Seorang pria berusia 50 tahun asal Kabupaten Indramayu, Jawa Barat berkeliling dengan mengendarai sepeda motor bututnya. Berbekal tas kotak di punggungnya, pria itu rajin menemui kerumunan anak-anak di pelosok desa.
Ia adalah Samsudin, warga desa Karanganyar, Kecamatan Pasekan, Kabupaten Indramayu. Pria yang disapa Paman Sam itu rutin berkeliling sambil membawa wayang kardus aneka satwa langka sejak 2014 lalu. Secara sukarela, Sam mendongeng di depan anak-anak dengan media wayang satwa dan kostum badaknya.
Agar cerita nya lebih menarik, kini Paman Sam juga mengajak kang Wata, seniman Indramayu untuk memainkan seruling bambu ketika dongeng dimulai. Selain bisa menyampaikan misi pelestarian satwa langka, Paman Sam juga kenalkan kesenian tradisional kepada anak-anak yang ditemuinya di perkampungan hingga sekolah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Miris! Banyak Sekolah di Indramayu Rusak |
Paman Sam mengaku setiap kali dongeng, ia tak pernah meminta imbalan. Bahkan, penampilannya yang dipandang aneh itu membuat Paman Sam disangka orang gila.
"Yang jelas saya dianggap gila. Orang mau ngajar anak-anak tanpa bayaran jadi dibilang gila. Tapi memang butuh orang gila dalam segi positif," kata Samsudin usai mendongeng belum lama ini.
Mulanya, Paman Sam hanya menggunakan beberapa jenis satwa dari wayang kardus bekas tersebut. Seiring waktu, Paman Sam memperbanyak wayang kardus dari jenis satwa yang ada di daerah yang ia kunjungi.
Saat ini, ia sudah mengunjungi 14 provinsi di Indonesia. Di setiap daerah ia pun membuat wayang kardus jenis satwa yang ada di daerah tersebut. Sehingga sekarang sudah memiliki belasan koleksi wayang kardus satwa langka untuk media dongengnya.
"Awalnya cuma badak jawa, terus figurannya ada tupai, monyet, dan wayang penjahatnya 2. Terus berkembang ke Lampung ada badak Sumatera, terus ke Riau minta kampanyekan tentang gajah," ujar nya.
"Jadi riset dulu, saya nggak bisa sok tahu," imbuhnya.
Minatnya jadi konservasi lingkungan melalui dongeng keliling bermula dari aktivitas saat masih menjadi guru di salah satu sekolah dasar. Dongeng menjadi bekal paman Sam untuk menaikkan konsentrasi anak saat tahun 2007 lalu.
Samsudin tidak menyangka, bahwa di tahun 2014 ia bertemu Nagendran seorang ahli Biologi dari Amerika Serikat. Dukungan dari pejabat pemerintah yang berkecimpung di dunia satwa itu membawa Samsudin bertekad menjadi pendongeng.
Diakui paman Sam, suka-duka menjadi pendongeng yang sudah melanglang buana itu telah ia rasakan. Namun, sebagai orang tua ia tetap mencari nafkah untuk kebutuhan anaknya yang akan kini sudah menginjak kelas 3 SMA.
"Rezeki tidak hanya uang. Alhamdulillah anak saya sudah kelas 12 SMA dan mau masuk perguruan tinggi melalui jalur prestasi," jelasnya.
(mso/mso)