Jerit Penerima Bantuan Rutilahu Terimbas Eksekusi Tol Japek II

Jerit Penerima Bantuan Rutilahu Terimbas Eksekusi Tol Japek II

Irvan Maulana - detikJabar
Senin, 30 Jan 2023 19:30 WIB
Babang saat membersihakan puing bangunan rumahnya yang terimbas eksekusi lahan Tol Japek, Senin (30/1/2023)
Babang saat membersihakan puing bangunan rumahnya yang terimbas eksekusi lahan Tol Japek, Senin (30/1/2023) (Foto: Irvan Maulana/detikJabar)
Karawang -

Pilu menimpa keluarga Babang (21) warga Kampun Citaman, Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang. Kala melihat puing rumahnya dihancurkan excavator terimbas Proyek Strategis Nasional (PSN) Tol Jakarta-Cikampek II (Japek) Selatan.

Eksekusi itu berlangsung pada Senin (30/1/2023), ia kaget betul melihat rumahnya sudah jadi puing reruntuhan akibat dihancurkan excavator.

"Saya kaget, saya kira kami diberi kesempatan untuk membongkar bangunan sendiri," ujar Babang, sembari membereskan reruntuhan bangunan bekas rumahnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rumah yang ditempati Babang merupakan bantuan rumah tidak layak huni (rutilahu) berukuran kurang lebih seluas 30 meter persegi, itu pun baru dibangun pemerintah tahun 2019 lalu. Rumah baru yang di tempat keluarganya itu belum genap tiga tahun, nahas kini sudah jadi puing.

"Ini pertengahan 2019 diajukan, selesai dibangun dan ditempati itu sekitar awal 2020. Jadi belum genap 3 tahun, kini sudah diratakan lagi," kata dia.

ADVERTISEMENT

Lahan sempit yang dimiliki keluarganya seluas 160 meter persegi, yang kini terimbas pembangunan Tol Japek Selatan. Ia mengaku dapat harga yang tak sebanding dari Jasa Marga.

"Tanahnya dibayar Rp 200 ribu per meter. Uang segitu tentu tak cukup untuk beli lahan seluas 160 meter itu. Bahkan belum tentu bisa membangun kembali rumah," imbuhnya.

Pada awal survei lahan Tol Japek Selatan, rumah Babang memang belum dibangun. Namun, itu sebabnya pada saat dieksekusi ia tak dapat penggantian uang bangunan.

"Dulu pas disurvei belum ada rumahnya, kita masih ngontrak, memang lahan ini yang diajukan untuk rutilahu. Karena pas disurvei lahan kosong, jadi hanya dapat ganti lahan aja seluas 160 meter," ungkap Babang.

Seharusnya, kata Babang, ia dapat pemberitahuan lebih awal jika rumah yang ia tempati akan dieksekusi. Mungkin masih ada kesempatan untuk membongkar bangunan sendiri agar bekasnya bisa dibangun ulang.

"Sekarang paling cuma bisa diselamatkan genteng sama besi bekasnya aja. Soalnya gak ada waktu, seharusnya mah ini bisa dipakai lagi sedikit-sedikit kalau kita bangun rumah lagi," ungkapnya.

Ia hanya punya waktu mengambil perabotan rumah saat malam hari setelah pemutusan aliran listrik dan air, "Cuma ada waktu buat beres-beres barang dibantu pake mobil polisi. Dipindahin sementara saya ngontrak dulu di daerah Bunder," kata Babang.

Rumahnya yang sudah dieksekusi kini sudah jadi tanah lapangan, begitu pun dengan tanaman bambu di belakang rumahnya. Ia berharap, rumahnya yang dihancurkan bisa diganti oleh pemerintah.

"Sekarang sudah hancur semua. Kami tak bisa apa-apa, saya harap mesti tak dibangunkan lagi setidaknya diberikan ganti bahan bangunan untuk membuat rumah," pungkasnya.

(yum/yum)


Hide Ads