Kasus kekerasan anak dan perempuan mengalami lonjakan dalam 3 tahun terakhir di Jawa Barat. Kota Bandung, tercatat menjadi wilayah paling tinggi dengan kategori kasus tersebut.
Dikutip detikJabar dalam data di laman Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA), kasus di Jawa Barat dalam 3 tahun terakhir tercatat mencapai 1.186 kasus pada 2020, 1.766 kasus pada 2021 dan 2.001 kasus pada 2022. Di 3 tahun itu, Kota Bandung selalu menempati urutan pertama.
Seperti di 2020, Kota Bandung mencatatkan kasus kekerasan anak dan perempuan hingga 230 kasus. Disusul 4 wilayah lain dengan kasus kekerasan paling tinggi yaitu Kota Bekasi dengan 149 kasus, Kabupaten Sukabumi 126 kasus, Kabupaten Bandung 82 kasus dan Kota Depok 74 kasus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Begitu juga pada 2021, Kota Bandung masih menempati urutan pertama dengan 268 kasus. Disusul Kabupaten Bekasi dengan 203 kasus, Kabupaten Sukabumi 167 kasus, Kabupaten Bandung 145 kasus dan Kota Depok 141 kasus.
Dan pada 2022, Kota Bandung kembali menempati urutan pertama kasus kekerasan anak dan perempuan dengan 423 kasus. Disusul Kabupaten Bekasi 176 kasus, Kabupaten Bandung 169 kasus, Kota Depok 150 kasus dan Kabupaten Sukabumi 139 kasus.
Kepala UPTD PPA Jawa Barat Anjar Yusdinar mengatakan, tingginya kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Jabar seperti gunung es. Itu terjadi karena saat ini, masih banyak warga yang berani melapor supaya kasus tersebut bisa ditindaklanjuti.
"Jadi itu kami mempunyai tugas untuk memecah fenomena gunung es. Sehingga kasus yang terlaporkannya sedikit, tapi di bawahnya masih banyak yang belum terlaporkan," kata Anjar, Kamis (9/2/2023).
Namun saat ini Anjar mengungkap, banyak orang yang mulai berani melaporkan kasus kekerasan anak dan perempuan. Sehingga, angka kasus tersebut di Jabar kini mengalami peningkatan akibat mulai beraninya warga untuk melapor dan menindaklanjuti kasus itu.
"Justru kami melihat kalau semakin banyak kasus, itu masyarakat sudah semakin berani melaporkan. Karena angka yang laporannya masuk ke kami segitu. Dan itu kami perkirakan masih banyak kasus-kasus kekerasan yang belum terlaporkan," ungkapnya.
Di tahun 2023 saja, UPTD PPA Jawa Barat menerima sekitar pengaduan 37 pengaduan kasus kekerasan anak dan perempuan. Ia pun mengimbau warga untuk lebih berani melapor supaya kasus tersebut bisa ditangani secara lebih lanjut.
Anjar pun menyatakan, tingginya kasus kekerasan ini dipengaruhi banyak faktor. Namun ia tak menampik, kasus yang muncul ini beberapa di antaranya akibat cara mengurus orang tua yang masih keras dalam mendidik anak-anaknya.
"Setiap kasus itu berbeda-beda penyebabnya. kalau saya sih belum mendapatkan hasil penelitian yang ilmiah dari penyebab kasus kekerasan itu terjadi. Namun kebanyakannya, itu dari faktor pengasuhannya orang tua. Jadi itu dalihnya bisa saja karena cara mendidiknya begitu padahal kan itu bukan cara yg baik dalam mendidik anak itu," pungkasnya.
(ral/mso)