Seekor anjing warna hitam langsung bersiaga saat mendengar deru mesin motor yang hendak dimatikan setibanya di penghujung jalan. Satu, dua bangunan rumah pun akhirnya mulai tersingkap.
Sebelumnya, sepanjang jalan menuju perkampungan itu nyaris tidak ada orang. Jarak dari jalan utama menuju titik lokasi kurang lebih 2 kilometer.
Namun, medan jalan yang menanjak tanpa jeda, kelokan-kelokan yang diselingi lereng tebing dan jurang yang curam, membuat perjalanan seakan terasa lama untuk bisa sampai ke sebuah perkampungan yang berada di dalam hutan tersebut.
Lebar akses jalannya kurang dari dua meter. Setengah meter dari lebar jalan itu berupa lintasan bertembok sebagai jalur sepeda motor.
Tidak terbayangkan bagaimana warga di sana saat membangunnya. Pun tidak terbayangkan bagaimana warga melintasi jalanan itu saat hari sudah masuk malam atau saat sedang turun hujan. Sebab hewan liar seperti ular dipastikan masih ada.
Perkampungan itu bernama Puncak Manik. Sebuah Dusun yang secara administratif masuk ke dalam wilayah Desa Cilangkap, Kecamatan Buahdua, Kabupaten Sumedang. Dusun itu tepatnya berada di Kaki Gunung Tampomas yang dikenal dengan nama Taman Pasir.
Menurut warga, kawasan perkampungan itu diberinya nama Puncak Manik lantaran tidak terlepas dari keberadaan situs dan sebuah batu yang berbentuk segitiga mirip dengan nasi tumpeng yang di atasnya terdapat sebuah telur. Bagian telur itulah dikenal dengan sebutan Puncak Manik.
"Menurut seorang Kuwu terdahulu bernama Mad Enoh, di sini itu katanya pernah ada situs berupa arca yang dikenal dengan nama Dewa Guru di sebelah selatan yang ditemukan pada sekitar 1950-an serta ada sebuah batu berbentuk seperti nasi tumpeng yang di atasnya dikenal dengan sebutan puncak manik," ungkap Didi (72), salah seorang sesepuh di sana kepada detikjabar belum lama ini.
Didi menuturkan, situs berupa arca tersebut, keberadaannya sudah tidak diketahui dan entah siapa pula yang mengambilnya. Kini yang tersisa di sana hanya sebuah situs yang dikenal dengan sebutan Singakerta.
Begitu pun dengan batu berbentuk nasi tumpeng yang menjadi cikal bakal dari penamaan Dusun Puncak Manik.
"Nah kalau batunya yang berbentuk tumpeng itu, katanya yang ngambilnya adalah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dan saat itu dibawa ke kampung Lebak Naga Desa Sekarwangi atau tetanggaan dengan Desa Cilangkap," terang Didi.
Dusun Puncak Manik sendiri konon sudah ada dari sejak lama. Bahkan, dulunya banyak warga yang bertempat tinggal di sana.
"Awalnya di sini itu ada 70 rumah lalu berkurang jadi 40 rumah, kemudian pada tahun 1979 menjadi 33 unit rumah,"paparnya.
(mso/mso)