Jumlah Kasus Kekerasan Perempuan di Bekasi hingga Tasikmalaya

Data Jabar

Jumlah Kasus Kekerasan Perempuan di Bekasi hingga Tasikmalaya

Rifat Alhamidi - detikJabar
Sabtu, 11 Feb 2023 09:45 WIB
Ilustrasi kekerasan pada anak
Ilustrasi kekerasan pada anak (Foto: Getty Images/iStockphoto/takasuu)
Bandung -

Jawa Barat menjadi daerah tertinggi dalam kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Indonesia. Dalam 3 tahun terakhir, kasus tersebut mengalami lonjakan yang begitu signifikan di wilayah yang terkenal dengan sebutan Tatar Sunda tersebut.

Dalam data yang dikutip detikJabar dari laman Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA), tingginya kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan disumbang oleh beberapa wilayah di Jabar. Mulai dari Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Bandung, Kota Depok, Kabupaten Sukabumi hingga Kabupaten Tasikmalaya.

Meski secara urutan angka kasus kekerasan anak dan perempuan masih ditempati Kota Bandung di posisi pertama dengan 423 kasus, di Kabupaten Bekasi angka kasus kekerasan ini juga mencapai 176 kasus. Kabupaten Bekasi pun dinyatakan sebagai wilayah nomor dua yang menyumbang angka kasus terhadap anak dan perempuan tertinggi di Jawa Barat pada 2022.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah Kabupaten Bekasi, di urutan nomor tiga ada Kabupaten Bandung dengan 169 kasus pada 2022. Kasus di Kabupaten Bandung pun mengalami kenaikan setelah pada 2021 angka kasus terhadap anak dan perempuannya tercatat mencapai 145 kasus.

Di urutan nomor 3 ada Kota Depok yang mencatatkan angka kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan dengan 150 kasus. Kemudian Kabupaten Sukabumi 139 kasus dan Kabupaten Tasikmalaya dengan 130 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan.

ADVERTISEMENT

Sementara di Kota Bekasi, kasus yang terjadi pada 2022 tercatat begitu rendah dengan 7 kasus. Namun demikian, pemerintah daerahnya harus tetap waspada karena kasus kekerasan di wilayah tersebut di 2 tahun sebelumnya terbilang begitu tinggi.

Misalnya pada 2021, kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kota Bekasi tercatat mencapai 97 kasus. Catatan ini juga sekaligus menempati Kota Bekasi di urutan ke-7 wilayah dengan angka kekerasan paling tinggi di Jawa Barat.

Begitu juga di tahun 2020. Angka kasus kekerasan terhadap anak dan perempuannya tercatat mencapai 149 kasus, yang membuat Kota Bekasi di tahun tersebut berada di posisi nomor dua sebagai wilayah yang paling tinggi kasus kekerasannya di Jawa Barat.

Kepala UPTD PPA Jawa Barat Anjar Yusdinar mengatakan, tingginya kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Jabar seperti gunung es. Itu terjadi karena saat ini, masih banyak warga yang berani melapor supaya kasus tersebut bisa ditindaklanjuti.

"Jadi itu kami mempunyai tugas untuk memecah fenomena gunung es. Sehingga kasus yang terlaporkannya sedikit, tapi di bawahnya masih banyak yang belum terlaporkan," kata Anjar, Kamis (9/2/2023).

Namun saat ini Anjar mengungkap, banyak orang yang mulai berani melaporkan kasus kekerasan anak dan perempuan. Sehingga, angka kasus tersebut di Jabar kini mengalami peningkatan akibat mulai beraninya warga untuk melapor dan menindaklanjuti kasus itu.

"Justru kami melihat kalau semakin banyak kasus, itu masyarakat sudah semakin berani melaporkan. Karena angka yang laporannya masuk ke kami segitu. Dan itu kami perkirakan masih banyak kasus-kasus kekerasan yang belum terlaporkan," tutur Anjar.

Di tahun 2023 saja, UPTD PPA Jawa Barat menerima sekitar pengaduan 37 pengaduan kasus kekerasan anak dan perempuan. Ia pun mengimbau warga untuk lebih berani melapor supaya kasus tersebut bisa ditangani secara lebih lanjut.

Anjar pun menyatakan, tingginya kasus kekerasan ini dipengaruhi banyak faktor. Namun ia tak menampik, kasus yang muncul ini beberapa di antaranya akibat cara mengurus orang tua yang masih keras dalam mendidik anak-anaknya.

"Setiap kasus itu berbeda-beda penyebabnya. kalau saya sih belum mendapatkan hasil penelitian yang ilmiah dari penyebab kasus kekerasan itu terjadi. Namun kebanyakannya, itu dari faktor pengasuhannya orang tua. Jadi itu dalihnya bisa saja karena cara mendidiknya begitu padahal kan itu bukan cara yg baik dalam mendidik anak itu," ujar Anjar.




(ral/tey)


Hide Ads