaksanaan rapat-rapat pemerintahan," kata Ando dalam keterangan tertulis yang diterima detikJabar, Kamis (30/3/2023).
Adapun dari total Rp 1,7 miliar tersebut, Pemkot Sukabumi telah membayar kewajiban sebesar Rp 381.567.650 atau Rp 381 juta. Kemudian, pada Juni 2017, Chandra Hermawan selaku Direktur ISH menagih sisa pembayaran sekitar Rp 1,36 miliar kepada pihak Pemkot Sukabumi.
Pemkot Sukabumi kembali menjanjikan pembayaran sisa hutang dengan mencicil minimal Rp 40 juta per bulan dimulai Februari 2022. Dengan demikian, butuh waktu sekitar 3 tahun untuk melunasi utang Rp 1,36 miliar. Sayangnya, Pemkot Sukabumi tidak memenuhi komitmennya.
Dalam periode setahun terakhir yaitu sejak Februari 2022-Februari 2023, beberapa kali pembayaran ternyata di bawah Rp 40 juta per bulan dan hanya dibayar 10 kali dengan total Rp 283 juta. Padahal, kata dia, seharusnya pembayaran minimal Rp 480 juta untuk 12 kali cicilan. Dengan pembayaran tersebut, maka sisa hutang Pemkot Sukabumi sekitar Rp 1,08 miliar.
(yum/yum)