Sengkarut data kependudukan kerap merugikan masyarakat. Verifikasi pendataan pun patut dipertanyakan. Sebab, kerugian kesalahan data kependudukan menyulitkan kehidupan, hak sebagai warga negara bisa terampas.
Salah satu kerugian karena kekeliruan data itu dirasakan Sulaeman, bapak satu anak yang tercatat sebagai warga RT 002 RW 007, Kelurahan Cisurupan, Kecamatan Cibiru, Kota Bandung. Sulaeman dinyatakan meninggal dunia dalam data yang tercatat di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bandung. Padahal, Sulaeman masih bugar dan berjuang menghidupi keluarganya.
Sulaeman tak menyangka ia menjadi korban kesalahan data. Kasus kesalahan data yang menimpa warga Cibiru berusia 33 tahun itu bermula saat ia mencoba menjemput cita-citanya untuk memiliki rumah impian.
Sulaeman dan istrinya sepakat untuk mengambil kredit kepemilikan rumah (KPR) di Ciparay, Bandung. Pengajuan data untuk KPR itu dilakukan tahun lalu. AWalnya proses pengajuan lancar.
Sulaeman dan istrinya pun menunggu verifikasi berikutnya. Tapi, tiba-tiba pihak bank menelpon istri Sulaeman. Katanya, secara administrasi Sulaeman dinyatakan telah meninggal dunia. Akta kematiannya pun telah terbit pada 2020.
"Kata banknya yang atas nama Bapak Sulaeman sudah meninggal. Istri bilang lagi ke saya. Waktu itu saya lagi ngojek online. Awalnya saya tidak percaya ketawa-ketawa. terus besoknya saya ke Disdukcapil, baru ketahuan dinyatakan sudah meninggal," kata Sulaeman kepada detikJabar melalui sambungan telepon, Kamis (9/2/2023).
Tim detikJabar sempat berkunjung ke rumah Sulaeman. Ia tinggal bersama orang tuanya, istri dan anaknya. Namun, saat itu Sulaeman tak bisa ditemui karena kesibukannya berjuang mencari nafkah.
Setelah berkoordinasi dengan Disdukcapil Kota Bandung, Sulaeman lantas diarahkan untuk melakukan gugatan ke PTUN Bandung. Sebab, akta kematian Sulaeman telah terbit.
"Bisa diurus harus sama orang yang mengurus surat kematian. Karena akta kematian sudah muncul harus ke PTUN dulu. Karena datanya sudah tercatat di Kemendagri," ucap Sulaeman.
Sulit Cari Kerja
Sulaeman kini kerja serabutan. Ia juga mengandalkan pekerjaan sebagai ojek online (ojol) untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Sebab, kerja secara formal sulit didapat Sulaeman gegara dinyatakan meninggal dunia.
Dua hari lalu, ia tak bisa diterima bekerja sebagai cleaning service atau petugas kebersihan di salah satu kampus di Bandung. Perusahaan cleaning service itu sulit menerima Sulaeman karena sedang berpolemik dengan data kependudukannya.
"Ya kan kemarin-kemarin itu saya kerja jadi cleaning service, tapi pas pengecekan data, ternyata datanya tidak ada. Jadi tidak bisa diterima, perusahannya juga takut ada gimana-gimana (masalah)," kata Sulaeman.
Saat menerima kabar tak mengenakan itu, ponsel milik Sulaeman terjatuh. Sempat rusak. Ponsel yang ia gunakan untuk kerja sebagai ojol.
"Sangat dirugikan sekali (karena akta kematian yang keliru). Sekarang ojol dulu, karena sekarang apa-apa sulit kan harus berkaitan dengan data. Sekarang nunggu sidang dulu biar selesai semua," ucap Sulaeman.
Sulamen telah mengajukan gugatan ke PTUN Bandung agar datanya kembali diaktifkan. Gugatan itu dilayangkan ke PTUN pada November 2022. Sulaeman menggugat Disdukcapil Kota Bandung. Sidang pertama pada tanggal 22 Desember, kemudian tanggal 5 Januari. Kasus ini masih dalam proses di PTUN Bandung. Sulaeman didampimgi kuasa hukumnya Yadi Cahyadi.
Mengutip dari situs SIPP PTUN Bandung, salah satu permohonannya adalah membatalkan Surat keterangan terdakwa kematian nomor : 3273-KM-06102020-0021, di Bandung, 03-10-2001 atas nama Sulaeman yang lahir di Bandung, 07-06-1989.
"Menyatakan bahwa Pemohon bernama Sulaeman masih hidup. Memerintahkan Pemohon untuk mencatat koreksi data kependudukan pemohon dan pencatatan selanjutnya dalam database kependudukan. Menghukum termohon untuk membayar biaya perkara tersebut," tulis keterangan SIPP PTUN Bandung.
"Sidang pertama sudah, ya membuktikan bahwa saya masih hidup. Tinggal nunggu lagi, dibantu sama kuasa hukum alhamdulillah," kata Sulaeman.
Tak Dapat Bantuan
Sulaeman rupanya tak sendiri. Kesalahan data juga pernah dirasakan Titing Elah Kurniwati warga RW 006 Kelurahan Cisurupan, Kecamatan Cibiru, Bandung. Titing mengaku pernah dinyatakan meninggal dunia oleh pemerintah setempat. Informasi tersebut didengar Titing dari salah satu kade PKK setempat.
Titing yang sebelumnya pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah kaget saat mendengar namanya tak ada dalam daftar. Salah satu kader PKK mencoba mengecek data milik Titing. Ternyata, Titing dinyatakan meninggal dunia. Padahal, Titing masih hidup.
"Akhirnya KK saya dicek. Ibu katanya sudah meninggal. Saya sempat marah, pantes tidak ada bantuan dan lainnya. Terus ibu dibantu sama kader (PKK)," kata Titing saat ditemui detikJabar di rumahnya.
Janda berusia 64 tahun itu mengatakan kabar tak mengenakan itu ia dapat pada akhir 2022 silam. Hingga kini Titing juga mengaku belum mendapatkan kabar terbaru tentang status kematiannya yang keliru itu.
"Belum ada kabar lagi (secara resmi). Katanya mah sudah. Dari pihak kelurahan kasih tahu," ucap Titing.
Berbeda dengan Sulaeman, Titing memilih tak mengajukan gugatan ke PTUN. Ia ingin masalah kekeliruan data itu diselesaikan sesuai aturan. Ia juga berharap kejadian serupa tak menimpa warga lainnya.
Halaman Selanjutnya Respons Disdukcapil
(sud/yum)